BACAAN I: Zef 3:14-18a atau Rm 12:9-16b
MAZMUR TANGGAPAN: Yes 12:12-13.4bcd.5-6; R:6b
I N J I L: Luk 1:39-56
"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”
Kunjungan atau kunjung-mengunjungi memang merupakan tindakan yang membahagiakan, meskipun untuk itu butuh pengorbanan, entah waktu, tenaga atau dana/uang. Orang-orang Jawa memiliki kebiasaan ini pada umumnya di sekitar Hari Raya Idul Fitri. Kunjungan keluarga, sanak saudara dan sahabat terhadap saudaranya yang sakit dan dirawat di rumah sakit kiranya merupakan kebahagiaan dan mendorong proses penyembuhan pasien yang bersangkutan. Kunjungan atau sapaan singkat sering dilakukan kepada saudara kita yang berulang tahun. Para petinggi/atasan sering berkunjung ke daerah, bawahan atau anak buah Paus Yohanes Paulus II alm. kiranya merupakan Paus, Gembala, yang begitu banyak mengunjungi domba-dombanya di seluruh dunia, sehingga Yang Mulia pernah diberi pangkat ‘The flying Pope’, dan kunjungan pastoralnya memang sungguh membahagiakan dan menguatkan domba-dombanya. Apa yang terjadi dalam kunjungan atau perjumpaan kiranya sulit dijelaskan hanya dengan kata-kata saja: kegembiraan hati dan kegairahan jiwa. Maka pada pesta SP Maria mengunjngi Elisabeth hari ini, marilah kita mawas diri perihal keutamaan kunjungan.
"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.” (Luk 1:42-44)
Apa yang keluar dari mulut begitu bertemu dengan sahabat atau saudara pada umumnya saling memberi salam: Selamat Datang, Selamat Pagi, Selamat Malam dst.. Memberi atau meneruskan ‘selamat’ itulah yang pertama-tama terjadi dalam perjumpaan antar sahabat, sebagaimana dilakukan oleh SP Maria kepada Elisabeth. Baik Maria maupun Elisabeth di dalam rahim masing-masing sedang tumbuh berkembang karunia Roh Kudus, mereka berdua penuh dengan Roh Kudus, maka ketika bertemu saling memberi salam dan pujian serentak menyadari dan menghayati kerapuhan dan kelemahan dirinya. Salam yang keluar dari pribadi yang penuh Roh Kudus memberi kegembiraan total pada yang menerimanya, sebagaimana dialami oleh Elisabeth :”Sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan”. Bagaimana kita saling memberi salam atau pengalaman kita menerima salam dari sesama/saudara?
Orang penuh dengan Roh Kudus akan menghasilkan buah-buah Roh, yaitu: “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal5:22-23), maka ketika memberi salam atau menyapa saudara dan sesamanya dijiwai oleh keutamaan-keutamaan tersebut, terutama dengan kelemahlembutan alias tidak dengan kasar dan seram menakutkan. Salam yang dijiwai dengan kelemahlembutan memang menghanyutkan dan mengharukan, sehingga yang mendengar salam tersebut betekuk lutut dan merendahkan diri. Cara yang demikian ini juga dimanfaatkan oleh para penjahat atau penipu terhadap korban-korbannya. Karena para penjahat atau penipu sering juga bertindak dan menyapa dengan lemahlembut, maka sering muncul kecurigaan atau kehati-hatian menanggapi orang yang baru dikenal yang memberi salam dengan lemah lembut. Namun jika kita sendiri penuh dengan Roh Kudus kiranya dapat membedakan mana salam sejati yang lahir dari ketulusan atau kesucian hati dan pura-pura atau sandiwara yang lahir dari kebusukan hati. Maka ketika kita menerima salam yang lemah lembut, baiklah kita tanggapi dengan rendah hati seperti Elisabeth menanggapi salam Maria; dengan cara ini kiranya para penjahat atau penipu akan kelihatan boroknya dan mereka akan mundur teratur dengan malu. Dalam kerendahan hati kiranya kita juga tidak mudah tertipu oleh rayuan-rayuan gombal atau jahat, karena kita tidak akan mudah percaya pada kegembiraan yang mereka tawarkan dan kita sudah bergembira sampai lubuk hati atau rahim.
MAZMUR TANGGAPAN: Yes 12:12-13.4bcd.5-6; R:6b
I N J I L: Luk 1:39-56
"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu”
Kunjungan atau kunjung-mengunjungi memang merupakan tindakan yang membahagiakan, meskipun untuk itu butuh pengorbanan, entah waktu, tenaga atau dana/uang. Orang-orang Jawa memiliki kebiasaan ini pada umumnya di sekitar Hari Raya Idul Fitri. Kunjungan keluarga, sanak saudara dan sahabat terhadap saudaranya yang sakit dan dirawat di rumah sakit kiranya merupakan kebahagiaan dan mendorong proses penyembuhan pasien yang bersangkutan. Kunjungan atau sapaan singkat sering dilakukan kepada saudara kita yang berulang tahun. Para petinggi/atasan sering berkunjung ke daerah, bawahan atau anak buah Paus Yohanes Paulus II alm. kiranya merupakan Paus, Gembala, yang begitu banyak mengunjungi domba-dombanya di seluruh dunia, sehingga Yang Mulia pernah diberi pangkat ‘The flying Pope’, dan kunjungan pastoralnya memang sungguh membahagiakan dan menguatkan domba-dombanya. Apa yang terjadi dalam kunjungan atau perjumpaan kiranya sulit dijelaskan hanya dengan kata-kata saja: kegembiraan hati dan kegairahan jiwa. Maka pada pesta SP Maria mengunjngi Elisabeth hari ini, marilah kita mawas diri perihal keutamaan kunjungan.
"Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan.” (Luk 1:42-44)
Apa yang keluar dari mulut begitu bertemu dengan sahabat atau saudara pada umumnya saling memberi salam: Selamat Datang, Selamat Pagi, Selamat Malam dst.. Memberi atau meneruskan ‘selamat’ itulah yang pertama-tama terjadi dalam perjumpaan antar sahabat, sebagaimana dilakukan oleh SP Maria kepada Elisabeth. Baik Maria maupun Elisabeth di dalam rahim masing-masing sedang tumbuh berkembang karunia Roh Kudus, mereka berdua penuh dengan Roh Kudus, maka ketika bertemu saling memberi salam dan pujian serentak menyadari dan menghayati kerapuhan dan kelemahan dirinya. Salam yang keluar dari pribadi yang penuh Roh Kudus memberi kegembiraan total pada yang menerimanya, sebagaimana dialami oleh Elisabeth :”Sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan”. Bagaimana kita saling memberi salam atau pengalaman kita menerima salam dari sesama/saudara?
Orang penuh dengan Roh Kudus akan menghasilkan buah-buah Roh, yaitu: “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal5:22-23), maka ketika memberi salam atau menyapa saudara dan sesamanya dijiwai oleh keutamaan-keutamaan tersebut, terutama dengan kelemahlembutan alias tidak dengan kasar dan seram menakutkan. Salam yang dijiwai dengan kelemahlembutan memang menghanyutkan dan mengharukan, sehingga yang mendengar salam tersebut betekuk lutut dan merendahkan diri. Cara yang demikian ini juga dimanfaatkan oleh para penjahat atau penipu terhadap korban-korbannya. Karena para penjahat atau penipu sering juga bertindak dan menyapa dengan lemahlembut, maka sering muncul kecurigaan atau kehati-hatian menanggapi orang yang baru dikenal yang memberi salam dengan lemah lembut. Namun jika kita sendiri penuh dengan Roh Kudus kiranya dapat membedakan mana salam sejati yang lahir dari ketulusan atau kesucian hati dan pura-pura atau sandiwara yang lahir dari kebusukan hati. Maka ketika kita menerima salam yang lemah lembut, baiklah kita tanggapi dengan rendah hati seperti Elisabeth menanggapi salam Maria; dengan cara ini kiranya para penjahat atau penipu akan kelihatan boroknya dan mereka akan mundur teratur dengan malu. Dalam kerendahan hati kiranya kita juga tidak mudah tertipu oleh rayuan-rayuan gombal atau jahat, karena kita tidak akan mudah percaya pada kegembiraan yang mereka tawarkan dan kita sudah bergembira sampai lubuk hati atau rahim.
“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. Janganlah menganggap dirimu pandai!” (Rm12:9-1016)
Sapaan atau nasihat Paulus kepada umat di Roma ini kiranya baik kita renungkan dan hayati dalam hidup kita sehari-hari. Maka perkenankan saya uraikan secara sederhana nasihat tersebut:
· “Hendaknya kasih itu jangan pura-pura!”. Pura-pura atau permainan sandiwara dalam kehidupan sehari-hari rasanya masih marak pada masa kini. Tindakan pura-pura atau sandiwara hemat saya mununjukkan bahwa yang bersangkutan tidak percaya diri, tidak bahagia dan nikmat atas dirinya yang unik saat ini. Dengan kata lain ada irihati yang hidup dalam dirinya. Nasihat Paulus ‘hendaknya kasih itu jangan pura-pura’, hemat saya pertama-tama kita harus bahagia dan damai atas diri kita sendiri apa adanya. Ingat: orang bermain sandiwara atau bertindak pura-pura tidak berlangsung lama dan hanya sebentar saja serta mahal beayanya, sementara itu hidup kita berlangsung begitu lama. Bertindak pura-pura atau sandiwara dalam hidup sehari-hari akan segera hancur alias bangkrut dalam segala hal. Marilah kita bertindak apa adanya sesuai kemampuan, kesempatan dan kemungkinan kita masing-masing.
· “Saling mengasihi sebagai saudara dan mendahului memberi salam”. Kita semua adalah saudara, sama-sama ciptaan Allah, sama-sama manusia yang lemah dan rapuh, tak dapat berbuat apa-apa tanpa campur tangan atau kasih Allah. Yang membuat kita dapat hidup seperti saat ini adalah Allah yang mengasihi kita dengan murah hati, maka jika kita dapat mengasihi itu semua karena Allah. “Kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.”(1Yoh4:7), maka Allah telah mengasihi kita lebih dulu sebelum kita dapat mengasihi. Maka sekiranya kita sungguh beriman kepada Allah kiranya kita tidak akan membeda-bedakan saudara atau sesama kita, dan kita akan berlomba mendahului memberi salam.
· “Arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana” . Yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari adalah perkara atau hal-hal sederhana bukan yang muluk-muluk atau tinggi. Untuk hidup sehat dengan bermotto ‘Empat sehat lima sempurna’, hemat saya apa yang perlu dimakan adalah yang sederhana-sederhana, biasa-biasa saja. Sapaan-sapaan sederhana setiap hari atau bertemu rasanya juga membahagiakan dan menyegarkan. Ada rumor: ” Orang pandai/cerdas sejati adalah orang yang dapat membuat apa yang sulit dan berbelit-belit menjadi sederhana dan dapat diketahui serta dinikmati oleh semua/banyak orang”. Demikian juga “orang suci sejati adalah yang dapat mewujudkan kasih yang begitu indah dan mulia ke dalam hal-hal sederhana”. Maka ajakan atau nasihat Paulus “Arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana”, kiranya layak kita hayati dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari, entah di dalam keluarga, tempat kerja/kantor, masyarakat maupun pergaulan-pergaulan.
Pada pesta SP Maria mengunjungi Elisabeth ini kiranya baik kita refleksikan juga cara bertindak, berkarya atau berpastoral kita. Teladan SP Maria mengujungi perlu kita tiru, dan apa yang dihayati SP Maria juga dihayati oleh Penyelamat Dunia, Allah yang menjadi manusia dan tinggal bersama dengan kita, ‘melepaskan ke-Allah-an atau kebesaran-Nya’. Mengunjungi atau mendatangi rasanya merupakan cara bertindak, berkarya dan berpatoral yang perlu kita tingkatkan dan perdalam.
“Sungguh, Allah itu keselamatanku; aku percaya dengan tidak gementar, sebab TUHAN ALLAH itu kekuatanku dan mazmurku, Ia telah menjadi keselamatanku." Maka kamu akan menimba air dengan kegirangan dari mata air keselamatan.Pada waktu itu kamu akan berkata: "Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur! Bermazmurlah bagi TUHAN, sebab perbuatan-Nya mulia; baiklah hal ini diketahui di seluruh bumi! Berserulah dan bersorak-sorailah, hai penduduk Sion, sebab Yang Mahakudus, Allah Israel, agung di tengah-tengahmu!" (Yes 12:2-6)
Ignatius Sumarya, SJ