“ Raja Herodes juga mendengar tentang Yesus, sebab nama-Nya sudah terkenal dan orang mengatakan: "Yohanes Pembaptis sudah bangkit dari antara orang mati dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam Dia." Yang lain mengatakan: "Dia itu Elia!" Yang lain lagi mengatakan: "Dia itu seorang nabi sama seperti nabi-nabi yang dahulu." Waktu Herodes mendengar hal itu, ia berkata: "Bukan, dia itu Yohanes yang sudah kupenggal kepalanya, dan yang bangkit lagi." Sebab memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, isteri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai isteri. Karena Yohanes pernah menegor Herodes: "Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!" (Mrk 6:14-18), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sebagai orang beriman atau beragama kita memiliki rahmat kenabian, yang diharapkan menghayati panggilan kenabian dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun. Kita diharapkan meneladan Yohanes Pembaptis, yang akhirnya dibunuh dengan dipenggal kepalanya, karena keberaniannya menegor raja Herodes: ”Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!”. Mengambil isteri saudaranya berarti merampas apa atau siapa yang paling dikasihi dari saudaranya. Mungkin bagi kita semua jarang melakukannya atau tidak ada satupun dari kita melakukan hal yang sama seperti itu, namun hemat saya mengambil milik orang lain kiranya pernah atau sering kita lakukan. Atau kita sendiri tidak pernah melakukan tindakan ‘mengambil milik orang lain’ alias mencuri atau korupsi, maka jika demikian adanya kami ajak anda untuk berani memberantas aneka bentuk pencurian atau korupsi di lingkungan hidup maupun lingkungan kerja masing-masing. Jika ada saudara, kenalan atau teman kita mencuri atau korupsi hendaknya segera ditegor dan dingatkan, jika anda tidak menegor atau mengingatkan berarti anda mendukung pencurian atau korupsi tersebut, atau bahkan terlibat dalam usaha pencurian atau korupsi tersebut. Dalam hal hidup jujur kami sangat terkesan akan pengalaman saya priabadi ketika saya masih menjadi frater di Jakarta, dimana pada suatu siang saya bercakap-cakap dengan seorang pemulung. Dari percakapan bersama muncul kata-kata dari pemulung tersebut yang sungguh mengesan dan membekas dalam diri saya, yaitu “Lebih baik menjadi pemulung daripada mencuri atau korupsi”. Beranikah kita berpedoman hidup: “Lebih baik hidup sederhana dan miskin daripada mencuri atau korupsi”.
· “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah. Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibr 13:4-5). Aneka kejahatan atau perilaku amoral memang dapat berawal di tempat tidur, dimana orang ketika sulit tidur berangan macam-macam, termasuk untuk berbuat jahat, mencuri atau korupsi. Tempat tidur juga menjadi cemar karena dipakai oleh orang-orang yang berhubungan seks bukan dengan suami atau isterinya sendiri, melainkan dengan pelacur atau PIL atau WIL. Kita semua dipanggil untuk menghormati perkawinan, tidak mengganggu hidup suami-isteri, sebagaimana sering terjadi di lingkungan orang-orang kantor di jam-jam istirahat siang. Kita semua diharapkan juga tidak menjadi hamba uang alias ‘mata duiten, kaki dan tangan duiten’ alias bergairah dan bergerak cepat ketika melihat uang, sedangkan tanpa uang lesu adanya. Uang juga yang sering mencemarkan tempat tidur, karena dengan uang orang membeli orang untuk diajak tidur bersama dan hubungan seks bebas. Kepada kita semua kami ingatkan dan ajak bahwa uang adalah sarana untuk mendukung manusia dalam rangka memuji, memuliakan, mengabdi dan menghormati Tuhan, maka jika tidak mendukung alias mengganggu singkirkan saja. Aneka sarana-prasarana maupun harta benda dan uang tercipta demi manusia agar semakin manusiawi serta kemudian semakin membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah, Penyelenggaraan Ilahi. Semakin kaya akan sarana-prasarana, harta benda atau uang hendaknya semakin beriman, semakin suci, semakin hidup sosial.
“TUHAN adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itu pun aku tetap percaya.Sebab Ia melindungi aku dalam pondok-Nya pada waktu bahaya; Ia menyembunyikan aku dalam persembunyian di kemah-Nya, Ia mengangkat aku ke atas gunung batu.” (Mzm 27:1.3.5)
Jumat, 8 Februari 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ