“ Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?" Lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Mereka mendekati kampung yang mereka tuju, lalu Ia berbuat seolah-olah hendak meneruskan perjalanan-Nya. Tetapi mereka sangat mendesak-Nya, katanya: "Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam." Lalu masuklah Ia untuk tinggal bersama-sama dengan mereka. Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka. Kata mereka seorang kepada yang lain: "Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?" Lalu bangunlah mereka dan terus kembali ke Yerusalem. Di situ mereka mendapati kesebelas murid itu. Mereka sedang berkumpul bersama-sama dengan teman-teman mereka. Kata mereka itu: "Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon." Lalu kedua orang itu pun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti.” (Luk 24:25-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kami percaya bahwa kita semua pernah mengalami frustrasi atau putus asa, karena ada sesuatu yang kita dambakan atau cita-citakan tidak terlaksana, atau kita kehilangan pegangan atau pedoman hidup, sebagaimana dialami oleh dua murid dari Emaus, yang dikisahkan dalam Warta Gembira hari ini. Dua murid Emaus bingung dan frustrasi mendengar aneka ceritera tentang Yesus, yang telah wafat di kayu salib dan dimakamkan diceriterakan telah bangkit dari mati. Mereka tak percaya kepada ceritera-ceritera yang tersebar di Yerusalem itu, maka daripada bingung mereka pulang kampung ke Emaus. Dalam perjalanan pulang mereka menerima penampakan Yesus yang telah bangkit dari mati, dan Ia menanyakan perihal kebingungan dan frustrasi mereka. Setelah mereka menceriterakan apa yang terjadi perilah Yesus dan makan bersama, tiba-tiba mereka sadar bahwa yang menemani perjalanan mereka adalah Yesus yang telah bangkit dari mati. Kepada mereka berdua Yesus berkata: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?". Pandai dan bodoh dalam Kerajaan Allah atau hidup beriman ada dalam hati, bukan pikiran atau otak. Dan ketika mereka bercakap-cakap perihal apa yang tertulis di dalam Kitab Suci serta berpartisipasi dalam makan bersama, mereka sadar akan dan mengimani kebangkitan Yesus dari mati, yang membuat mereka bergairah dan gembira. Sabda Tuhan dan Perayaan Ekaristi memang membuat kita bergairah dan bergembira, maka marilah kita berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, yang di dalamnya juga ada pembacaan dan permenungan Sabda Tuhan, agar kita hidup bergembira dan bergairah. Sabda Tuhan dan Perayaan Ekaristi membuat hati kita cerdas secara spiritual.
· "Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!"Lalu ia memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu.Ia melonjak berdiri lalu berjalan kian ke mari dan mengikuti mereka ke dalam Bait Allah, berjalan dan melompat-lompat serta memuji Allah. Seluruh rakyat itu melihat dia berjalan sambil memuji Allah” (Kis 3:6-9). Dalam nama Yesus Kristus Petrus menyembuhkan orang sakit lumpuh, sehingga yang bersangkutan dapat berjalan. Iman akan kebangkitan Yesus memang dapat membangkitkan mereka yang lumpuh. Mungkin di lingkungan hidup kita tak ada yang lumpuh secara fisik, tetapi kiranya pasti ada yang lumpuh secara social, emosional maupun psikologis. Marilah kita dekat dan perlakukan mereka yang lumpuh dalam dan dengan iman, alias kita bangkitkan mereka dari kelumpuhan social, emosional atau psikologis. Percayalah bahwa jika kita hidup dan bertindak dalam dan oleh iman kita tak akan mengalami kelumpuhan, sebaliknya cara hidup dan cara bertindak kita akan menggairahkan, memberi semangat orang-orang yang sedang mengalami kelumpuhan social, emosional maupun psikologis. Kita gairahkan saudara-saudari kita yang sedang lesu dan frustrasi. Orang yang bersemangat materialistis pada umumnya mudah jatuh kedalam frustrasi atau kelesuan spiritual. Hendaknya anda jangan bersikap mental materialistis.
“Bersyukurlah kepada TUHAN, serukanlah nama-Nya, perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa! Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu!” (Mzm 105:1-4)
Rabu, 3 April 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ