Rekan-rekan yang budiman!
Satu
hari dalam perjalanannya menuju Galilea, Yesus singgah melepas lelah di
dekat sebuah sumur di daerah Samaria. Di situ ia bertemu dengan seorang
perempuan yang datang hendak menimba air. Terjadi percakapan di antara
mereka. Lambat laun perempuan itu mengenali Yesus sebagai nabi dan
sebagai Mesias yang kedatangannya ditunggu-tungu orang sejak lama.
Perempuan itu kemudian mengajak orang-orang sekota ikut menemui sang
tokoh dan mereka pun ikut percaya. Begitulah ringkasan isi Yoh 4:5-42
yang dibacakan pada Minggu III Prapaskah tahun A ini. Jalan ceritanya
sederhana, tapi kaya akan makna bagi orang zaman sekarang pula.
Pada
akhir tulisan ini akan ditunjukkan pula bagaimana Injil ini dapat
dipakai membaca kembali peristiwa umat mempertengkarkan kehadiran ilahi
yang diceritakan dalam Kel 17:3-7.
CARA PANDANG BERUBAH
Wilayah
Israel dulu terbagi tiga daerah, yakni Yudea (Yerusalem) di selatan,
Galilea (Nazaret) di utara, dan di antara kedua wilayah ini terletak
Samaria. Orang Yudea dan orang Galilea merasa diri orang Yahudi tulen
walau sikap keagamaan masing-masing agak berbeda. Orang Yudea, khususnya
yang di Yerusalem, beranggapan diri mereka lebih patuh beragama
daripada orang Galilea yang biasanya lebih bebas sikapnya. Tetapi baik
orang Yudea maupun orang Galilea umumnya menganggap orang Samaria sesat
karena mereka hanya mengakui Kelima Kitab Musa (Pentateukh) sebagai
Kitab Suci mereka. Orang Samaria juga dianggap bukan Yahudi tulen karena
tercampur dengan orang-orang dari wilayah jajahan Asiria dulu. Ada
sikap saling tak menyukai antara orang Yahudi (baik Yudea maupun
Galilea) dan orang Samaria. Dalam Yoh 4:9 dikatakan perempuan Samaria
itu heran, masakan seorang Yahudi minta minum kepadanya, orang Samaria.
Dan Injil menyisipkan penjelasan "Sebab orang Yahudi tidak bergaul
dengan orang Samaria."
Perjumpaan
dengan perempuan Samaria itu ditampilkan Injil Yohanes dalam bagian yang
menunjukkan bagaimana kehadiran Yesus membawakan kegembiraan
(bandingkan Yoh 2:1-11 pesta di Kana diselamatkan) dan membuat orang
berpikir mengenai ibadat yang kelihatannya beres, tapi morat-marit di
dalamnya (lihat Yoh 2:13-25 pembersihan Bait Allah). Setelah itu ada
percakapan dengan Nikodemus (Yoh 3:1-10) mengenai perlunya "lahir
kembali" untuk mengawali hidup batin bebas dari praanggapan-praanggapan
saleh yang tidak menjamin hidup abadi. Percakapan dengan perempuan
Samaria kali ini (Yoh 4:4-42) merangkum dua gagasan yang ditampilkan
tadi, yakni bagaimana mencapai hidup abadi dan menyembah Yang Ilahi
setulus-tulusnya.
Murid-murid Yesus
heran (ay. 27) melihat guru mereka bercakap-cakap dengan seorang
perempuan. Tidak dikatakan murid-murid itu heran guru mereka bergaul
dengan orang Samaria. Murid-murid ini sudah mengatasi perbedaan suku dan
agama dan wilayah, namun mereka belum lepas dari anggapan bahwa tak
pantas seorang perempuan berbicara langsung dengan seorang guru mengenai
soal-soal batin. Samar-samar Injil memberi kesan mereka akhirnya
berubah pendapat mengenai kaum perempuan.
Di
masyarakat Samaria, kaum perempuan cukup setara kedudukannya dengan
kaum lelaki. Karena itu nanti perempuan Samaria tadi dapat membawa
orang-orang kota Sikhar - tentunya kaum bapak terhormat - untuk datang
menemui Yesus. Latar belakang ini membuat kita melihat betapa perjumpaan
dengan Yesus yang ada dalam perjalanan itu berhasil mengubah
sikap-sikap yang biasanya tidak lagi dipertanyakan. Perempuan Samaria
itu berubah dari curiga menjadi beperhatian dan melihat Yesus sebagai
nabi (ay. 19) dan bahkan Mesias (ay. 25-26). Ia kemudian malah mengajak
orang-orang sekota menemuinya. Juga orang-orang Samaria yang lain
berubah sikap dari hanya sekedar ingin tahu menjadi tulus dan ramah dan
meminta Yesus - tentunya bersama murid-muridnya - tinggal di tempat
mereka (ay. 39-42).
"KIRA-KIRA PUKUL DUABELAS"
Perempuan
Samaria tadi datang ke sumur "kira-kira pada pukul dua belas" (ay. 6).
Ini tak lazim. Biasanya orang tidak menimba air pada tengah hari. Boleh
jadi perempuan tadi merasa kurang enak bertemu para perempuan lain.
Memang kehidupan pribadinya tidak bisa dibanggakan, juga di masyarakat
Samaria sendiri.
Suatu ketika dalam
percakapan dengan perempuan Samaria tadi, Yesus memintanya memanggil
datang suaminya. Tetapi perempuan itu menjawab ia tidak memiliki suami.
Yesus membenarkan sambil menambahkan bahwa perempuan itu pernah bersuami
sampai lima kali dan bahkan yang sekarang hidup bersama dengannya
bukanlah suaminya. Percakapan mengenai kehidupan pribadi perempuan itu
(ay. 16-18) merangkaikan pokok pembicaraan mengenai "air hidup" (ay.
7-15) dan "menyembah Bapa dalam Roh dan Kebenaran" (ay. 9-26).
Keadaan
hidup pribadi yang tidak ideal bukan halangan untuk bertemu dengan dia
yang sedang berjalan lewat Samaria tadi dan menerima kekayaan batin
darinya. Juga tidak menjadi halangan bagi perempuan tadi untuk mengajak
orang-orang sekotanya berbagi kekayaan rohani yang baru ini. Yesus bukan
tokoh yang mengadili. Ia datang untuk memperkaya kehidupan batin
sehingga orang mengenal Tuhan sebagai Bapa.
AIR YANG HIDUP
Dalam
bagian pertama percakapan tadi (ay. 7-15) Yesus menyebut "air yang
hidup" yang bisa diberikannya kepada perempuan Samaria tadi. Dan air
yang hidup itu tidak bakal membuat orang haus lagi. Yang meminumnya akan
menemukan dalam batinnya mata air yang memancarkan air tak
henti-hentinya sampai ke hidup abadi. Apa maksudnya? Dalam bahasa
sehari-hari di sana dulu, "air hidup" ialah air yang mengalir, seperti
air sungai atau air yang keluar dari sumber air, bukan air yang mandek
seperti air yang tertampung dalam sumur.
Yesus - sumber air hidup - minta diberi minum dari perempuan Samaria
yang datang hendak menimba air sumur yang bukan air mengalir - bukan air
hidup. Meskipun Yesus menjelaskan arti rohani air hidup, perempuan tadi
tidak langsung menangkap. Bisa jadi ia malah mengira Yesus berbicara
mengenai tempat yang ada sumber air yang mengalir. Maka perempuan itu
mau tahu di mana sehingga tak usah lagi datang ke sumur itu (ay. 15)
sehingga tak perlu datang pada waktu sumur itu sepi. Ini sisi humor
dalam dialog tadi. Hanya setelah pembicaraan berbelok menyangkut
kehidupan pribadinya, barulah perempuan tadi sadar apa maksud Yesus.
DALAM ROH DAN KEBENARAN
Bagian
kedua percakapan itu (ay. 19-26) berkisar pada tempat ibadat orang
Samaria, yakni di-"gunung" ini, maksudnya gunung Gerizim, tempat
pemujaan mereka. Orang Yahudi menganggap orang Samaria sesat karena ada
anggapan tempat ibadat yang benar ialah Yerusalem. Perempuan tadi juga
tahu hal itu (ay. 20). Tetapi Yesus mengatakan (ay. 21) bahwa akan tiba
saatnya orang akan menyembah Bapa bukan di gunung itu dan bukan juga di
Yerusalem. Tidak dikatakan di mana. Tapi yang dimaksudkannya jelas,
yaitu di dalam dirinya. Lebih jelas lagi, Yesus menolak anggapan
teologis yang waktu itu dikenakan orang Yahudi kepada orang Samaria.
Mereka dianggap menyembah yang tak mereka kenal, sedangkan orang Yahudi
sendiri menganggap diri mereka sajalah yang benar. Mereka mau memonopoli
keselamatan (ay. 22). Yesus menegaskan, bukan hanya akan datang
saatnya, melainkan sudah tiba saatnya orang menyembah Bapa dalam "roh
dan kebenaran" - tidak terikat pada tempat yang membuat kehadiran-Nya
terkurung. Itulah cara menyembah Bapa yang mendapat perkenanNya (ay.
23).
"Dalam roh dan kebenaran",
maksudnya membiarkan dituntun oleh daya yang datang dari atas sana, yang
betul-betul dapat memberi kelegaan, yang dapat menuntun ke hidup abadi.
Dan perempuan tadi bukannya tidak tahu. Ia pernah mendengar bahwa
Mesias akan datang untuk memberitakan semua itu (ay. 25). Yesus
mengatakan bahwa Mesias yang dimaksud ialah dirinya yang saat itu sedang
berbicara dengannya (ay. 26). Saat itulah perempuan tadi mulai mengerti
dan segera pergi mengabarkan kepada orang-orang sekota untuk datang
menemui Yesus (ay. 28) Dikatakan perempuan itu meninggalkan tempayannya -
ia lupa akan tujuan semula pergi ke sumur. Ia mendapatkan sesuatu yang
tak terduga-duga sebelumnya yang jauh lebih berharga. Dan inilah yang
dikabarkannya kepada orang-orang sekota.
MAKNA
Baik
pembaca dari zaman dulu maupun dari zaman sekarang sama-sama diajak
menyadari bahwa Tuhan tetap mendatangi manusia, meskipun kekaburan mata
batin kita sering membuat sosoknya kurang jelas dan suaranya terdengar
lirih oleh telinga batin yang belum peka. Namun Tuhan membantu,
kadang-kadang dengan menyapa kehidupan pribadi kita yang sering menjadi
beban yang hanya bisa ditanggung. Baru di situ kita akan menyadari bahwa
ada kekuatan dari atas yang mendekati dan memerdekakan.
Pembaca
Injil Yohanes diajak memakai percakapan seperti itu untuk membaca
kehidupan ini. Halangan-halangan sosial dan moral juga tidak lagi
dibiarkan membuat kehidupan rohani macet. Juga sisi-sisi gelap
masing-masing tidak usah lagi menjauhkan orang dari sumber air hidup
yang menjadi bekal perjalanan ke hidup abadi. Orang diajak melihat
terangnya sabda ilahi, dan tak usah murung, malu, terintimidasi oleh
sisi-sisi gelap kehidupan ini yang toh tidak bisa diatasi dengan
kekuatan sendiri.
Bagaimana Injil
ini dapat dipakai membaca kembali peristiwa umat mempertengkarkan
kehadiran ilahi yang diceritakan dalam Kel 17:3-7? Umat yang sedang
berjalan di padang gurun itu kehausan dan mendambakan "air" agar bisa
terus "hidup". Ada perkara yang lebih dalam. Teks Keluaran itu
mengisahkan bagaimana kehidupan yang sulit di padang gurun memang
membuat orang sulit percaya bahwa Yang Ilahi tetap melindungi. Dan umat
waktu itu memang tidak percaya lagi. Umat di padang gurun waktu itu
ingin menemui Yang Ilahi dalam ukuran-ukuran mereka sendiri, dalam
cara-cara yang mengenakkan diri mereka. Dan bukan dalam cara yang
ditawarkan-Nya sendiri. Ini amat berbeda dengan yang terjadi pada
perempuan Samaria dan orang sekotanya. Seperti diulas di atas, lambat
laun perempuan yang tadinya terhalang macam-macam hal (sikap permusuhan
orang Samaria terhadap orang Yahudi, kehidupan pribadi perempuan itu
sendiri) berhasil mengerti dan yakin bahwa sang tokoh ini ialah Mesias.
Malah orang-orang sekota akhirnya dibawanya menjadi percaya.
Salam hangat,
A. Gianto