“Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.”
Masa
Adven memang masa persiapan, yaitu masa-masa untuk mempersiapkan diri
sebaik mungkin agar kelak layak menerima kedatangan Penyelamat Dunia,
Pembawa Damai bagi umat manusia di bumi. Kami percaya bahwa kita semua
yang beriman kepada Yesus Kristus telah berusaha mempersiapkan diri,
paling tidak secara fisik atau material, namun hemat saya yang
pertama-tama dan terutama harus dipersiapkan adalah hal-hal spiritual
atau rohani, yang terkait dengan hati, jiwa dan akal budi kita. Sabda
hari ini mengajak kita semua untuk merenungkan seruan Yohanes, bentara
kedatangan Penyelamat Dunia, maka marilah kita renungkan dan cecap
dalam-dalam seruannya, sebagaimana saya kutipkan di bawah ini.
“Bertobatlah
dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti
ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang
berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan,
luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap
gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan,
yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat
keselamatan yang dari Tuhan." (Luk 3:4-6)
Kegiatan mempersiapkan kedatangan Penyelamat Dunia hendaknya dipusatkan pada seruan “Luruskanlah jalan bagi-Nya”, jalan
yang akan dilewati oleh Tuhan. Seruan ini mengajak dan mengingatkan
kita semua agar kita senantiasa memiliki ‘ujud/tujuan lurus’ dan tentu
saja juga dalam rangka mewujudkan ujud atau tujuan tersebut juga
menempuh jalan-jalan lurus alias jalan-jalan yang baik, dengan
berperilaku baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Kami percaya bahwa
kita semua adalah orang-orang lemah dan rapuh, yang dengan mudah
tergoda untuk mengikuti jalan-jalan atau cara-cara yang tidak baik, yang
hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi. Dampak dari itu semua
antara lain adalah hidup kita tidak tenang, tidak damai dan tidak
tenteram, dan diri kita
senantiasa merasa di dalam ancaman.
“Setiap
lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata,
yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan”,
demikian seruan Yohanes, yang hendaknya kita hayati atau laksanakan.
Maka marilah kita periksa dengan teliti dan cermat hati, jiwa dan akal
budi kita, apakah ada liku-liku, lekuk-lekuk dan timbunan yang harus
diluruskan. Sekali lagi kami angkat bahwa dalam diri kita masing-masing
pasti ada yang perlu diluruskan, maka marilah kita mawas diri. Semakin
tambah usia dan pengalaman kiranya juga bertambah juga liku-liku dan
lekuk-lekuk alias dosa-dosanya, maka siapapun yang merasa lebih tua atau
senior kami harapkan dapat menjadi teladan dalam hal penghayatan diri
sebagai yang berdosa, dan dengan demikian
hendaknya juga menjadi teladan dalam hal kerendahan hati.
Dosa yang pada umumnya cukup banyak dilakukan hemat saya adalah: mengeluh, menggerutu atau marah-marah, yang berarti
melecehkan harkat martabat manusia lain. Ada sesuatu yang tidak sesuai
dengan selera pribadi atau keinginan sendiri pada umumnya orang mengeluh
atau menggerutu, entah sesuatu tersebut adalah cuaca, keadaan, makanan,
minuman, tugas, pekerjaan dst.. Jika orang mudah mengeluh atau
menggerutu terhadap cuaca, situasi dan kondisi alam
raya ini hemat saya berarti melecehkan atau merendahkan Allah sendiri,
Sang Pencipta. Maka pertama-tama kami mengajak anda sekalian untuk
meluruskan diri/sikap terhadap alam ciptaan Allah beserta dampaknya,
antara lain ‘nikmati saja cuaca atau situasi dan kondisi alam
yang ada’. Saya sendiri pernah tinggal untuk beberapa waktu di daerah
panas dengan suhu rata-rata 40 derajat Celcius (di daerah New
Delhi-India) dan di daerah dingin jika malam hari
bersuhu -20 derajat dan siang hari -10 derajat (di daerah
Krakow-Polandia). Saya nikmati saja panas maupun dingin yang ada, dan
toh akhirnya juga tetap sehat saja.
Mungkin
di antara kita juga ada yang berdosa cukup besar, dan dengan demikian
merugikan orang lain, maka jika demikian kami harapkan sungguh bertobat
serta kemudian mewujudkan tanda sesal dan tobat secara konkret dengan
senantiasa membahagiakan siapapun yang dijumpai atau hidup bersama.
Marilah kita usahakan bersama kehidupan bersama yang enak dan nikmat
untuk didiami, sehingga juga merupakan ‘lahan’ yang siap sedia untuk
didatangi oleh Penyelamat Dunia. Semoga siapapun senantiasa berusaha
dengan sungguh-sungguh kehidupan bersama yang damai sejahtera dan aman
tenteram, tidak ada kejahatan sedikitpun di lingkungan hidup kita.
Selanjutnya marilah kita renungkan atau refleksikan sapaan/sharing
Paulus kepada umat di Filipi di bawah ini.
“Dan
inilah doaku, semoga kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang
benar dan dalam segala macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa
yang baik, supaya kamu suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus,
penuh dengan buah kebenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus untuk
memuliakan dan memuji Allah. Aku menghendaki, saudara-saudara, supaya
kamu tahu, bahwa apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan
kemajuan Injil, sehingga telah jelas bagi seluruh istana dan semua orang
lain, bahwa aku dipenjarakan karena Kristus”(Flp 1:9-13)
Kiranya kita sebagai orang beriman atau beragama selayaknya untuk saling mendoakan satu sama lain dan harapan “semoga
kasihmu makin melimpah dalam pengetahuan yang benar dan dalam segala
macam pengertian, sehingga kamu dapat memilih apa yang baik, supaya kamu
suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus(Tuhan)”. Hari Tuhan disini kiranya bagi kita dapat diartikan sebagai ‘hari Natal’ atau
‘hari kematian kita masing-masing’ alias hari peralihan diri kita dari
dunia fana ke dunia baka. Jika kita mendambakan menjelang ‘hari Tuhan’
tersebut tetap ceria dan sehat wal’afiat seutuhnya alias siap sedia
bertemu dengan-Nya secara pribadi, marilah kita senantiasa mengusahakan
pengetahuan yang benar serta
memilih apa yang baik untuk kita lakukan atau hayati.
Paulus membagikan pengalamannya sebagai yang “dipenjarakan karena Kristus”, yang
berarti orang yang sungguh dikuasai atau dirajai oleh Tuhan, sehingga
mau tak mau dalam situasi dan kondisi apapun, kapan pun dan dimana pun
senantiasa hanya melaksanakan kehendak dan perintah Tuhan. Saya kira
kebanyakan dari kita lebih dipenjarakan karena harta benda atau
nafsu-nafsu duniawi alias lebih bersikap mental duniawi atau
materialistis, lebih-lebih orang-orang kota besar, misalnya Jakarta,
yang konon harga diri ada pada ‘mampu membeli’ yaitu membeli aneka
produk baru, entah barang tersebut fungsional atau tidak fungsional
tidak perlu dipermasalahkan, yang penting membeli dan memiliki. Masa
kini kiranya cukup banyak orang juga dipenjarakan oleh “Hand
Phone” (HP), sehingga dimana pun dan kapan pun HP tak pernah terlepas
dari genggamannya, termasuk ketika sedang rapat atau beribadat.
Sungguh
memprihatinkan ketika dalam rapat orang lebih mengutamakan HP-nya
daripada mengikuti atau berpartisipasi dalam rapat, misalnya setiap kali
keluar dari rapat hanya untuk kontak dengan atau berhubungan dengan
orang lain melalui ‘HP’nya. Hemat saya orang yang demikian melecehkan
orang lain yang ada di dalam rapat tersebut, dan lebih melecehkan lagi
orang yang sedang berbicara atau sedang memberikan masukan atau pendapat
dalam rapat tersebut. Kami berharap kapan pun dan dimana pun
masing-masing dari kita dapat memilih apa yang baik yang harus
dilakukan, yaitu apa yang lebih menyelamatkan dan membahagiakan jiwa
manusia, termasuk jiwa kita sendiri.
“Ketika
TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang
bermimpi. Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita
dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara
bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang
ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita
bersukacita. Pulihkanlah keadaan kami, ya TUHAN, seperti memulihkan
batang air kering di Tanah Negeb!” (Mzm 126:1-4)
Minggu, 9 Desember 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ