“ Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga.Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."(Mrk 7:1-8) ,demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam hidup bersama dimana pun senantiasa ada tata tertib atau aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh mereka yang tergabung dalam hidup bersama tersebut, entah itu di tingkat RT, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten dst.. dan juga di lingkungan hidup beragama. Di masing-masing suku dan bangsa sering juga masih hidup dengan kuat tradisi sebagai peninggalan nenek moyang atau leluhur, yang pada umumnya juga sangat berpengaruh dalam buku atau bangsa tersebut. Sebagai contoh misalnya dalam hal penentuan hari dan jam pernikahan. Namun juga dalam hal kebiasaan hidup yang lain juga masih marak, misalnya di beberapa suku masih berlaku aturan ‘hutang nyawa harus membayar ganti rugi dengan nyawa’, antara lain di Indonesia hal ini kiranya masih berlaku di lingkungan suku-suku di pedalamanan Irian Jaya. Sabda hari ini mengingatkan kita semua, umat beriman, agar dalam cara hidup dan cara bertindak dimana pun senantiasa lebih mengutamakan kehendak dan perintah Allah daripada adat-istiadat manusia. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua: hendaknya dalam dan dengan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai orang yang percaya kepada Yesus Kristus kami harapkan kita lebih setia terhadap sabda dan ajaran-Nya daripada aneka nasihat, saran dan petunjuk manusia. Secara umum kami ingatkan; hendaknya dalam dan semangat cinta kasih kita melaksanakan aneka tatanan dan aturan, karena hemat saya tatatan dan aturan dibuat berdasarkan cintakasih demi cintakasih.
· "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” (Kej 1:26). Kita semua diciptakan oleh menurut gambar atau citra-Nya, dengan kata lain kita juga diharapkan senantiasa melaksanakan perintah dan kehendak Allah, sehingga siapapun yang melihat kita akan melihat karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini. Karena masing-masing dari kita adalah gambar atau citra Allah, maka selayaknya jika kita senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi, saling menghormati dan menjunjung tinggi, dan tiada seorang pun yang melecehkan atau merendahkan sesamanya. Kita semua harus menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia, maka dimana ada pelanggaran atau pelecehan hak-hak azasi manusia, kami harapkan kita segera bertindak memeranginya. Pecehan hak-hak azasi atau harkat martabat manusia yang mungkin pada umumnya terjadi hemat saya erat kaitannya dengan masalah kenikmatan seksual, dimana orang menilai manusia hanya dalam kenikmatan seksual. Pelecehan ini hemat saya dapat terjadi dalam relasi antara suami dan isteri, entah pihak isteri atau pihak suami hanya dijadikan sarana pemuas kenikmatan seks saja. Dengan kata lain hubungan seksual tanpa kebebasan dan cintakasih hemat saya merupakan pelecehan harkat martabat manusia, dan hal ini dapat terjadi dalam relasi antar suami-isteri, tidak hanya dalam pelacuran saja. Pecehan harkat-martabat manusia juga dapat terjadi dalam dunia kerja, dimana nilai kerja manusia dihargai seperti mesin saja. Kita semua juga dipanggil untuk merawat dan mengurus aneka binatang, entah yang ada di dalam air, di udara maupun di daratan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta.
“Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan:apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang;burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan”
(Mzm 8:4-9)
Selasa, 12 Februari 2013
Romo Ignatius Sumarya, SJ