"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Saat ini cukup banyak kasus orang tidak setia pada panggilan dan tugas pengutusannya. Aneka peristiwa yang saya dengar antara lain: ada pastor yang karena kelalaiannya atau kesambalewa-annya terjebak dalam relasi dengan lawan jenis, entah janda atau gadis, bahkan sampai ada yang hamil sehingga sang pastor mau tak mau harus mengawininya, ada pasangan suami-isteri yang telah menikah kurang lebih 10 tahun dan dianugerahi tiga anak bercerai, katanya merasa tidak cocok lagi atau tak dapat saling mengasihi lagi, demikian juga ketidak-setiaan pada pegawai atau pejabat, mahasiswa/i atau pelajar/murid juga memprihatinkan. Mereka semua pada umumnya mengaku sebagai orang beriman atau beragama, namun ternyata tidak menghayati iman atau ajaran agamanya. Sabda hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk mawas diri perihal kesetiaan iman, panggilan dan tugas pengutusan kita, maka marilah kita renungkan dengan mendalam sabda Yesus hari ini.
"Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku”.(Luk 14:26)
Sabda Yesus di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua dalam hal kesetiaan penghayatan janji dan panggilan kita masing-masing. “Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat. Ini diwujudkan dalam perilaku tetap memilih dan mempertahankan perjanjian yang telah dibuat dari godaan-godaan yang lebih menguntungkan” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka-Jakarta 1997, hal 24-25). Maka perkenankan secara sederhana kami angkat aneka macam janji yang telah kita ikhrarkan, semoga dapat membantu anda dalam mawas diri:
1) Janji baptis. Ketika dibaptis kita berjanji, entah secara langsung atau tidak langsung melalui wali baptis, bahwa ‘hanya mau mengabdi Allah saja serta menolak semua godaan setan’. Godaan setan yang dapat merongrong janji ini antara lain kemalasan, kenikmatan dan cari enak sendiri. Kemalasan, kenikmatan dan cari enak sendiri hemat saya saling terkait: pemalas pada umumnya hanya cari yang enak sesuai selera pribadi dan nikmat. Lawan kemalasan adalah rajin, maka dengan ini kami berharap anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dididik dan dibina dalam hal kerajinan dalam melaksanakan segala sesuatu, dan tentu saja dengan teladan konkret pada orangtua. Hendaknya anda semua rajin melaksanakan kehendak dan perintah Allah, antara lain dengan rajin melakukan apa yang baik. Ketika dimana pun dan kapan pun kita senantiasa melakukan apa yang baik, maka tak akan mudah tergoda untuk menuruti dan melakukan godaan setan.2) Janji perkawinan. Pudarnya pandangan atau ajaran benar tentang seksualitas telah membuat hidup berkeluarga terasa hambar dan memiliki kecenderungan untuk bubar. Banyak orang memandang dan menyikapi seksualitas sebagai kenikmatan jasmani atau daging alias secara materialistis melulu, sehingga ketika relasi antar suami-isteri tidak ada kenikmatan seks lagi cenderung untuk bubar. Relasi seksual merupakan buah dari relasi cintakasih, dimana antar suami dan isteri berjanji untuk saling mengasihi dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan/tubuh, baik dalam untung maupun malang, sehat maupun sakit, sampai mati. Dengan kata lain kenikmatan seksual adalah kulit dan bukan isi. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para suami dan isteri untuk lebih menghayati isi dan maksud saling mengasihi, yaitu menanggapi panggilan Allah. Allah lah yang harus diutamakan bukan kenikmatan seksual, kebahagiaan sejati antar suami-isteri lah yang utama bukan kenikmatan seksual.3) Kaul membiara. Berkaul sering disebut sebagai ‘serah-setia’. Mereka yang terpanggil hidup membiara berkaul hidup dalam keperawanan, kemiskinan dan ketaatan. Ketika mengucapkan kaul yang bersangkutan menyerahkan sepenuhnya kepemilikan dengan segala kenikmatannya yang terkait dengan seks, harta benda dan keingingan atau dambaan, kepada Allah melalui pembesar lembaga hidup bakti terkait. Apa yang telah diserahkan tak dapat diambil seenaknya, dan jika akan mengambil kembali harus minta izin dari Allah melalui pembesar terkait, mengambil tanpa izin berarti mencuri, dan kiranya masa kini cukup banyak bruder atau suster mencuri seenaknya. Kesetiaan anda antara lain menjadi nyata dalam minta izin ketika mau mengambil kembali apa yang telah diserahkan. Memang kedalaman atas apa yang diserahkan juga akan menentukan kedalaman penghayatan kaul atau serah-setia.4) Janji imamat. Salah satu tugas dan panggilan imam adalah sebagai penyalur berkat atau rahmat Allah bagi umat manusia dan doa atau dambaan umat manusia kepada Allah. Cirikhas penyalur yang baik adalah jujur dan disiplin. “Berdisiplin adalah kesadaran akan sikap dan perilaku yang sudah tertanam dalam diri sesuai dengan tata tertib yang berlaku dalam suatu keteraturan secara berkesinambungan yang diarahkan pada suatu tujuan atau sasaran yang telah ditentukan”, sedangkan “jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10 dan 17). Kami berharap kepada rekan-rekan imam untuk jujur dan disiplin dalam pelayanan kepada umat yang menjadi tanggung jawabnya. Marilah siap sedia berkorban bagi umat, meneladan Yesus yang rela menderita dan wafat di kayu salib demi keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.
“Manusia manakah dapat mengenal rencana Allah, atau siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan? Pikiran segala makhluk yang fana adalah hina, dan pertimbangan kami ini tidak tetap. Sebab jiwa dibebani badan yang fana, dan kemah dari tanah memberatkan budi yang banyak berpikir. Sukar kami menerka apa yang ada di bumi, dan dengan susah payah kami menemukan apa yang ada di tangan, tapi siapa gerangan telah menyelami apa yang ada di sorga? Siapa gerangan sampai mengenal kehendak-Mu, kalau Engkau sendiri tidak menganugerahkan kebijaksanaan, dan jika Roh Kudus-Mu dari atas tidak Kauutus” (Keb 9:13-17)
Kutipan ini kiranya baik untuk kita renungkan sebagai umat beriman atau beragama. Kita dapat bertindak bijak atau benar dan baik dan benar kiranya hanya mungkin karena Allah mengaugerahi kita. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua: hendaknya kita jangan melupakan hidup doa, meditasi atau kontemplasi setiap hari, guna mohon pencerahan dari Allah perihal apa yang harus kita lakukan atau kerjakan. Selain berdoa kiranya kita juga dapat membaca dan merenungkan aneka dokumen iman, misalnya Kitab Suci, Ajaran-ajaran Gereja Katolik, aneka tata tertib atau aturan hidup bersama dst…
Mengingat dan memperhatikan bahwa kita masih dalam bulan Kitab Suci Nasional, maka dengan ini kami mengajak anda sekalian untuk rajin dan tekun membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci setiap hari. Jika anda memiliki kesempatan berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi harian kami harapkan sungguh mendengarkan dan mencecap dalam-dalam pembacaan Kitab Suci pada perayaan tersebut, dan jika tidak dapat berpartisipasi dalam perayaan Ekaristi, baiklah setiap hari meluangkan waktu dan tenaga untuk membaca dan merenungkan apa yang tertulis di dalam Kitab Suci. Ingatlah, sadari dan hayati bahwa Sabda atau Firman Allah merupakan salah satu Pembina iman kita yang baik dan tangguh. Kehendak Allah dapat kita temukan di dalam Kitab Suci yang telah diwariskan kepada kita.
“Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak-anak manusia!" Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh,di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu” (Mzm 90:3-6)
Minggu, 8 September 2013
Romo. Ign Sumarya SJ