“Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah”
Seminari Menengah Mertoyudan diawali oleh dua pemuda, Petrus Darmaseputra dan Fransiskus Xaverius Satiman, yang tergerak untuk menjadi imam, Mei 1912. Dalam perjalanan selama kurang lebih seratus tahun telah tumbuh berkembang menjadi besar, sebagaimana adanya pada saat ini yang bertempat di Mertoyudan. Ribuan pemuda telah mengikuti jejak dua pemuda tersebut, dan para alumni seminari, entah yang menjadi imam atau dalam perjalanan selama pendidikan mengundurkan diri menjadi awam, telah tersebar luas di seluruh Indonesia ini; karya dan pelayanan mereka juga telah menghasilkan buah melimpah ruah, yaitu bertambahnya orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, entah yang secara formal dibaptis secara katolik dan menjadi katolik atau secara informal atau inklusif percaya kepada-Nya, yang menjadi nyata dalam cara hidup dan cara bertindak yang sungguh dijiwai oleh, iman, baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Begitulah benih kecil yang ditaburkan telah menjadi pohon besar dan menjadi naungan atau tempat berlindung banyak orang. Maka marilah kita renungkan atau refleksikan warta gembira hari ini, perihal Kerajaan Allah.
“Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah “(Mrk 4:31)
Semua jenis biji pada umumnya memang kecil, dan ketika ditaburkan di tanah yang subur tidak lama kemudian dapat tumbuh menjadi pohon yang besar serta menghasilkan buah-buah yang berguna bagi kehidupan umat manusia. Perumpamaan perihal Kerajaan Allah bagaikan biji sesawi yang ditaburkan di tanah ini hemat saya mengajak dan mengingatkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan mengikuti proses sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan, dengan kata lain kita diajak untuk berbudaya proses bukan berbudaya instant sebagaimana dihayati oleh cukup banyak orang masa kini.
Pertama-tama marilah kita sadari dan hayati diri kita masing-masing, bahwa kita juga terdiri dari persatuan sel sperma yang sangat kecil dengan sel telor, yang terjadi di dalam rahim ibu kita masing-masing dan dalam waktu kurang lebih sembilan bulan di dalam rahim ibu telah berproses menjadi besar, berat antara 3 s/d 4 kg, lengkap dengan aneka anggota tubuh yang membentuk manusia yang tampan atau cantik. Kejadian kita semua dalam proses, maka jika dalam hidup dan bertindak saat ini kita tidak mengikuti proses berarti ingkar diri. Kami berharap kepada para orangtua dalam mendidik anak-anaknya sungguh mengikuti proses perkembangan pribadi anak yang bersangkutan, demikian juga para guru di sekolah hendaknya juga mengikuti dan memperkembangkan budaya proses dalam pengajaran dan pembelajaran.
Secara umum kami juga mengharapkan siapapun juga untuk mengikuti proses dalam rangka usaha menjadi pandai/cerdas atau kaya akan harta benda/uang. Dengan kata lain dalam cara hidup dan cara bertindak kita diharapkan berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Secara konkret kepada para murid atau siswa maupun mahasiswa kami harapkan setiap hari belajar, sesuai dengan tugasnya, tidak hanya belajar menjelang ulangan atau ujian saja, atau bahkan menyontek dalam ulangan atau ujian. Sebaliknya para guru hendaknya tidak terjebak untuk menyelesaikan kurikulum, melainkan ikuti kemampuan dan perkembangan peserta didik dalam belajar. Para pekerja atau pegawai hendaknya setia dan jujur melaksanakan tugas dan pekerjaannya serta tidak melakukan korupsi sedikitpun, hendaknya mencukupi kebutuhan hidupnya maupun keluarganya sesuai dengan hasil kerja dan keringatnya dan jangan menjadi ‘benalu’, yang merampas makanan dan minuman orang lain seenaknya.
Kita semua tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, bermoral dan berbudi pekerti luhur juga melalui suatu proses, melalui pembiasaan-pembiasaan penghayataan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan kehidupan. Maka mungkin baik jika setiap bulan atau tahun kita lebih menekankan pembiasaan nilai atau keutamaan tertentu setiap hari dalam dalam cara hidup dan cara bertindak. Pada masa kini hemat yang mendesak dan up to date adalah disiplin dan jujur. Marilah kita membiasakan diri hidup dan bertindak disiplin dan jujur dalam hal apapun. Ketika masa kecil dan masa pendidikan tidak disiplin dan tidak jujur, maka yang bersangkutan akan menjadi koruptor, sebagaimana terjadi dalam diri tokoh-tokoh hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini, yang melakukan korupsi. Yang menamakan diri wakil rakyat alias anggota DPR pun melakukan korupsi, demikian juga mereka yang disebut dengan penegak kebenaran, para hakim maupun polisi. Marilah menjadi pandai/cerdas atau kaya akan harta benda/uang mengikuti proses, sebagaimana dikehendaki oleh Tuhan.
“Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan, -- sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat -- tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan. Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.” (2Kor 5:6-9)
“Supaya kami berkenan kepada-Nya”, inilah yang hendaknya kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Memang anggota-anggota tubuh kita ini senantiasa menggoda dan merayu kita untuk tidak berkenan kepada-Nya alias melakukan dosa dan hanya mengikuti nafsu-nafsu jasmani melulu, misalnya dalam hal makan dan minum maupun masalah seksual.
Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan kita semua dalam hal makan dan minum, yang kiranya menjadi kebiasaan dan kesenangan kita semua setiap hari, sejak masih kanak-kanak. Hendaknya dalam hal makan dan minum sesuai dengan kehendak Tuhan atau berkenan kepada-Nya, dengan kata lain hendaknya dalam hal makan dan minum berpedoman pada apa yang sehat dan tidak sehat, bukan apa yang enak dan tidak enak. Apa yang sehat mungkin tidak enak, sedangkan apa yang enak mungkin tidak sehat. Hendaknya mengkonsumsi makanan atau minuman yang alami atau organik, dan jauhi aneka makanan dan minuman instant. Pengalaman menunjukkan bahwa mereka yang terbiasa mengkonsumsi jenis makanan dan minuman instant mudah terserang penyakit, ketahanan fisik lemah, demikian juga daya juang luntur.
Nafsu seksual kiranya mulai menggejala di kalangan remaja dan muda-mudi kita. Perkembangan sarana tekonologi seperti HP dan Internet telah mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan pengetahuan maupun gelora nafsu seksual remaja dan muda-mudi kita. Sebagaimana sering diberitakan melalui media TV misalnya, ada remaja yang terjebak untuk melakukan hubungan seksual bebas karena komunikasi melalui internet atau facebook. Demikian juga melalui HP remaja dan muda-mudi kita begitu bebas bergaul dan berkomunikasi, yang berkembang ke arah pergaulan bebas dan hubungan seksual bebas. Kami berharap anak-anak sedini mungkin dibiasakan dan dididik untuk menjadi ‘tuan’ atas HP dan Internet, bukan menjadi hamba HP atau Internet, yang pada gilirannya mudah tergoda untuk menjadi hamba nafsu seksual. Nafsu seksual merupakan anugerah Tuhan, maka hendaknya difungsikan sesuai dengan kehendak Tuhan, tidak mengikuti keinginan atau selera pribadi.
Marilah kita usahakan memiliki hati yang tabah terhadap aneka godaan dan rayuan setan yang menggejala dalam aneka kenikmatan. Para orangtua kami harapkan dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal ketabahan hati, serta mendidik dan membiasakan anak-anak untuk memiliki ketabahan dan keteguhan hati. Orang yang memiliki hati yang tabah dan teguh akan menikmati kebahagiaan atau kesejahteraan hidup sebagaimana dikehendaki Tuhan, yaitu selamat dan bahagia jiwanya saat ini sampai mati.
“Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.”
(Mzm 92:13-16)
Minggu, 17 Juni 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ