“Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” (Mat 13:16-17), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St.Yoakim dan St.Anna, orangtua SP Maria, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ada orangtua calon seminaris di Seminari Mertoyudan, ketika berwawancara dengan Tim Finansial untuk membicarakan sumbangan bagi anaknya yang diterima di Seminari Mertoyudan, begitu pelit dan alot untuk memberi sumbangan, dan memang kesediaan untuk memberi sumbangan akhirnya memang tidak sesuai dengan kemampuannya. Namun setelah beberapa bulan ketika seminaris memperoleh kesempatan berlibur ke rumah ada suatu perubahan yang mengesan. Orangtua sangat terkesan bahwa anaknya yang baru beberapa bulan di Seminari Mertoyudan telah berubah: rajin, siap sedia membantu orangtua untuk mencuci pakaiannya sendiri, membersihkan rumah dst.. Dan dengan rendah hati akhirnya orangtua tersebut datang ke Seminari Mertoyudan seraya minta maaf dan menyatakan diri akan memberi sumbangan lebih dari apa yang disanggupkan sebelumnya, bahkan secara nominal melebihi rata-rata beaya per seminaris per bulan. Benarlah bahwa “melihat dan mendengarkan” sungguh mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak seseorang. Hari ini kita kenangkan St.Yoakim dan St Anna, orangtua SP Maria; kiranya sebagai orangtua sungguh bahagia ketika melihat dan mendengar anaknya terpilih untuk menjadi Bunda Penyelamat Dunia, dengan hamil karena Roh Kudus dan akan melahirkan Penyelamat Dunia yang dinantikan kedatanganNya oleh seluruh umat manusia. Pada hari pesta St.Yoakim dan St.Anna hari ini kami mengingatkan dan mengajak para orangtua untuk mawas diri perihal sikap terhadap anak-anaknya. Kebahagiaan sejati orangtua terhadap anak-anaknya hemat saya terletak ketika orangtua melihat dan mendengar bahwa anak-anaknya tumbuh berkembang sebagai pribadi yang cerdas beriman, dikasihi oleh Tuhan dan sesamanya. Maka kami berharap para orangtua sungguh mendidik dan membina anak-anaknya sedemikian rupa sehingga tumbuh berkembang menjadi pribadi yang cerdas beriman, dan ketika ada anaknya yang terpanggil khusus untuk menjadi imam, bruder atau suster, hendaknya didukung dan difasilitasi, tidak dipersulit dan dihambat.
· “Tetapi yang berikut ini adalah orang kesayangan, yang kebajikannya tidak sampai terlupa; semuanya tetap tinggal pada keturunannya sebagai warisan baik yang berasal dari mereka. Keturunannya tetap setia kepada perjanjian-perjanjian, dan anak-anak merekapun demikian pula keadaannya. Keturunan mereka akan tetap tinggal untuk selama-lamanya, dan kemuliaannya tidak akan dihapus. Dengan tenteram jenazah mereka ditanamkan, dan nama mereka hidup terus turun-temurun” (Sir 44:10-14). Para orangtua kiranya memiliki dambaan atau harapan bahwa kelak anak-cucunya maupun keturunannya senantiasa mengenangnya, seperti santo-santa di lingkungan Gereja Katolik atau para pahlawan bangsa yang namanya dikenang dengan digunakan sebagai nama jalan, bangunan maupun taman dst.. Jika anda mendambakan atau mengharapkan yang demikian itu kami harapkan anda mempersiapkan diri sebaik mungkin sejak sekarang, sedini mungkin. Salah satu usaha persiapan yang baik adalah orangtua senantiasa mengasihi anak-anaknya, mendidik dan membinanya sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah bagi umat manusia adalah manusia senantiasa dalam keadaan baik sebagaimana ketika mereka diciptakan, sebagai gambar atau citra Allah, sehingga senantiasa dalam keadaan selamat dan bahagia, terutama jiwa dan hatinya. Kebahagiaan sejati jiwa dan hati manusia kiranya terletak ketika yang bersangkutan hidup sesuai dengan panggilan Allah. Maka kami berharap kepada para orangtua agar mendidik dan membina anak-anaknya dalam dan dengan semangat cintakasih dan kebebasan sejati, sebagaimana anda berdua menjadi suami-isteri juga karena cintakasih dan kebebasan sejati. Setiap manusia juga diciptakan dalam dan dengan cintakasih dan kebebasan sejati, maka akan tumbuh berkembang dengan baik jika dididik dan dibina dalam dan dengan cintakasih dan kebebasan sejati. Mau jadi apakah anak nanti setelah dewasa, berilah kebebasan dan cintakasih untuk memilih dan menentukannya sesuai dengan kehendak Allah.
“TUHAN telah menyatakaan sumpah setia kepada Daud, Ia tidak akan memungkirinya: "Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; Sebab TUHAN telah memilih Sion, mengingininya menjadi tempat kedudukan-Nya: "Inilah tempat perhentian-Ku selama-lamanya, di sini Aku hendak diam, sebab Aku mengingininya.” (Mzm 132:11.13-14)
Kamis, 26 Juli 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ