"Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi" (Yoh 6:30-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Yang dimaksudkan dengan roti yang turun dari sorga, dari Allah tidak lain adalah Yesus Kristus. Kita yang telah dibaptis dan menerima komuni kudus, menghayati sabda tersebut antara lain setiap kali kita menerima komuni kudus, yang kita imani sebagai tubuh Kristus. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua yang selalu menerima komuni kudus dalam Perayaan Ekaristi untuk mawas diri: apakah kita menerima komuni kudus hanya sekedar bersifat liturgis atau formal belaka ataukah kita hayati dengan penuh iman sehingga semangat Yesus Kristus merasuki atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Ingat dan sadari bahwa apa yang kita makan dan minum akan mempengaruhi jati diri kita masing-masing; jika yang kita makan dan minum sungguh bergizi dan sehat, maka tubuh kita akan sehat, segar-bugar senantiasa. Jika makanan duniawi saja dapat membuat kita sehat dan segar bugar, apalagi makanan sorgawi. Dengan kata lain kita yang sering menerima komuni kudus diharapkan menghayati kata-kata ini, yaitu: setiap kali kita menerima komuni kudus berarti kita mengenangkan cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus, artinya kita hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, sehingga kita layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang senantiasa mewartakan apa yang baik, benar,.luhur dan mulia dalam kesibukan dan pelayanan kita sehari-hari. Dengan menerima komuni kudus berarti kita sungguh hidup bergairah dan ceria, tak pernah frustrasi atau putus asa meskipun harus menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan dalam kehidupan.
· "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kis 7: 60), demikian kata-kata terakhir Stefanus yang segera akan mati karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Doa Stefanus ini kiranya meneladan doa Yesus di puncak kayu salib, yang mendoakan mereka yang menyalibkan-Nya : "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk 23:34). Marilah kita yang beriman kepada Yesus Kristus meneladan Stefanus. Marilah kita sadari dan hayati bahwa mereka yang sering menyakiti atau melukai kita belum tentu bersalah, bahkan ada kemungkinan, karena ketidak-tahuan, mereka justru merasa bangga dan sukses. Pahlawan keselamatan sejati memang senantiasa siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk menanggung dosa dan kesalahan orang lain; siap sedia menderita dan mati demi kebahagiaan atau keselamatan orang lain, meskipun dirinya sendiri tidak bersalah atau tidak berdosa sedikitpun. Kami berharap para orangtua atau pendidik/guru dapat menjadi teladan dalam hal ini, artinya jika anak-anak atau para peserta didik tidak berhasil dalam hidup atau belajar berarti para orangtua dan pendidik/guru yang bersalah. Jika generasi penerus brengsek berarti generasi pendahulu tak bermoral. "Kera kentot" = Kenakalan remaja karena kenakalan orangtua. Semoga semua umat beriman dengan rendah hati meneladan semangat Stefanus, sehingga hidup bersama di dunia ini dalam keadaan damai dan tenteram, selamat dan bahagia. Kami berharap kita tidak saling menyalahkan atau mencari kelemahan dan kekurangan orang lain, melainkan saling melihat dan mengimani kebaikan sesama. Marilah kita lihat dan sadari bahwa semua orang berkehendak baik, dan memang perwujudan kehendak baik dapat berbeda satu sama lain, karena keterbatasan kita masing-masing, maka baiklah kita juga dengan rendah hati untuk saling membagikan kehendak baik sebelum diwujudkan untuk disinerjikan. Marilah kita saling mendengarkan, saling memberi dan menerima.
Jakarta, 10 Mei 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Yang dimaksudkan dengan roti yang turun dari sorga, dari Allah tidak lain adalah Yesus Kristus. Kita yang telah dibaptis dan menerima komuni kudus, menghayati sabda tersebut antara lain setiap kali kita menerima komuni kudus, yang kita imani sebagai tubuh Kristus. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua yang selalu menerima komuni kudus dalam Perayaan Ekaristi untuk mawas diri: apakah kita menerima komuni kudus hanya sekedar bersifat liturgis atau formal belaka ataukah kita hayati dengan penuh iman sehingga semangat Yesus Kristus merasuki atau menjiwai cara hidup dan cara bertindak kita. Ingat dan sadari bahwa apa yang kita makan dan minum akan mempengaruhi jati diri kita masing-masing; jika yang kita makan dan minum sungguh bergizi dan sehat, maka tubuh kita akan sehat, segar-bugar senantiasa. Jika makanan duniawi saja dapat membuat kita sehat dan segar bugar, apalagi makanan sorgawi. Dengan kata lain kita yang sering menerima komuni kudus diharapkan menghayati kata-kata ini, yaitu: setiap kali kita menerima komuni kudus berarti kita mengenangkan cara hidup dan cara bertindak Yesus Kristus, artinya kita hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, sehingga kita layak disebut sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang senantiasa mewartakan apa yang baik, benar,.luhur dan mulia dalam kesibukan dan pelayanan kita sehari-hari. Dengan menerima komuni kudus berarti kita sungguh hidup bergairah dan ceria, tak pernah frustrasi atau putus asa meskipun harus menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan dalam kehidupan.
· "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (Kis 7: 60), demikian kata-kata terakhir Stefanus yang segera akan mati karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Doa Stefanus ini kiranya meneladan doa Yesus di puncak kayu salib, yang mendoakan mereka yang menyalibkan-Nya : "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Luk 23:34). Marilah kita yang beriman kepada Yesus Kristus meneladan Stefanus. Marilah kita sadari dan hayati bahwa mereka yang sering menyakiti atau melukai kita belum tentu bersalah, bahkan ada kemungkinan, karena ketidak-tahuan, mereka justru merasa bangga dan sukses. Pahlawan keselamatan sejati memang senantiasa siap sedia dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk menanggung dosa dan kesalahan orang lain; siap sedia menderita dan mati demi kebahagiaan atau keselamatan orang lain, meskipun dirinya sendiri tidak bersalah atau tidak berdosa sedikitpun. Kami berharap para orangtua atau pendidik/guru dapat menjadi teladan dalam hal ini, artinya jika anak-anak atau para peserta didik tidak berhasil dalam hidup atau belajar berarti para orangtua dan pendidik/guru yang bersalah. Jika generasi penerus brengsek berarti generasi pendahulu tak bermoral. "Kera kentot" = Kenakalan remaja karena kenakalan orangtua. Semoga semua umat beriman dengan rendah hati meneladan semangat Stefanus, sehingga hidup bersama di dunia ini dalam keadaan damai dan tenteram, selamat dan bahagia. Kami berharap kita tidak saling menyalahkan atau mencari kelemahan dan kekurangan orang lain, melainkan saling melihat dan mengimani kebaikan sesama. Marilah kita lihat dan sadari bahwa semua orang berkehendak baik, dan memang perwujudan kehendak baik dapat berbeda satu sama lain, karena keterbatasan kita masing-masing, maka baiklah kita juga dengan rendah hati untuk saling membagikan kehendak baik sebelum diwujudkan untuk disinerjikan. Marilah kita saling mendengarkan, saling memberi dan menerima.
"Sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku"
(Mzm 31:3-4a)
(Mzm 31:3-4a)
Jakarta, 10 Mei 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ