“ Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya. Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" Kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya. Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." Maka mereka pun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan. Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: "Dia ini adalah benar-benar Nabi yang akan datang ke dalam dunia." Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.” (Yoh 6: 5-15) ,demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kutipan Warta Gembira di atas ini sering dijadikan inspirasi bagi gerakan social atau solidaritas dalam kehidupan bersama: hidup beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Lima roti dan dua ekor ikan” digandakan dan akhirnya dapat memberi makanan ribuan orang, bahkan tersisa cukup banyak. Secara kebetulan yang membawa bekal lima roti dan dua ekor ikan adalah seorang anak, dan dengan kerelaan serta jiwa besar mempersembahkan semua bekalnya kepada Tuhan dan akhirnya dengan mujizat terjadilah berkat luar biasa bagi banyak orang. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan anda sekalian: hendaknya anak-anak sedini mungkin di dalam keluarga dibiasakan dan dididik untuk ‘berbagi’: dibina dan dididik dalam kepekaan social atau solidaritas, perhatian terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan dalam lingkungan hidupnya. Sikap mental solidaritas atau kepekaan social sungguh mengalami erosi atau degradasi di masyarakat kita masa kini, karena pengaruh HP atau internet, dimana orang asyik dengan HP atau komputernya dan kurang memperhatikan orang lain. HP telah mempengaruhi banyak orang bersikap mental egois, hanya mengedepankan kepentingan pribadi saja. Kami berharap anak-anak sedini mungkin dibiasakan untuk menggunakan sarana-prasarana elektronik sebagai wahana semakin memanusiakan diri sebagai makhluk social. Hendaknya orangtua dapat membatasi anak-anaknya dalam menggunakan sarana-prasarana elektronik untuk diarahkan bercuhat dan bercakap-cakap dengan saudara-saudarinya.
· “Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah." (Kis 5:38-39), demikian usul atau nasihat salah seorang tokoh Yahudi, yang kemudian mereka terima usul atau nasihat ini. Usul atau nasihat yang sungguh bijak ini kiranya juga dapat menjadi pegangan atau acuan hidup kita. Kita semua diciptakan dalam kasih dan kebebasan, maka hendaknya kita memperlakukan orang lain juga dalam kasih dan kebebasan. Perbuatan yang berasal dari Allah memang tak mungkin dihentikan, sebaliknya jika berasal dari manusia akan berhenti dengan sendirinya. Setiap manusia memiliki kreatifitas, maka hendaknya diwujudkan demi kepentingan bersama. Percayalah bahwa jika kreatifitas kita berasal dari Allah pasti akan terwujud atau terlaksana. “Allah yang mengutus dan Allah juga yang akan menyelesaikan tugas pengutusan tersebut”, inilah keyakinan iman yang hendaknya menjadi pegangan kita. Memang dari pihak kita juga diharapkan bekerja keras, dengan kata lain 100% membaktikan diri pada tugas pengutusan, dan 100% mengandalkan diri pada kekuatan dan penyelenggaraan Ilahi. Asal tujuan dan kehendak kita baik adanya, percayalah pasti akan terlaksana dengan baik (saya memiliki banyak pengalaman dalam hal niat dan kehendak baik yang akhirnya memperoleh banyak dukungan, sehingga niat dan kehendak baik menjadi nyata dalam tindakan atau perbuatan). Para pemimpin atau atasan kami harapkan menghayati nasihat atau usul di atas dalam menghadapi aneka macam bentuk pembaharuan.
“Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
(Mzm 27:13-14)
Jumat, 12 April 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ