“Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”
Keluarga merupakan dasar hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka jika semua keluarga baik adanya secara otomatis hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara akan dalam keadaan damai sejahtera dan aman-tenteram. Namun sungguh memprihatinkan bahwa tidak semua keluarga baik adanya atau bahkan mayoritas keluarga mengalami erosi atau kemerosotan moral, sehingga hidup bersama kacau balau sebagaimana dapat kita saksikan pada masa kini. Perceraian antar suami-isteri semakin marak, anak-anak yang kurang kasih sayang dari orangtua semakin banyak, demikian pula tindak kejahatan semakin membengkak. Maka pada hari raya “Pesta Keluarga Kudus” dari Nasaret, Yusuf, Maria dan Kanak-kanak Yesus hari ini, perkenankan saya mengajak mereka yang hidup berkeluarga atau akan hidup berkeluarga sebagai suami-isteri untuk mawas diri dengan cermin Keluarga Kudus dari Nasaret
“Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.” (Luk 2:52)
Kita semua sebagai manusia adalah ciptaan Allah, yang diciptakan dalam dan oleh kasih-Nya bekerjasama dengan orangtua, bapak-ibu kita masing-masing yang saling mengasihi, maka masing-masing dari kita adalah ‘buah kasih’ atau yang terkasih dan dapat tumbuh berkembang sebagaimana adanya pada saat ini hanya karena dan oleh kasih. Ikatan laki-laki dan perempuan menjadi suami-isteri juga karena dan oleh kasih, dan kasih antar-suami isteri akan terjadi sampai mati jika mereka berdua dengan sungguh-sungguh saling mengasihi. Cintakasih itu bebas, alias tak terbatas, dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh cintakasih. Dalam dan oleh cintakasih orang dapat berbuat apapun asal tidak pernah melecehkan sedikitpun harkat martabat manusia, dirinya sendiri maupun orang lain.
Anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada suami-isteri hendaknya juga dididik dan dibesarkan dalam dan oleh cintakasih. Maka dalam mendidik dan membina anak-anak jauhkan dari aneka macam pemanjaan maupun paksaan. Ingatlah dan sadari bahwa anda berdua tergerak untuk menjadi suami-isteri juga dilandasi atau didasari oleh cintakasih dan kebebasan, dan hendaknya cintakasih dan kebebasan anda berdua semakin mendalam dan mantap, sehingga mampu mendidik dan mendampingi anak-anak yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada anda berdua dalam dan dengan cintakasih dan kebebasan. Kita semua kiranya mendambakan diri kita semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama atau saudara-saudari kita, maka hendaknya kita juga senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan sesama kita dimana pun dan kapan pun.
Jika anda memiliki beberapa anak hendaknya mendampingi dan mendidik anak-anaknya dengan jiwa ‘cura personalis’, masing-masing diberi perhatian sesuai dengan perkembangan, bakat dan kemungkinannya, tidak digeneralisir. Hendaknya anak-anak juga jangan merasa kurang dikasihi atau diperhatikan oleh orangtuanya, dan tentu saja antar kakak-adik juga dididik dan dibina untuk saling mengasihi dan memperhatikan. Salah satu keprihatinan saya masa kini adalah perihal kepekaan sosial, peka terhadap orang lain atau dalam bahasa asing “to be man/woman for/with others” (menjadi laki-laki/perempuan bagi atau bersama dengan yang lain). Pengalaman relasi antar orangtua dan anak, kakak dan adik, anggota keluarga dengan pembantu rumah tangga merupakan modal untuk kelak kemudian ketika menjadi orang dewasa dalam berrelasi dengan atas, rekan kerja/teman/sahabat dan para pembantu yang lain atau mereka yang miskin dan berkekurangan. Maka binalah anak-anak anda dalam berrelasi dengan anda sebagai orangtua, antar kakak-adik, dengan pembantu rumah tangga dalam hal kepekaan terhadap kebutuhan yang lain.
Kami juga berharap bahwa di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster, maka jadikanlah keluarga anda sebagai tempat ‘penyemaian benih-benih panggilan’. Gereja Katolik masa kini membutuhkan imam, bruder dan suster yang handal dan kompeten dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan zaman yang begitu cepat berubah.
“Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya. Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Barangsiapa menuruti segala perintah-Nya, ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dan demikianlah kita ketahui, bahwa Allah ada di dalam kita, yaitu Roh yang telah Ia karuniakan kepada kita” (1Yoh 3:21-24)
Kutipan di atas ini mengingatkan dan mengajak kita agar sebagai umat beriman atau beragama senantiasa hidup dan bertindak saling mengasihi dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Ajaran hidup dan bertindak saling mengasihi hemat saya merupakan ajaran semua agama atau keyakinan kepercayaan apapun. Barangsiapa hidup saling mengasihi atau melaksanakan perintah Allah berarti “ia diam di dalam Allah dan Allah di dalam dia”, dengan demikian orang akan semakin setia dalam melaksanakan atau menghayati perintah dan sabdaNya atau kehendakNya. Orang yang diam di dalam Allah juga dapat menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah.
Kami harapkan keluarga-keluarga kristiani khususnya maupun keluarga-keluarga pada umumnya sungguh menghayati kehadiran Allah di dalam keluarga, dan semua anggota keluarga senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah. Kami percaya bahwa para suami-isteri pun menghayati diri bahwa yang mempertemukan mereka untuk hidup bersama sampai mati juga Allah sendiri, maka diawali oleh Allah hendaknya juga diakhiri oleh Allah. Hendaknya semua gairah, cita-cita, harapan dan dambaan seluruh anggota keluarga ada dalam Allah, yang tidak lain adalah keselamatan jiwa manusia.
Karena Allah hadir di dalam keluarga, maka hendaknya keluarga menyediakan waktu khusus untuk menghadap Allah bersama-sama, berdoa bersama serta bercurhat bersama, dan kiranya baik juga dibacakan dan direnungkan sabda-sabda Allah sebagaimana tertulis di dalam Kitab Suci. Sekali lagi kami katakan bahwa sekiranya apa yang kami kirimkan via email setiap hari boleh dibacakan dan didengarkan serta dicecap bersama-sama. Tak lupa dengan rendah hati kami mohon doakan juga para imam, bruder dan suster agar setia dalam panggilan mereka, Dengan sering mendoakan para imam, bruder maupun suster kami berharap bahwa di antara anak-anak anda ada yang tergerak untuk menjadi imam, bruder atau suster.
Secara khusus dengan rendah hati kami mohon doa bagi kami yang lemah dan rapuh ini, karena pada hari ini kami merayakan 29 tahun tahbisan imamat kami. Saya pribadi ketika ditahbiskan menjadi imam mengambil motto ini sebagai pegangan perjalanan imamat saya, yaitu “ Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya.” (Ef 3:12). Semoga kami setia menghayati panggilan imamat dalam melayani umat Allah yang diserahkan kepada kami.
“Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya TUHAN semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran TUHAN; hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Allah yang hidup. Berbahagialah orang-orang yang diam di rumah-Mu, yang terus-menerus memuji-muji Engkau.Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah” (Mzm 84:2-3.5-6)
Minggu, 30 Desember 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ