Bacaan Injil tahun A bagi Hari Raya Tritunggal
Mahakudus ialah Yoh 3:16-18. Intinya, Allah sedemikian mengasihi dunia
sehingga mengutus Putra-Nya yang tunggal ke dunia untuk
menyelamatkannya. Jadi bukan sebarang utusan. Inilah ungkapan kerahiman
yang paling besar. Diungkapkan dalam ay. 16, “Allah begitu mengasihi
dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup kekal.” Kesediaan Putra diutus ke dunia membuat semua ini sungguh
terjadi. Dalam kata-kata Injil hari ini (ay. 17-18) “Allah mengutus
Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya
dunia diselamatkan melalui Dia. Siapa saja yang percaya kepada-Nya, ia
tidak akan dihukum; siapa yang tidak akan dihukum; siapa saja yang tidak
percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam
nama Anak Tunggal Allah.”
Akan disinggung pada akhir ulasan ini kaitan dengan bacaan pertama,
Kel 34:4b-6.8-9, yang menekankan bahwa “Tuhan itu Allah penyayang dan
pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (ay. 6).
TRITUNGGAL YANG MAHAKUDUS
TRITUNGGAL YANG MAHAKUDUS
Kesaksian yang terhimpun dalam ayat-ayat itu dapat membantu kaum
beriman menyelami iman akan Tritunggal Mahakudus. Dahulu orang memandang
dunia ini sebagai drama yang dilakonkan oleh Allah sendiri. Di dalam
drama ini ada tiga pemeran. Allah Bapa berperan sebagai “pengasal”
tindakan penyelamatan, Allah Putra sebagai “pelaksana”-nya, sedangkan
Allah Roh Kudus “melanjutkannya”. Ketiga pelaku ini menjalankan peran
yang berbeda-beda tapi dengan maksud dan tujuan yang sama, yakni
penyelamatan dunia beserta isinya. Pelaku dalam lakon disebut
“prosoopon” (Yunani) atau “persona” (Latin) yang diindonesiakan sebagai
“pribadi”. Arti harfiah kata Yunani dan Latin ialah gambar wajah yang
dikenakan pelaku sehingga para hadirin langsung menangkap peran mana
sedang dijalankan. Cara berungkap dengan bahasa lakon seperti ini dulu
mudah menghimbau perhatian orang banyak dan oleh karenanya dipakai untuk
menjelaskan karya penyelamatan. Jalan pemikirannya demikian: karya
penyelamatan itu berasal dari Bapa dan dilaksanakan oleh Putra yang
diutus ke dunia, dan kemudian dijaga keberlangsungannya oleh Roh Kudus.
Demikianlah disadari iman mengenai Tritunggal dalam hubungan dengan
karya penyelamatan. Di situ dijelaskan inti keilahian pula. Kesatuan
antara ketiga pribadi itu sedemikian mendalam sehingga keesaan Allah
tidak berubah. Bapa, Putra dan Roh Kudus ialah tiga pribadi dari Allah
yang satu.
Masih samakah makna iman akan Tritunggal itu bagi kita dalam
masyarakat dewasa ini? Ya. Mereka dulu berusaha semakin mengenali karya
penyelamatan di dalam macam-macam keadaan. Begitu pula kita. Yang
beraneka ragam ujudnya ialah peluang nyata serta ungkapan untuk ikut
serta membangun dunia yang baru, dunia yang bisa dikatakan “semakin
diselamatkan” Allah. Percaya bahwa ada karya penyelamatan sendiri
sebetulnya sudah dapat menjadi bentuk keikutsertaan dalam karya ilahi
itu. Mengimani Tritunggal bukan hanya mengucapkan “aku percaya”, tapi
juga ikut serta membangun dunia yang makin layak dan menjaganya agar
tidak merosot. Itulah arti “selamat” dalam bahasa yang dimengerti orang
sekarang. Pemahaman ini dapat membuat iman semakin hidup.
HIDUP KEKAL
Ketiga ayat yang dibacakan hari ini ialah kelanjutan pembicaraan
Nikodemus, seorang ulama Yahudi, dengan Yesus (Yoh 3:1-15). Nikodemus
percaya bahwa Yesus itu utusan Allah sendiri dan ingin mengenalnya lebih
dalam. Yesus membantunya. Perhatian Nikodemus diarahkannya pada warta
yang sejak awal disampaikannya kepada orang banyak, yakni Kerajaan Allah
sudah datang di dunia dan orang diajak bersiap ikut serta di dalamnya.
Kepada Nikodemus diterangkan, syarat untuk ikut serta di dalam Kerajaan
Allah ialah dilahirkan kembali dalam air dan Roh. Maksudnya, dibaptis
menjadi pengikut Yesus dan membiarkan diri dibawa oleh kekuatan-kekuatan
ilahi sendiri – yakni Roh. Dialah yang bakal menuntun ke Kerajaan
Allah. Dengan demikian pelbagai kepastian yang hingga kini dipegang
erat-erat juga tidak terasa mengikat lagi. Karena Nikodemus tidak segera
menangkap, Yesus menjelaskan hal ini dengan cara yang lebih mudah
dipahami, dengan merujuk pada keinginan mencapai hidup kekal. Siapa saja
yang memandangi yang datang dari atas sana, yakni Anak Manusia, dan
percaya kepadanya akan mendapat hidup kekal. Tentu saja Nikodemus
mengerti bahwa Anak Manusia ini ialah Yesus sendiri yang sudah
dipercayanya sebagai utusan yang datang dari Allah sendiri. Tapi masih
perlu satu langkah penting lagi: memulai hidup baru di dalam Kerajaan
Allah. Itulah pokok pembicaraan dengan Nikodemus yang mendahului petikan
yang dibacakan hari ini, yakni ay. 16-18.
Pembaca yang mengikuti pembicaraan tadi akan bertanya, apakah
Kerajaan Allah yang diutarakan pada awal pembicaraan dengan Nikodemus
tadi, ay. 3 dan 5, sama dengan kehidupan kekal yang disebut dalam ay. 15
dan 16? Yohanes memang bermaksud mengajak pembaca memikirkan pertanyaan
itu. Bagi banyak orang “kehidupan kekal” itu gagasan yang langsung
memberi isi pada paham keselamatan. Setiap orang mendambakannya. Tapi
“Kerajaan Allah”? Hanya dikenal di antara para pengikut Yesus! Di luar
itu boleh jadi hanya kalangan murid Yohanes Pembaptis sajalah yang
pernah mendengarnya. Yesus mengajak orang bersiap-siap menyongsong
Kerajaan Allah yang telah datang. Bagi pengikut-pengikutnya, keinginan
yang terdalam tidak berhenti pada gagasan “keselamatan = hidup kekal”,
melainkan lebih jauh dan terarah pada “keselamatan = ikutserta dalam
Kerajaan Allah” bersama dengan Dia yang mengajarkan mengenai Kerajaan
ini.
Hidup kekal dapat dititi dengan hidup beragama dan menjalankan ajaran
agama dengan baik. Tetapi untuk mencapai kesempurnaan dalam arti masuk
ke Kerajaan Allah, perlu ada bimbingan Roh. Begitulah, untuk mendapatkan
hidup kekal, Nikodemus sendiri sudah tahu jalannya – sudah diajarkan
Musa. Namun, untuk memasuki Kerajaan Allah, dibutuhkan penyerahan diri
dan bimbingan Roh.
Pembicaraan dengan Nikodemus itu dapat menjadi cermin untuk mengamati
diri: masih mengarah ke yang biasa, yakni “hidup kekal”, atau sudah
mulai terbuka ke kesempurnaan dalam “Kerajaan Allah”? Yesus sang utusan
ilahi memahami keterbatasan wawasan manusia yang sebijak dan sesaleh
apapun – Nikodemus itu ulama besar!. Tetapi ia tetap mengajak melihat ke
arah yang lebih sempurna, yakni memasuki Kerajaan Allah. Bagian Injil
yang dibacakan hari ini sebetulnya berbicara mengenai keterbukaan pada
kehidupan kekal sebagai jalan masuk untuk ikut serta di dalam Kerajaan
Allah.
MEMAHAMI KERAHIMAN ILAHI
Dalam bacaan pertama Kel 34:4b-6.8-9 dikisahkan bagaimana Musa
memahat dua loh batu untuk menuliskan kembali hukum-hukum yang tadinya
termaktub dalam dua loh pertama yang dipecahkan Musa karena melihat umat
menari-nari dan menyembah lembu emas (Kel 32:19-20). Pembaruan hukum
ini memperlihatkan kebesaran Tuhan, seperti disebutkan dalam Kel 34:6,
“Tuhan itu Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah
kasih-Nya dan setia-Nya”. Inilah yang kemudian menjadi dasar dari hukum
agama dalam umat Perjanjian Lama selanjutnya. Tidak lagi ditekankan
ancaman hukuman turun-temurun bagi mereka yang tidak setia dan
menolaknya seperti dalam Kel 20:5 yang mengawali hukum-hukum
yang disampaikan sebelum umat menjalankan tindakan penyembahan lembu
emas. Ketika umat memang melakukan dosa, memang mereka terhukum. Namun
justru dalam keadaan itu Yang Mahakuasa menunjukkan belaskasihan-Nya
yang besar. Ancaman hukuman tidak langsung berlaku. Malah diberikan
kesempatan untuk kembali. Inilah kebesaran-Nya.
Agama menunjukkan jalan mencapai “keselamatan” sehingga orang
menemukan arti hidup dalam macam-macam keadaan, baik menyenangkan atau
menyedihkan. Agama dan iman membuat orang menemukan diri sebagai makhluk
di hadapan Yang Ilahi. Dalam pewartaan Yesus, masih ada kelanjutannya,
yakni memasuki Kerajaan Allah. Di situ orang belajar mengenali Allah
Pencipta sebagai “Bapa”, sebagai yang dekat, sebagai yang menghendaki
yang terbaik. Dan yang mengajarkannya ialah Putra-Nya sendiri.
Bagi orang Yahudi pada waktu itu, ajaran ini mengejutkan. Mana bisa
manusia membayangkan diri diperanakkan Allah! Dan memang inilah kendala
warta Yesus. Ia disingkirkan oleh pemuka-pemuka agama Yahudi karena
mengajarkan Allah itu Bapa, dan mengakui diri sebagai yang mengenal-Nya
dari dekat. Bagi orang-orang saleh waktu itu semua ini terdengar sebagai
hujatan dan pelecehan. Tetapi memang itulah warta Yesus. Ia menawarkan
citra yang baru dari Allah. Yang Mahakuasa bisa didekati. Berada di
dekat-Nya berarti ikutserta dalam Kerajaan-Nya.
Para murid Yesus yang pertama ialah orang-orang yang berminat akan
warta ini walau belum sepenuhnya mengerti. Baru nanti setelah semuanya
terpenuhi, yakni setelah Allah yang dipanggil Bapa oleh Yesus itu
membangkitkannya dan memberinya hidup baru, gagasan bahwa Allah ialah
Bapa yang Maharahim baru menjadi nyata bagi mereka. Yesus berani
mengorbankan diri demi warta ini. Ia mempertaruhkan diri. Dan dia benar.
Bapanya menerima dan menunjukkan diri kepada orang banyak bahwa Ia
memang seperti yang diajarkan Yesus. Dalam arti inilah Yesus
memperkenalkan kerahiman Allah dengan cara yang paling meyakinkan.
Perhatian dan kerahiman Allah memberi wajah baru kepada dunia. Yang
bersedia menerima kerahiman ini akan berjalan menuju ke terang, ke
ciptaan baru. Para pengikut Yesus dipanggil ke arah hidup kekal dan
lebih jauh lagi, untuk menjadi orang-orang merdeka dari kekuatan yang
mengekang, dari rasa waswas dan terancam. Kekuatan yang mengekang itu
bukan saja dari alam gaib, melainkan amat nyata: ketakadilan,
pembodohan, kemiskinan, perkosaan hak-hak azasi, kekerasan. Sebutkan
saja kebalikan masing-masing dan di situ akan terlihat apa arti
kemerdekaan hidup dalam Kerajaan Allah. Dan orang beriman diajak ikut
serta ke sana.
Salam hangat,
A. Gianto
Salam hangat,
A. Gianto