“Orang yang benar-benar percaya, berusaha untuk mengenal lebih baik dia, kepada siapa ia telah memberikan kepercayaannya, dan untuk mengerti lebih baik apa yang telah dinyatakannya. Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat; iman yang semakin dijiwai oleh cinta” (Katekismus Gereja Katolik no 158). Ada tiga keutamaan utama yang saling terkait, yaitu ‘iman, harapan dan cintakasih’, dapat dibedakan namun hemat saya tak dapat dipisahkan. Orang mengaku beriman hendaknya juga hidup penuh pengharapan dan cintakasih. Cintakasih pertama-tama harus dilakukan atau dihayati dan tentu saja dijiwai oleh harapan dan iman, sehingga tindakan atau perbuatannya akan lebih tangguh dan handal, memiliki kekuatan yang luar biasa, sebagaimana disabdakan oleh Yesus hari ini. Maka marilah kita renungkan atau refleksikan secara mendalam sabda Yesus hari ini serta kemudian kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun.
"Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu”(Luk 17:6)
Beriman berarti mengarahkan atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah: hati, jiwa, akal budi dan anggota tubuh terarahkan kepada Allah. Memang kedalaman atau kehandalan iman berbeda satu sama di antara kita semua umat beriman, namun sekecil apapun iman kita akan sangat potensial memberdayakan cara hidup dan cara bertindak kita. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan bahwa memiliki iman mendalam dan handal tidak ada ketakutan sedikitpun. Sebagai contoh ketika saya bertugas sebagai Ekonom Keuskupan Agung Semarang, sebagai penanggungjawab keuangan atau pendanaan harus mengusahakan dana sebesar ¾ (tiga perempat) milyard atau Rp.750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) pada tahun 1988 guna membeaya kunjungan Paus Yohanes Paulus II. Dana tersebut harus tersedia dalam waktu kurang lebih 5(lima) bulan. Saat ini saya percaya bahwa seluruh umat wilayah Keuskupan Agung Semarang sungguh beriman serta siap sedia mendukung beaya tersebut; dan memang pada waktunya dana tersedia dan bahkan tersisa juga.
Iman kita yang kecil sangat berguna untuk percaya kepada saudara-saudari kita, tanpa pandang bulu, dan dengan percaya kepada saudara-saudari kita selanjutnya kita semakin dikuatkan dan diberdayakan, sehingga tidak takut menghadapi tugas, pekerjaan dan perutusan yang begitu besar dan berat. Mulailah dengan pikiran anda, yaitu setiap kali harus menghadapi tugas pekerjaan besar dan berat berpikirlah bahwa anda pasti akan mampu mengerjakannya dan selesai pada waktunya. Jika otak sadar atau pikiran kita berkata secara positif yang demikian itu, maka otak bawah sadar kita yang tersebar di semua anggota tubuh kita akan mendukungnya dengan mewujudkannya alias kita pasti akan bekerja keras tanpa kenal lelah sehingga berhasil pada waktunya.
Otak bawah sadar kita senantiasa mentaati sepenuhnya segala perintah atau keinginan otak sadar kita. Atau baiklah jika anda senantiasa berkata sebagaimana menjadi motto Bapak Andrie Wongso, promotor Indonesia : “My life is success, success is my life” (=Hidup saya adalah sukses, sukses adalah hidup saya). Didiklah dan binalah anak-anak anda untuk bersikap mental yang demikian itu dan tentu saja dengan teladan konkret dari orangtua/bapak-ibu. Bapak-ibu atau orangtua kiranya memiliki pengalaman mendalam dalam hati itu, yaitu ketika anda berdua saling mempersembahkan diri sepenuhnya dalam hubungan seksual, yang disertai keimanan bahwa Allah pasti akan mengabulkan dambaan anda berdua, yaitu kelahiran seorang anak sebagai buah kasih anda berdua. Semoga pengalaman anda berdua tersebut juga menjadi nyata atau dihayati dalam kehidupan lainnya.
Kepada para peserta didik atau pelajar dan mahasiswa-mahasiswi kami ajak dan ingatkan untuk menghayati tugas belajar dengan dan dalam iman yang mendalam, sehingga anda sukses dalam tugas belajar. Dengan kata lain usahakan minimal sehari belajar selama 8 (delapan) jam, yang berarti ketika anda di kelas belajar bersama guru selama 6 (enam) jam, maka di rumah belajar sendiri atau bersama teman lain selama 2 (dua) jam; memperdalam pelajaran yang baru saja diterima atau mempersiapkan pelajaran yang hari esok mau diajarkan.
“Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus” (1Tim 1:13-14)
Sharing Paulus kepada Timotius ini kiranya baik menjadi permenungan atau refleksi kita. Kiranya jika kita mawas diri dengan benar dan baik pasti akan menyadari dan mengakui bahwa ketika masa remaja kita adalah orang-orang yang nakal dan kurang ajar, atau bahkan suka mengganggu orang lain sehingga mereka marah. Namun karena didikan dan pendampingan baik dari orangtua maupun para guru di sekolah-sekolah kita tumbuh berkembang menjadi baik sebagaimana adanya pada saat ini. Maaf saya sendiri termasuk anak nakal dan kurang ajar ketika sedang belajar di tingkat sekolah dasar dan menengah. Anak jika tidak nakal dan kurang ajar rasanya tidak normal, dengan kata lain anak atau remaja itu nakal dan kurang ajar menurut hemat saya wajar saja, tetapi kalau orangtua nakal dan kurang ajar itulah yang tidak wajar.
Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua orang-orang dewasa yang telah sukses dalam panggilan maupun tugas pekerjaan untuk senantiasa hidup penuh syukur dan terima kasih, karena kasih karunia Allah yang telah dilimpahkan kepada kita secara melimpah ruah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan, mendidik, membina dan mengasihi kita dengan aneka bentuk dan cara. Syukur dan terima kasih kita hendaknya diwujudkan dengan memberi perhatian kepada anak-anak dan generasi muda/remaja alias dengan pengorbanan dan kerelaan hati siap sedia mendidik dan membina anak-anak dan remaja, syukur rela menjadi guru atau pendidik. Masa kini hemat saya sungguh membutuhkan pendidik, guru, formator/pembina bagi anak-anak dan generasi muda.
Memang tugas pekerjaan sebagai pendidik, guru atau formator tidak mudah, sarat dengan tantangan dan masalah, dan mungkin minim akan hiburan sesaat. Kebahagiaan dan hiburan sejati tidak lain adalah ketika mereka yang dididik dan dibina tumbuh berkembang menjadi pribadi yang dewasa, cerdas beriman. Dalam kegembiraan macam itu kiranya kita dapat bersyukur dan berbagi pengalaman seperti Paulus: “Kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus” . Jika anda tidak tergerak menjadi pendidik, guru atau formator, dengan rendah hati kami mohon kepada anda untuk membantu pelayanan pendidikan atau pembinaan anak-anak dan generasi muda dengan dana atau harta benda . Ada baiknya jika anda juga mendukung dan membantu pendidikan calon imam di seminari-seminari atau pembinaan di pesantren-pesantren dst..
“Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya! Janganlah keraskan hatimu seperti di Meriba, seperti pada hari di Masa di padang gurun,pada waktu nenek moyangmu mencobai Aku, menguji Aku, padahal mereka melihat perbuatan-Ku” (Mzm 95: 6-9).
Minggu, 6 Oktober 2013
Romo Ignatius Sumarya SJ