"Kadang kita berpikir bahwa Liturgi (Misa Kudus) adalah kesempatan untuk menyenangkan Allah di Rumahnya lewat kreativitas kita. Tidak...! Kukatakan kepadamu bahwa tidak! Liturgi (Misa Kudus) adalah waktu Allah di Rumah-Nya di mana Ia sendiri sedang mengenyangkan jiwamu dan jiwaku dengan Tubuh dan Darah-Nya. Ya, Liturgi adalah waktu Tuhan di Rumah-Nya."
Beragam tindakan pelanggaran liturgis atas nama pentingnya nilai-nilai budaya lokal dan pastoral saat ini tak bisa dihindari, dan sepertinya menjadi laris di mana-mana dalam praktek liturgi Gereja Katolik bahwa baik beberapa oknum hirakis maupun awam dengan berani menambahkan, mengurangi bahkan menciptakan kreativitas yang berlebihan sehingga menciderai makna liturgi suci.
Hal yang harus dibuat yakni hendaknya kita memahami makna dan arti liturgi Gereja Katolik secara benar sesuai dengan ajaran dan aturan Gereja (khususnya aturan resmi Gereja tentang Liturgi Suci) agar semua bentuk inkulturasi di dalam liturgi, khususnya di dalam Misa Kudus hanya dapat diizinkan oleh pihak yang berwewenang melalui pertimbangan yang matang, dan BUKAN HANYA OLEH KEBIJAKAN PASTOR PAROKI/KELOMPOK KATEGORIAL dan UMAT TERTENTU di paroki masing-masing. Kebijakan ini dibuat/diberlakukan bukan semata berdasarkan pertimbangan nilai-nilai di atas (budaya dan pastoral) tapi terlebih berdasarkan refleksi/permenungan serta iman/ajaran Gereja Katolik.
Baik awam maupun hirarki hendaknya tidak menjadikan liturgi/Misa Kudus sebagai ajang kreativitas atau pertunjukkan kepandaiannya dalam menghibur umat yang lain, karena sesungguhnya saat liturgi adalah waktu terindah dan khusus dari TUHAN untuk MEMBERIKAN KASIHNYA YANG SEMPURNA dalam dan melalui TUBUH DAN DARAH-NYA sebagai santapan dan bekal setiap jiwa menyongsong keselamatan yang datang daripada-Nya.
============================
Karena itu, Paus Fransiskus berkata tentang Liturgi/Misa Kudus dalam kotbahnya beberapa waktu yang lalu:
Perayaan liturgi bukanlah suatu kegiatan sosial belaka, biarpun kegiatan sosial yang baik sekalipun; Perayaan Liturgi Ekaristi adalah kebersamaan umat beriman yang berdoa. Ini sesuatu yang sangat berbeda. Dalam liturgi itu Allah hadir, dan kehadiran-Nya itu lebih dekat. Kehadiran Allah itu sungguh nyata, sangat nyata.
Bila kita merayakan Ekaristi, kita bukan hanya mengulangi atau mengenangkan Perjamuan Akhir. Bukan itu. Ini adalah sesuatu yang lebih dari itu. Ini adalah Perjamuan Akhir itu sendiri. Perayaan ini adalah benar-benar tindakan penyelamatan oleh wafat dan kebangkitan Kristus itu sendiri. Ini adalah theophany: Allah hadir pada Altar mempersembahkan korban kepada Bapa bagi keselamatan dunia. Saya sering mendengar orang berkata, “saya tidak bisa ikut misa”; bukan ikut misa, melainkan ambil bagian; kita masuk ke dalam theophany, di dalam misteri kehadiran Allah di tengah-tengah kita.
Sedihnya, seringkali kita mengikuti misa sambil melihat-lihat jam tangan; kita menghitung waktu kapan misa ini akan berakhir. Itu bukanlah sikap yang baik untuk kita dalam liturgi; liturgi adalah waktunya dan tempat-Nya Allah; kita harus menempatkan diri kita di sana, dalam waktu dan tempat Tuhan, tanpa melihat-lihat jam.
Dalam liturgi kita dimasukkan ke dalam misteri Allah, membiarkan diri kita diantar masuk ke dalam misteri itu dan menjadi bagian dari misteri itu.
===============================
Dengan demikian, saya berpikir dan mengusulkan agar hendaknya dalam pengakuan dosa, kita tidak hanya mengakui dosa-dosa kita terhadap orang lain, tapi juga mengakui tindakan melukai kita terhadap liturgi suci melalui tindakan dan sikap kita selama kita berpartisipasi di dalam Liturgi suci di mana Allah melalui Putra-Nya sedang mengorbankan Diri kepada kita, tapi kita sendiri menolak dan mengabaikannya karena kita berpikir bahwa itulah waktunya bagi kita untuk menyenangkan Allah dengan kreativitas kita di dalam waktu dan rumah Tuhan.
Salam dan doa dari seorang sahabat untuk para sahabatnya,
***Rinnong - duc in altum***