"Menjadi apakah anak ini nanti?" Sebab tangan Tuhan menyertai dia”
Anak yang masih dalam kandungan ibu pada umumnya, sang ibu dan bapak sudah mulai merencanakan nama anak yang akan lahir nanti; menyiapkan dua nama laki-laki atau perempuan. Dengan kata lain pemberian nama pada anak datangnya tidak tiba-tiba, melainkan dipikirkan dan direnungkan cukup lama, sesuai dengan dambaan atau harapan terhadap anak tersebut. Dalam suku-suku tertentu memiliki tradisi: nama marga harus dipakai dalam nama anak yang baru saja dilahirkan, sebagaimana juga harus terjadi dengan anak yang dilahirkan oleh Elisabet: anak laki-laki yang dilahirkan harus menggunakan nama ayahnya, yaitu Zakharia. Namun Zakharia telah menerima wahyu dari Allah ketika ia akan dikandung oleh Elisabet, bahwa Elisabet isterinya akan mengandung seorang anak laki-laki dan harus dinamai Yohanes. Pemberian nama Yohanes pada anak yang dilahirkan oleh Elisabet menggemparkan saudari-saudarinya dan masyarakat, karena tidak seperti biasanya, maka merekapun berseru atau bertanya-tanya “Menjadi apakah anak ini nanti?”.
“Menjadi apakah anak ini nanti? Karena tangan Tuhan menyerati dia” (Luk 1:65)
Kelahiran Yohanes secara fisik kiranya sungguh merupakan keajaiban atau anugerah luar biasa, karena dalam usia lansia Elisabet mengandung dan melahirkannya, ia yang telah disebut mandul tiba-tiba mengandung dan melahirkan seorang anak. Kehendak Tuhan memang tidak sama dengan kehendak manusia, dan berkenaan dengan Yohanes pun kiranya ayahnya, Zakharia maupun ibunya, Elisabet, pasti berjanji kepada Tuhan jika dianugerahi anak akan dipersembahkan kepada Tuhan, dan terserah Tuhan menghendakinya. Tangan Tuhan menyertai Yohanes sejak masih ada di dalam kandungan atau rahim Elisabet; berada di tangan Tuhan memang mau tak mau harus setia mengikuti kehendak dan perintah Tuhan.
"Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan Tuhan dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya." (Luk 1:13-17), demikian sabda Tuhan melalui malaikat-Nya perihal masa depan Yohanes, yang telah lahir dari kandungan Elisabet.
Yohanes memiliki tugas dan panggilan “menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya”, dengan kata lain ia dipanggil menjadi ‘bentara Penyelamat Dunia’, orang yang mempersiapkan dan merintis jalan bagi kedatangan Penyelamat Dunia. Sebagai orang beriman berarti Tuhan senantiasa menyertai kita, maka kita sebagai orang beriman juga dipanggil untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan, mempersiapkan saudara-saudari kita, umat manusia untuk siap sedia menerima kedatangan Tuhan. Salah satu tugas atau pekerjaan orang yang mempersiapkan kedatangan orang penting dan terhormat adalah mengadakan pembersihan lingkungan, mengatur lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga layak untuk didatangi atau dikunjungi. Kita dipanggil untuk mempersiapkan kedatangan Tuhan berarti kita harus lebih baik mengusahakan kebersihan dan kelayakan lingkungan hidup.
Membersihkan dan mengatur lingkungan hidup tentu saja pertama-tama dan terutama yang perlu dibersihkan dan diatur ialah manusia-manusianya, karena jika manusianya bersih dan teratur dengan demikian lingkungan hidup juga akan bersih dan teratur. Manusia yang bersih artinya bersih dari dosa, dengan kata lain hidupnya baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur, maka marilah kita ajak saudara-saudari kita yang berdosa untuk bertobat. Marilah mereka yang cara hidup dan cara bertindak amburadul kita ajak hidup dan bertindak teratur. Salah satu bentuk keteraturan antara lain orang setia dan disiplin dalam melaksanakan tugas pekerjaan atau kewajibannya. Kesetiaan dan kedisiplinan pada masa kini sungguh mendedak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari.
“Menjelang kedatangan-Nya Yohanes telah menyerukan kepada seluruh bangsa Israel supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis. Dan ketika Yohanes hampir selesai menunaikan tugasnya, ia berkata: Aku bukanlah Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak. Hai saudara-saudaraku, baik yang termasuk keturunan Abraham, maupun yang takut akan Allah, kabar keselamatan itu sudah disampaikan kepada kita” (Kis 13:24-26)
“Membuka kasut dari kakiNya pun aku tidak layak”, demikian ungkapan atau kata Yohanes yang hendaknya kita renungkan atau refleksikan serta hayati. Kata-kata atau ungkapan ini hemat saya menunjukkan kerendahan hati seseorang, dan keutamaan kerendahan hati merupakan keutamaan dasar dan utama, yang mendasari keutamaan-keutamaan lainnya. Sekali lagi kami angkat salah satu arti rendah hati, sebagaimana pernah saya sampaikan: “Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24)
Penghayatan rendah hati pada masa kini antara lain adalah tidak mudah mengeluh atau menggerutu ketika menghadapi sesuatu yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau orang menyakiti dan mempersulit hidup dan kerja kita. Pada masa kini hemat kami orang dengan mudah mengeluh dan menggerutu ketika harus mengkonsumi makanan yang tidak enak namun sehat, demikian juga ketika harus bekerja berat sesuai dengan panggilan dan tugas pengutusannya. Kami harapkan anak-anak sedini mungkin dibiasakan mengkomsumi makanan dan minuman yang sehat meskipun tidak enak dengan berpedoman pada ‘empat sehat lima sempurna’. Jika orang dalam hal makan dan minum tidak mudah mengeluh atau menggerutu, maka yang bersangkutan juga akan mudah untuk berperilaku rendah hati.
"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." (Yes 49:6), demikian firman Allah kepada Yesaya, sang nabi. Sebagai orang beriman kita memiliki panggilan kenabian juga, maka marilah kita senantiasa berusaha untuk menjadi ‘terang bagi bangsa-bangsa’. Hidup dan bertindak menjadi terang berarti senantiasa dalam keadaan baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur alias tidak pernah mengecewakan dan melukai orang lain sedikitpun. Dengan kata lain marilah kita senantiasa saling berbuat bagi dengan sesama atau saudara-saudari kita tanpa pandang bulu atau SARA.
“Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah” (Mzm 139:13-15)
Minggu, 24 Juni 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ