“Dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi”
Mulai hari ini kita memasuki Minggu Suci, dan dalam ibadat hari ini kita mengenangkan Yesus, yang dalam kesederhaanNya memasuki kota Yerusalem, kota abadi, kota idaman, serta dielu-elukan alias disambut banyak orang, warga masyarakat. Maka dalam memasuki Minggu Suci ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri: sejauh mana dalam perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita, kita berusaha dengan kerja keras menuju ‘idaman atau dambaan’ kita masing-masing, dan kiranya yang menjadi idaman atau dambaan kita semua umat beriman tidak lain adalah kepenuhan penghayatan iman kita, yang berarti kita sepenuhnya mempersembahkan diri kepada Tuhan, “dalam nama Yesus bertekuk lutut” kepada Allah yang telah menciptakan dan mendampingi perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita siang-malam, tiada henti, terus-menerus. “Segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang di bawah bumi” membaktikan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi, dan untuk itu kiranya peranan manusia sangat menentukan.
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp 2:5-8)
Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita dipanggil untuk “menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Kristus Yesus”, yaitu hidup dan bertindak dengan rendah hati. Rendah hati merupakan keutaman dasar dan utama yang harus dihayati oleh segenap umat beriman. Para pakar moral mengartikan “rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedomana Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Sedangkan pembimbing rohani saya pribadi, Rm A.Soenarja SJ (alm.) mengartikan rendah hati masa kini adalah ‘tidak mengeluh atau tidak menggerutu’ ketika harus menghadapi aneka penderitaan sebagai konsekwensi pada panggilan dan tugas pengutusan.
Tema APP tahun 2013 ini adalah “Semakin Beriman dengan Bekerja Keras dan Menghayati Misteri Salib Tuhan”, dan selama kurang lebih 40 (empat puluh) hari kita diajak mawas diri melalui aneka kegiatan perihal tema tersebut, maka pertanyaan saat ini adalah ‘apakah kita semakin beriman dengan bekerja keras dan menghayati misteri Salib Tuhan’. Bekerja keras dan menghayati misteri Salib Tuhan bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan namun tak dapat dipisahkan. Tanpa iman bekerja keras pada umumnya mudah mengeluh dan menggerutu alias tidak rela menghayati misteri Salib Tuhan. Maka pertama-tama hendaknya diingatkan rekan-rekan anda pemalas apakah sudah bertobat dan sekarang menjadi pekerja keras, entah itu peserta didik/pelajar, mahasiswa-mahasiswi atau pekerja. Sedangkan kepada mereka yang mudah mengeluh atau menggerutu kami ajak untuk memandang dan menatap Salib Tuhan.
Perjalanan Yesus memasuki kota abadi,Yerusalem, yang kita kenangkan hari ini tidak lain adalah merupakan awal pemenuhan tugas pengutusan-Nya dengan menderita dan wafat di kayu salib serta dibangkitkan dari kematian. Bagi kita hal ini berarti merupakan ajakan untuk meninggalkan dosa alias mematikan kehendak, sikap dan perilaku jahat/dosa serta kemudian hidup sesuai dengan panggilan dan pengutusan kita masing-masing, dan sebagai orang yang telah dibaptis di malam Paskah nanti kita diajak untuk memperbaharui janji baptis, sedangkan rekan-rekan imam/ pastor pada hari Kamis Putih, dalam Perayaan Ekaristi Pemberkatan Minyak Suci, bersama Uskup diajak memperbaharui janji imamat. Semoga kita semua dalam keadaan siap sedia untuk diperbaharui atau memperbaharui diri, bangkit dari kelesuan, kemalasan, hidup seenaknya dst..
"Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” (Luk 23:42)
Kutipan di atas ini adalah doa salah satu ‘penjahat’ yang disalibkan bersama dengan Yesus. Kami percaya bahwa penjahat yang bertobat ini sebenarnya bukan penjahat sebagaimana menjadi anggapan banyak orang, melainkan orang baik yang terjebak dalam struktur kehidupan bersama para penjahat, sebagaimana dialami beberapa orang di antara kita yang bekerja, entah di lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, yang sarat dengan tindakan korupsi di negeri kita ini. Dengan kata lain doa atau kutipan di atas kiranya baik untuk menjadi bahan permenungan atau refleksi bagi anda semua yang berbudi pekerti luhur atau bermoral namun terjebak dalam kerja yang sarat dengan tindakan amoral. Jika anda mampu bertahan untuk tidak melakukan tindakan amoral kami ucapkan proficiat, namun sekiranya tidak mungkin, dengan kata lain antara lain ikut korupsi, kami harapkan harta benda atau uang hasil korupsi dikembalikan kepada rakyat demi kesejahteraan umum. Selanjutnya marilah kita renungkan kesaksian iman nabi Yesaya di bawah ini.
“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang.” (Yes 50:4-5). Adakah orang-orang yang masih lesu, frustrasi atau loyo di lingkungan hidup kita, kita semua dipanggil untuk memberi semangat kepada mereka. Kepada kita semua yang telah menyatakan niat mengadakan pembaharuan hidup, sebagai buah pengakuan dosa, kami harapkan untuk ‘tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang’, maju terus, pantang mundur mengadakan pembaharuan hidup, penghayatan panggilan dan pelaksanaan tugas pengutusan.
Kepada anda semua kami ajak untuk tidak menoleh kebelakang, bagaikan seorang sopir atau pengemudi, yang senantiasa memandang ke depan dan sekali waktu menoleh kebelakang sejauh diperlukan dengan tetap ‘memandang ke depan’ dengan melihat kaca spion. Semua itu dilakukan demi keselamatan dalam perjalanan dan sampai tujuan selamat juga pada waktunya. Perjalanan hidup kita mungkin jika dihitung dengan waktu ada yang masih panjang atau tak lama lagi harus berhenti alias meninggal dunia, namun kiranya tak seorang pun dari kita kapan waktunya dipanggil Tuhan alias meninggal dunia, maka hendaknya kita senantiasa dalam keadaan siap siaga sewaktu-waktu dipanggil Tuhan atau meninggal dunia alias senantiasa hidup baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur.
Masa depan kita ada di tangan kita masing-masing, apa yang kita lakukan pada saat ini menentukan masa depan kita. Maka marilah kita nikmati hari ini sebaik mungkin, dengan kata lain marilah menggunakan waktu seefektif, seefisien dan seafektif mungkin. Jangan memboroskan waktu dan tenaga untuk hal-hal yang sia-sia dan tidak berguna bagi keselamatan jiwa kita. Baiklah kita memperdalam dan memeperkembangkan keterampilan mengatur waktu, antara lain apa-apa yang penting demi keselamatan jiwa kita, dan kita kerjakan sesuai dengan prioritas, alias marilah kita mengadakan perencanaan kerja yang baik sesuai dengan kesempatan, kemampuan dan kemungkinan kita masing-masing.
"Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkannya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadanya?" Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau yang membuat aku aman pada dada ibuku” (Mzm 22:9-10)
Minggu, 24 Maret 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ