Pesan Bapa Suci Benediktus XVI Pada Hari Komunikasi Sedunia ke-44

PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
PADA HARI KOMUNIKASI SEDUNIA ke-44
16 MEI 2010

Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda


Saudara dan Saudariku Terkasih,
1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini – Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda – disampaikan bertepatan dengan perayaan Gereja tentang Tahun Imam. Tema ini memusatkan perhatian pada komunikasi digital, suatu bidang pastoral yang peka dan penting, yang memberikan kemungkinan baru bagi para imam dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk Sabda. Berbagai komunitas Gereja sebenarnya telah menggunakan media modern untuk mengembangkan komunikasi, melibatkan diri dalam masyarakat serta mendorong dialog pada tingkat yang lebih luas. Akan tetapi penyebarannya yang tak terbendung serta dampak sosial yang besar pada jaman kini, media itu semakin menjadi penting bagi pelayanan imam yang berhasilguna.

2. Tugas utama semua imam adalah mewartakan Yesus Kristus, Sabda Allah yang inkarnasi dan mengkomunikasi rahmat penyelamatan-Nya melalui sakramen-sakramen. Dihimpun dan dipanggil oleh Sabda, Gereja menjadi tanda dan sarana persekutuan yang Allah ciptakan dengan semua orang. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan dalam Kristus dan bersama Kristus. Disinilah terletak martabat yang luhur dan indah perutusan seorang imam, yang secara istimewa menjawabi tantangan yang ditampilkan oleh Rasul Paulus: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'...Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengarkan tentang Dia? Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya jika mereka tidak diutus? (Rom 10:11, 13-15).

3. Menggunakan tekonologi komunikasi baru merupakan hal yang perlu dilakukan dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran budaya masa kini. Dunia komunikasi digital dengan kemampuan ekspresi yang nyaris tak terbatas mendorong kita untuk mengakui apa yang disampaikan oleh St.Paulus: 'celakalah aku jika aku tidak mewarta*kan Injil’ (1Kor 9:16). Kemudahan mendapatkan teknologi baru yang kian berkembang menuntut tanggungjawab yang lebih besar dari orang-orang terpanggil untuk mewartakan Injil serta termotivasi, terarah dan efisien menunaikan usaha-usaha mereka.
Para imam berada di ambang 'era baru': karena semakin intensifnya relasi lintas batas yang dibentuk oleh pengaruh media komunikasi, demikian pula para imam dipanggil untuk memberikan jawaban pastoral dengan menempatkan media secara berdaya guna demi pelayanan Sabda.

4. Penyebaran komunikasi multimedia dengan ragam 'menu pilihan' tidak dimaksudkan untuk sekadar menghadirkan para imam di internet atau sekadar menjadikan internet ruang untuk diisi. Para imam diharapkan menjadi saksi setia terhadap Injil di dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin-pemimpin komunitas yang terus menerus mengungkapkan dirinya dengan 'suara yang berbeda' yang dihadirkan oleh pasaraya digital. Dengan demikian, para imam ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, fitur animasi,blog dan website) berdampingan dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog evangelisasi dan katekese.

5. Dengan menggunakan teknologi komunikasi baru, para imam dapat memperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang menemukan wajah Kristus. Hal ini akan dicapai dengan baik apabila mereka belajar -sejak dari masa pembinaan mereka- bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi secara kompeten dan cocok dengan pemahaman teologis yang mendalam dan spiritualitas imam yang kokoh, berakar pada dialog terus menerus dengan Tuhan. Dalam dunia komunikasi digital, para imam -lebih dari sekadar sebagai ahli media- seharusnya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan 'jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung.

6. Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sekadar sebagai benda purba atau teori orang terpelajar tetapi sebagai sesuatu yang sungguh nya*ta, hadir dan melibatkan diri. Oleh karena itu, kehadiran pastoral kita di dalam dunia yang demikian harus bermanfaat untuk memperkenalkan orang-orang pada jaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, 'bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki' (Benediktus XVI, Address to the Roman Curia,21 December 2009)

7. Siapakah yang lebih baik dari seorang imam, yang sebagai abdi Allah dan melalui kemampuan*nya di bidang teknologi digital dapat mengembangkan dan menunaikan pelayanan pastoralnya, menghadirkan Allah secara nyata di dunia jaman sekarang dan menampakkan kebijaksanaan rohani masa lampau sebagai harta yang mengilhami usaha kita untuk hidup layak dimasa kini sambil membangun masa depan yang lebih baik? Kaum laki-laki dan perempuan religius yang bekerja di bidang media komunikasi memiliki tangggjawab istimewa untuk membuka pintu bagi berbagai pendekatan baru, mempertahankan mutu interaksi manusia, menunjukkan perhatiannya bagi individu serta kebutuhan rohaninya yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat menolong kaum laki-laki dan perempuan pada jaman digital ini untuk merasakan kehadiran Tuhan, menumbuhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganugra*kan keselamatan dan membangun manusia secara utuh. Dengan demikian, Sabda Allah dapat berjalan melintasi berbagai persimpangan yang tercipta oleh simpangsiurnya aneka ragam 'jalan tol' yang membentuk 'ruang maya' dan menunjukkan bahwa Allah memiliki tempat-Nya yang tepat pada setiap jaman, termasuk di jaman kita ini. Berkat media komunikasi baru, Tuhan dapat menapaki jalan-jalan perkotaan kita sambil berhenti di depan ambang rumah dan hati kita dan mengatakan lagi: Lihatlah, Aku berdiri de depan pintu dan mengetuk, Jika ada yang mendengar suaraku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya dan makan bersama dia dan dia bersama aku" (Why.3:20)

8. Dalam Pesan tahun lalu, saya telah mendorong para pemimpin di dunia komunikasi untuk memajukan budaya menghormati demi nilai dan martabat manusia. Ini merupakan salah satu cara dimana Gereja dipanggil untuk menunaikan 'palayanan terhadap budaya-budaya' di 'benua digital' jaman sekarang. Dengan Injil di tangan dan di hati, kita mesti menegaskan lagi tentang perlunya memper*siapkan cara mengantar orang kepada Sabda Allah sambil memberikan perhatian kepada mereka untuk terus mencari bahkan kita harus mendorong pencarian mereka sebagai langkah awal evangelisasi. Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak, Demikianlah seperti yang diramalkan oleh Nabi Yesaya tentang sebuah rumah doa bagi segala bangsa (bdk Yes 56:7), dapatkah kita tidak melihat internet sebagai ruang yang diberikan kepada kita -semacam 'pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem- yakni mereka yang belum mengenal Allah?

9. Perkembangan dunia digital dan teknologi baru merupakan sumber daya yang besar bagi manusia secara keseluruhan dan setiap individu sebagai daya dorong untuk perjumpaan dan dialog. Akan tetapi perkembangan ini juga memberikan peluang besar bagi orang beriman. Tidak ada pintu yang dapat dan harus ditutup bagi setiap orang yang atas nama Kristus yang bangkit, memiliki komitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada orang lain. Secara khusus bagi para imam, media baru ini memberikan kemungkinan pastoral yang baru dan kaya, mendorong mereka untuk melibatkan diri ke dalam universalitas perutusan Gereja, membangun persahabatan yang luas dan konkrit serta memberikan kesaksian di dunia jaman kini tentang hidup baru yang berasal dari mendengar Injil Yesus, Putra Abadi yang datang demi keselamatan kita. Seiring dengan itu, para imam mestinya mengingat bahwa keberhasilan utama dari pelayanan mereka datang dari Kristus sendiri, yang ditemukan dan didengar dalam doa, diwartakan dalam kotbah dan dihidupi lewat kesaksian; dan diketahui, dicinta dan dirayakan dalam sakramen-sakramen, khususnya sakramen ekaristi dan rekonsiliasi.

Untuk para imamku yang terkasih, sekali lagi saya mendorong anda untuk memanfaatkan kesempat*an-kesempatan unik yang disumbangkan oleh komunikasi modern. Semoga Tuhan menjadikan kalian bentara-bentara Injil yang bersemangat di 'ruang publik' baru media dewasa ini.

Dengan penuh keyakinan, saya memohonkan perlindungan Bunda Maria dan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastor dari Ars, Pelindung para imam) dan dengan penuh kasih saya memberikan kepada anda sekalian berkat apostolikku.

Vatikan, 24 Januari 2010, Pesta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Benediktus XVI

MESSAGE OF HIS HOLINESS

POPE BENEDICT XVI
FOR THE 44th WORLD COMMUNICATIONS DAY

"The Priest and Pastoral Ministry in a Digital World:
New Media at the Service of the Word"

[Sunday, 16 May 2010]

Dear Brothers and Sisters,

The theme of this year’s World Communications Day - The Priest and Pastoral Ministry in a Digital World: New Media at the Service of the Word – is meant to coincide with the Church’s celebration of the Year for Priests. It focuses attention on the important and sensitive pastoral area of digital communications, in which priests can discover new possibilities for carrying out their ministry to and for the Word of God. Church communities have always used the modern media for fostering communication, engagement with society, and, increasingly, for encouraging dialogue at a wider level. Yet the recent, explosive growth and greater social impact of these media make them all the more important for a fruitful priestly ministry.

All priests have as their primary duty the proclamation of Jesus Christ, the incarnate Word of God, and the communication of his saving grace in the sacraments. Gathered and called by the Word, the Church is the sign and instrument of the communion that God creates with all people, and every priest is called to build up this communion, in Christ and with Christ. Such is the lofty dignity and beauty of the mission of the priest, which responds in a special way to the challenge raised by the Apostle Paul: “The Scripture says, ‘No one who believes in him will be put to shame … everyone who calls on the name of the Lord will be saved.’ But how can they call on him in whom they have not believed? And how can they believe in him of whom they have not heard? And how can they hear without someone to preach? And how can people preach unless they are sent? (Rom 10:11, 13-15).

Responding adequately to this challenge amid today’s cultural shifts, to which young people are especially sensitive, necessarily involves using new communications technologies. The world of digital communication, with its almost limitless expressive capacity, makes us appreciate all the more Saint Paul’s exclamation: “Woe to me if I do not preach the Gospel” (1 Cor 9:16) The increased availability of the new technologies demands greater responsibility on the part of those called to proclaim the Word, but it also requires them to become become more focused, efficient and compelling in their efforts. Priests stand at the threshold of a new era: as new technologies create deeper forms of relationship across greater distances, they are called to respond pastorally by putting the media ever more effectively at the service of the Word.

The spread of multimedia communications and its rich “menu of options” might make us think it sufficient simply to be present on the Web, or to see it only as a space to be filled. Yet priests can rightly be expected to be present in the world of digital communications as faithful witnesses to the Gospel, exercising their proper role as leaders of communities which increasingly express themselves with the different “voices” provided by the digital marketplace. Priests are thus challenged to proclaim the Gospel by employing the latest generation of audiovisual resources (images, videos, animated features, blogs, websites) which, alongside traditional means, can open up broad new vistas for dialogue, evangelization and catechesis.

Using new communication technologies, priests can introduce people to the life of the Church and help our contemporaries to discover the face of Christ. They will best achieve this aim if they learn, from the time of their formation, how to use these technologies in a competent and appropriate way, shaped by sound theological insights and reflecting a strong priestly spirituality grounded in constant dialogue with the Lord. Yet priests present in the world of digital communications should be less notable for their media savvy than for their priestly heart, their closeness to Christ. This will not only enliven their pastoral outreach, but also will give a “soul” to the fabric of communications that makes up the “Web”.

God’s loving care for all people in Christ must be expressed in the digital world not simply as an artifact from the past, or a learned theory, but as something concrete, present and engaging. Our pastoral presence in that world must thus serve to show our contemporaries, especially the many people in our day who experience uncertainty and confusion, “that God is near; that in Christ we all belong to one another” (Benedict XVI, Address to the Roman Curia, 21 December 2009).

Who better than a priest, as a man of God, can develop and put into practice, by his competence in current digital technology, a pastoral outreach capable of making God concretely present in today’s world and presenting the religious wisdom of the past as a treasure which can inspire our efforts to live in the present with dignity while building a better future? Consecrated men and women working in the media have a special responsibility for opening the door to new forms of encounter, maintaining the quality of human interaction, and showing concern for individuals and their genuine spiritual needs. They can thus help the men and women of our digital age to sense the Lord’s presence, to grow in expectation and hope, and to draw near to the Word of God which offers salvation and fosters an integral human development. In this way the Word can traverse the many crossroads created by the intersection of all the different “highways” that form “cyberspace”, and show that God has his rightful place in every age, including our own. Thanks to the new communications media, the Lord can walk the streets of our cities and, stopping before the threshold of our homes and our hearts, say once more: “Behold, I stand at the door and knock. If anyone hears my voice and opens the door, I will enter his house and dine with him, and he with me” (Rev 3:20).

In my Message last year, I encouraged leaders in the world of communications to promote a culture of respect for the dignity and value of the human person. This is one of the ways in which the Church is called to exercise a “diaconia of culture” on today’s “digital continent”. With the Gospels in our hands and in our hearts, we must reaffirm the need to continue preparing ways that lead to the Word of God, while being at the same time constantly attentive to those who continue to seek; indeed, we should encourage their seeking as a first step of evangelization. A pastoral presence in the world of digital communications, precisely because it brings us into contact with the followers of other religions, non-believers and people of every culture, requires sensitivity to those who do not believe, the disheartened and those who have a deep, unarticulated desire for enduring truth and the absolute. Just as the prophet Isaiah envisioned a house of prayer for all peoples (cf. Is 56:7), can we not see the web as also offering a space – like the “Court of the Gentiles” of the Temple of Jerusalem – for those who have not yet come to know God?

The development of the new technologies and the larger digital world represents a great resource for humanity as a whole and for every individual, and it can act as a stimulus to encounter and dialogue. But this development likewise represents a great opportunity for believers. No door can or should be closed to those who, in the name of the risen Christ, are committed to drawing near to others. To priests in particular the new media offer ever new and far-reaching pastoral possibilities, encouraging them to embody the universality of the Church’s mission, to build a vast and real fellowship, and to testify in today’s world to the new life which comes from hearing the Gospel of Jesus, the eternal Son who came among us for our salvation. At the same time, priests must always bear in mind that the ultimate fruitfulness of their ministry comes from Christ himself, encountered and listened to in prayer; proclaimed in preaching and lived witness; and known, loved and celebrated in the sacraments, especially the Holy Eucharist and Reconciliation.

To my dear brother priests, then, I renew the invitation to make astute use of the unique possibilities offered by modern communications. May the Lord make all of you enthusiastic heralds of the Gospel in the new “agorà” which the current media are opening up.

With this confidence, I invoke upon you the protection of the Mother of God and of the Holy Curè of Ars and, with affection, I impart to each of you my Apostolic Blessing.

From the Vatican, 24 January 2010, Feast of Saint Francis de Sales.

BENEDICTUS XVI


DHAWUH DALEM SRI PAUS BÉNÉDIKTUS XVI
ING DINA KOMUNIKASI SADONYA KAPING – 44
16 MEI 2010

Pangon lan Pakaryané ing Jagad Digital: Wadhah Anyar tumrap Pamedharing Sabda.

Sadulur-sadulurku Kinasih,

1. Téma Dina Komunikasi Sadonya taun iki –Pangon lan Pakaryané ing Jagad Digital: Wadhah Anyar tumrap Pamedharing Sabda – katur kapinujon karo pèngetan Taun Imam, tauning Pangon Pasamuwan Suci. Téma iki mligèkaké kawigatèn marang komunikasi digital, sawenèhing pérangan pangon kang mranani lan wigati, kang awèh kalodhangan anyar marang para imam kanggo nindakaké pakaryan pangoné tumrap lan kagem Sabda. Sadhéngah komunitas Pasamuwan Suci yektiné wis migunakaké wadhah modern kanggo mekaring komunikasi, cawé-cawé ing bebrayan sarta mbuka wawan rembug sing luwih ombèr. Nanging sumebaré sing ora cinandhet sarta gedhéning dayané ing jaman saiki, wadhah iku saya wigati tumrap pakaryaning imam kang migunani.

2. Tugasé baku kabèh imam iku martakaké Gusti Yésus, Sabdaning Allah kang ngéjawantah lan martakaké berkah panebusanNé lumantar sakramèn-sakramèn. Ditunggalaké lan ditimbali karana Sabda, Pasamuwan Suci dadi tandha lan sarana panunggalan yasan Dalem kanggo kabèh wong. Saben imam ditimbali supaya mbangun panunggalan ing lan karo Gusti Yesus. Ing kéné iki dunungé luhur lan éndahé drajating imam minangka utusan Dalem kang sacara mirunggan nanggapi tantangané Rasul Paulus: ‘Sing sapa ngandel marang Gusti, ora bakal kawirangan’…. Sebab sing sapa sesambat konjuk Gusti, bakal slamet. Nanging piyé wong bisa sambat konjuk Gusti, yèn wong ora ngandel marang Gusti? Lan piyé wong bisa ngandel marang Gusri yèn wong ora krungu bab Gusti? Piyé wong krungu bab Gusti, yèn ora ana sing martakaké bab Gusti? Lan piyé wong bisa martakaké, yèn ora diutus? (Rom 10:11, 13-15).

3. Migunakaké piranti komunikasi anyar iku perlu kanggo mangsuli kanthi maton tantangané kaum mudha ngadhepi owah-owahan kabudayan saiki. Jagading komunikasi digital kang katyasané mèh tanpa wates iku ndayani kita ngakoni pratélané Santo Paulus: ‘cilaka yèn aku ora martakaké Injil’ (1 Kor 9:16). Kalodhangan nganggo piranti anyar sing saya mekar mbutuhaké tanggung jawab kang luwih gedhé tumrap para imam anggoné martakaké Injil kanthi maton, cetha juntrungé lan premati. Para imam iku ana ing tlundaking jaman anyar. Awit sangsaya prematiné lelayanan tanpa wates ing jagading piranti komunikasi, semono uga imam-imam prayoga suka pangonan kanthi mrenahaké piranti sing trep karo pawarta Sabda.

4. Sumebaré komunikasi multimedia jinis ‘menu pilihan’ ora mung awujud nyungulaké para imam ing internèt utawa mung nyawisaké internèt supaya diisi. Para imam diajap dadi seksi kang setya marang Injil ing jagading komunikasi digital kanthi nindakaké jejibahané minangka pangarsané paguyuban sing tansah mratélakaké dhiri kanthi ‘ swara kang béda’ lumantar piranti digital. Istingarah para imam diajap martakaké Injil lumantar piranti audiovisual sing anyar dhéwé (gambar, vidéo, fitur animasi, blog lan wèbsite) amping-ampingan karo piranti lawas, bisa mbukak wawasan anyar lan jembar tumrap piwulang lan pangibadah.

5. Lumantar piranti komunikasi anyar, para imam bisa nepungaké urip katulik marang umat lan mbiyantu wong-wong jaman saiki ketemu pasuryan Dalem. Iki bisa lumaku becik yèn wong sinau – wiwit mangsané sinau—carané nggunakaké piranti komunikasi kanthi bener lan laras karo kawruh téologis kang jero lan jiwaning imam kang kukuh, ngoyod krana tansah wawancara karo Gusti. Ing jagading komunikasi digital, para imam –ora mung ahli bab pirantiné – mesthiné bisa nuduhaké anggoné caket Gusti amrih awèh ‘jiwa’ kang trep tumrap karya pangon lan dayané komunikasi internèt kang ora kena disayuti.

6. Sih Dalem marang kabèh wong lumantar Gusti Yésus kudu diwartakaké ing jagading digital ora mung minangka barang kuna utawa téoriné wong sinau, nanging minangka bab kang nyata, ana lan makarya. Mulané, karya pangon kita ing donya iki kudu migunani amrih wong-wong saiki sing bingung ngadhepi kahanan, bisa tepung Gusti, ‘bilih Gusti iku cedhak, bilih jroning panunggalaning Sang Kristus, kita kabèh padha darbèk-dinarbèkan’ (Benediktus XVI, Address to the Roman Curia, 21 Desember 2009).

7. Sapa sing luwih becik tinimbang imam, sing minangka abdining Allah lumantar kawruhé ing babagan tèknologi digital bisa mekaraké lan nindakaké karya pangoné, ngrawuhaké Gusti kanthi nyata ing donya jaman saiki lan ngéjawantahaké kawicaksanan rohani kang kapungkur dadi bandha kang awèh wisik kita amrih urip becik kanthi mbangun dina sesuk kang luwih becik? Para priya lan wanita mukmin kang makarya ing babagan komunikasi duwé tanggung jawab mirunggan kanggo mbukak kalodhangan anyar, njaga pangajiné pasrawungan, nggatèkaké pribadi sarta kabutuhan rohaniné kang sejati. Yèn ngono Sabda Dalem bisa nrabas manéka simpangan sing dumadi saka pating sluruné ‘jalan tol’ warna-warna kang ‘ngayawara’ lan paring pituduh bilih Gusti kagungan papan gumathok ing saben jaman, klebu ing jaman kita iki. Berkahé piranti komunikasi anyar, Gusti saged klangkungi dalan-dalan ing kutha sinambi kèndel ing ngarep omah lan atiku, paring pangandika: ‘Delengen, Aku jumeneng ing ngarep lawang lan thothok-thothok. Yèn ana sing krungu swaraku lan mengani lawang, Aku bakal mlebu omahé lan mangan bebarengan dhèwèké, lan dhèwèké bareng Aku’ (Why. 3:20)

8. Ing Dhawuh taun kapungkur, aku ngajak para pemimpin ing jagading komunikasi supaya gawé majuné budaya kurmat-kinurmatan minangka aji lan drajating manungsa. Iki sawenèhing cara tumrap Pasamuwan Suci amrih ngladosi budaya-budaya ing ‘jagad digital’ jaman saiki. Kanthi Injil ing tangan lan ing ati, kita kudu nandhesaké manèh bab perluné nyawisaké cara nglarapaké wong mring Sabda Dalem Gusti, ngiras pantes migatèakaké wong mau amrih tansah nggolèki, mandar kita kudu manjurung wong mau tansah nggolèki minangka mulabukané wulangan. Tumanduké pangon ing jagad komunikasi digital dhestun nglantaraké kita srawung karo pangilut agama liya, karo wong-wong tanpa agama lan wong-wong manéka budaya, mbutuhaké kawigatèn tumrap wong sing ora ngandel, nglokro lan kang kapang banget marang bebener langgeng lan tan jinajagan nanging ora winedhar. Mangkono kaya wewecané Nabi Yésaya bab wisma ndedonga kanggo kabèh bangsa (ktd Yes 56:7). Apa bisa kita ora nonton internèt minangka piranti kita – kaya ‘plataran kanggo wong-wong dudu Yahudi’ ing Bait Allah Yerusalem – yaiku wong-wong sing durung tepung Gusti Allah?

9. Mekaring jagad digital lan piranti anyar iku mujudaké pangaribawa gedhé tumrap manungsa sawutuhé lan saben pribadi minangka panyengkuyung kanggo sapatemon lan rembugan. Nanging pamekar iki uga awèh kalodhangan gedhé tumrap wong percaya. Ora ana kori kang bisa lan kudu ditutup tumrap saben wong kang ndhèrèk wungu Dalem, duwé keyakinan saya rumaket marang wong liya. Mligine tumrap para imam, piranti anyar iki awèh kalodhangan pangon kang anyar lan sugih, nyengkuyung para imam amrih tumanggap jroning karya mangrasulé Pasamuwan Suci sawegung. Mbangun paseduluran kang jembar lan nyata, sarta awèh paseksèn ing donya jaman saiki, bab urip anyar amarga krungu Injil Dalem Putra Abadi kang rawuh kanggo slametku. Kejaba iku, para imam mesthi ngèlingi yèn kasiling pangonané iku saka pitulungan Dalem piyambak kang tinemu lan kaprungu jroning sembahyangan, diwartakaké ing kutbah lan diamalaké ing paseksèn. Kabèh mau diweruhi, ditresnani lan diriayakaké ing sakramèn-sakramèn, mliginé sakramèn ékaristi lan rékonsiliasi.

Kanggo para imamku kinasih, sapisan manèh aku nyengkuyung sliramu supaya migunakaké kalodhangan-kalodhangan mligi, pisambungé komunikasi modern. Muga-muga Gusti mberkahi sliramu dadi prajurit-prajurit Injil kang semangat ana ing ‘ruang publik’ anyar ing wektu iki.

Kanthi kebak yakin, aku nyuwunaké pangayoman dalem Kanjeng Ibu Dèwi Maria lan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastur saka Ars, pangayomané para imam) lan kanthi kebak asih aku suka berkah apostolik marang sliramu kabèh.

Vatikan, 24 Januari 2010, Pésta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Bénédiktus XVI


Sing nJawakaké saka basa Indonesia:
Émmanuèl Suharjéndro.



www.vatican.va

www.mirifica.net

http://www.keuskupan-purwokerto.net/index.php?pilih=hal&id=37