2. Tanda Salib dan Salam
a. Tanda Salib
Imam dan umat menandai diri dengan TANDA SALIB sambil berkata sebagai berikut.
I Dalam/Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U Amin.
Tanda Salib adalah tata gerak khas katolik setiap kali mengawali doa atau ibadat; juga ketika jemaat katolik mengawali Perayaan Ekaristi.
Tanda salib merupakan perpaduan antara kata-kata dan perbuatan (tata gerak). Dari segi ini tanda salib memiliki unsur-unsur yang ada dalam sakramen. Tanda Salib merupakan ringkasan iman kita akan Bapa - Putra - Roh Kudus. Tanda Salib juga mengungkapkan bahwa keselamatan kita datang lewat salib.
Cara membawakan tanda salib dalam perayaan Ekaristi adalah sbb: Pemimpin mengucapkan “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” (sementara itu semua membuat tata gerak salib mulai pada dahi >dada >bahu kiri >bahu kanan), dan umat menanggapi dengan “Amin”. Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin membuat pernyataan ‘Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus’ dan umat mengamini dengan aklamasi ‘Amin’. Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban ‘Amin’ ini harus mantap. Dari pihak pemimpin, ia harus mengucapkan “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” itu dengan nada sedemikian rupa sehingga memancing aklamasi “Amin” yang mantap. Pemimpin tidak boleh memborong sampai dengan “Amin”. Karena kalau demikian, ia menggusur hak umat untuk mengamini, dan dapat ditafsirkan bahwa ia tidak menghendaki peran serta umat.
Tata gerak tanda salib harus dilaksanakan dengan khidmat dan cermat, tidak serampangan atau sambil lalu saja. Kita memulai tanda salib dengan menyentuhkan tangan pada dahi, lalu pada dada, lalu pada bahu kiri, dan akhirnya pada bahu kanan.
Tips – Latihan
Umat dilatih membuat tanda salib dengan baik; juga dilatih melagukannya dengan benar dan baik, lihat TPE Umat, hlm. 12.
b. Salam
Sambil membuka tangan, atau dengan cara lain menurut kebiasaan setempat, imam menyampaikan salam kepada umat dengan mengucapkan teks berikut atau yang lain.
I Tuhan bersamamu.
U Dan bersama rohmu.
Makna - Dengan kata-kata salam ini, imam menyatakan bahwa Tuhan sungguh hadir di tengah jemaat yang siap beribadat. Dan dengan jawabannya, jemaat menyatakan bahwa Tuhan yang sama sungguh hadir dalam diri si imam. Jadi pada saat melaksanakan dialog salam ini imam dan umat sedang menyadari bahwa Tuhan benar-benar hadir di tengah kita. Kecuali itu, salam imam dan jawaban dari pihak umat memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.
Cara pemimpin memberikan salam dan cara umat menanggapinya sangat penting. Salam pada hakikatnya harus komunikatif: harus benar-benar ada komunikasi antara pemberi salam (imam) dan penerima salam (umat). Dari pihak imam, komunikasi diungkapkan lewat: pandangan mata, mimik, tata gerak tangan. Semua ini harus benar-benar menopang kata-kata salam. Untuk dapat memberikan salam secara mantap, imam harus menghafal kata-kata salam. Salam akan menjadi kurang menyapa kalau imam, pada saat memberi salam itu, membaca teks dari buku; apalagi kalau sementara memberi salam ia membalik-balik buku, mencari suatu teks, entah apa. Umat pun harus menjawab salam imam dengan mantap, karena dengan jawaban itu umat sedang menyatakan imannya akan kehadiran Tuhan. Komunikasi dan kemantapan salam harus terungkap baik ketika salam itu dilagukan maupun dilafalkan. Maka umat mesti menghafal lagu untuk salam.
Teks salam dalam perayaan Ekaristi diambil dari Alkitab. Salam alkitabiah itu hendaknya tidak diganti dengan ‘salam sekular’ (Selamat pagi, bapak-ibu, anak-anak). Dengan salam sekular seperti ini kita membuyarkan suasana dan alur ibadat yang sudah dibangun lewat perarakan, nyanyian pembukaan, dan tanda salib, yang pada tahap ini menanjak pada kesadaran dan pernyataan iman akan kehadiran Allah.
Tips – Latihan
Umat dilatih melagukan dialog salam (beberapa rumus) dengan baik dan benar, lihat TPE Umat, hlm. 13-14.
Pendalaman
a. Tanda Salib
Imam dan umat menandai diri dengan TANDA SALIB sambil berkata sebagai berikut.
I Dalam/Demi nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus.
U Amin.
Tanda Salib adalah tata gerak khas katolik setiap kali mengawali doa atau ibadat; juga ketika jemaat katolik mengawali Perayaan Ekaristi.
Tanda salib merupakan perpaduan antara kata-kata dan perbuatan (tata gerak). Dari segi ini tanda salib memiliki unsur-unsur yang ada dalam sakramen. Tanda Salib merupakan ringkasan iman kita akan Bapa - Putra - Roh Kudus. Tanda Salib juga mengungkapkan bahwa keselamatan kita datang lewat salib.
Cara membawakan tanda salib dalam perayaan Ekaristi adalah sbb: Pemimpin mengucapkan “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” (sementara itu semua membuat tata gerak salib mulai pada dahi >dada >bahu kiri >bahu kanan), dan umat menanggapi dengan “Amin”. Jadi, pada dasarnya tanda salib dalam perayaan Ekaristi bersifat dialogal. Pemimpin membuat pernyataan ‘Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus’ dan umat mengamini dengan aklamasi ‘Amin’. Baik dilafalkan maupun dilagukan, jawaban ‘Amin’ ini harus mantap. Dari pihak pemimpin, ia harus mengucapkan “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” itu dengan nada sedemikian rupa sehingga memancing aklamasi “Amin” yang mantap. Pemimpin tidak boleh memborong sampai dengan “Amin”. Karena kalau demikian, ia menggusur hak umat untuk mengamini, dan dapat ditafsirkan bahwa ia tidak menghendaki peran serta umat.
Tata gerak tanda salib harus dilaksanakan dengan khidmat dan cermat, tidak serampangan atau sambil lalu saja. Kita memulai tanda salib dengan menyentuhkan tangan pada dahi, lalu pada dada, lalu pada bahu kiri, dan akhirnya pada bahu kanan.
Tips – Latihan
Umat dilatih membuat tanda salib dengan baik; juga dilatih melagukannya dengan benar dan baik, lihat TPE Umat, hlm. 12.
b. Salam
Sambil membuka tangan, atau dengan cara lain menurut kebiasaan setempat, imam menyampaikan salam kepada umat dengan mengucapkan teks berikut atau yang lain.
I Tuhan bersamamu.
U Dan bersama rohmu.
Makna - Dengan kata-kata salam ini, imam menyatakan bahwa Tuhan sungguh hadir di tengah jemaat yang siap beribadat. Dan dengan jawabannya, jemaat menyatakan bahwa Tuhan yang sama sungguh hadir dalam diri si imam. Jadi pada saat melaksanakan dialog salam ini imam dan umat sedang menyadari bahwa Tuhan benar-benar hadir di tengah kita. Kecuali itu, salam imam dan jawaban dari pihak umat memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.
Cara pemimpin memberikan salam dan cara umat menanggapinya sangat penting. Salam pada hakikatnya harus komunikatif: harus benar-benar ada komunikasi antara pemberi salam (imam) dan penerima salam (umat). Dari pihak imam, komunikasi diungkapkan lewat: pandangan mata, mimik, tata gerak tangan. Semua ini harus benar-benar menopang kata-kata salam. Untuk dapat memberikan salam secara mantap, imam harus menghafal kata-kata salam. Salam akan menjadi kurang menyapa kalau imam, pada saat memberi salam itu, membaca teks dari buku; apalagi kalau sementara memberi salam ia membalik-balik buku, mencari suatu teks, entah apa. Umat pun harus menjawab salam imam dengan mantap, karena dengan jawaban itu umat sedang menyatakan imannya akan kehadiran Tuhan. Komunikasi dan kemantapan salam harus terungkap baik ketika salam itu dilagukan maupun dilafalkan. Maka umat mesti menghafal lagu untuk salam.
Teks salam dalam perayaan Ekaristi diambil dari Alkitab. Salam alkitabiah itu hendaknya tidak diganti dengan ‘salam sekular’ (Selamat pagi, bapak-ibu, anak-anak). Dengan salam sekular seperti ini kita membuyarkan suasana dan alur ibadat yang sudah dibangun lewat perarakan, nyanyian pembukaan, dan tanda salib, yang pada tahap ini menanjak pada kesadaran dan pernyataan iman akan kehadiran Allah.
Tips – Latihan
Umat dilatih melagukan dialog salam (beberapa rumus) dengan baik dan benar, lihat TPE Umat, hlm. 13-14.
Pendalaman
1. Apa makna tanda salib?
2. Bagaimana cara membuat tanda salib yang baik?
3. Apa makna salam dalam liturgi?
4. Mengapa salam liturgi tidak baik diganti salam sekular?
Sumber: Mengenal, Mendalami, Mencintai Ekaristi - Ernest Mariyanto
3. Dennis C. Smolarski, S.J., How Not to Say Mass, New York/Mahwah: Paulist Press, 1947, hlm. 38.
4. Bdk. J.D. Crichton, Perayaan Ekaristi, hlm. 68.
5. Bdk. PUMR 50.
6. Dennis, C. Smolarski, How Not to Say Mass, hlm. 39.