“Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. Ya Bapa, Aku mau supaya, di mana pun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepada-Ku, agar mereka memandang kemuliaan-Ku yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan. Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku; dan Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka”(Yoh 17:20-26), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St Ireneus, Uskup dan martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Terpanggil sebagai uskup maupun pastor/imam sebagai pembantu uskup serta para pembantu pastor/imam di paroki dst…seperti anggota/pengurus dewan paroki, pengurus stasi dan linkungan, para pendeta atau pemuka umat beragama, hemat saya memiliki tugas atau panggilan sebagai pemersatu. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan Yang Mulia para uskup, rekan-rekan imam beserta para pembamtunya untuk senantiasa mengusahakan persatuan umat yang harus dilayaninya. Usahakan agar terjadi kesatuan hati dan budi di kalangan umat Allah, karena kehidupan hidup bersama yang dijiwai oleh kesatuan hati dan budi pada dirinya sendirinya bersifat missioner, memikat, mempesona dan menarik bagi banyak orang untuk mendekat bergabung. Pertama-tama kami mengajak para pastor paroki yang tinggal bersama dan bekerja bersama melayani umat di parokinya untuk menghayati kebersamaan hidup dan karya: hendaknya yang muda maupun yang tua saling menghormati, menghargai dan mengasihi satu sama lain. Para pengurus atau anggota dewan paroki kami harapkan juga menghayati kebersamaan hidup, demikian juga para ketua stasi atau lingkungan. Salah satu usaha yang hendaknya tidak ditinggalkan dan dapat dikerjakan setiap hari adalah berdoa: berdoalah bagi seluruh umat Allah agar merekapun juga hidup bersama dijiwai oleh kesatuan hati dan budi; anta umat Allah kami harapkan juga saling mendoakan dan mengujungi. Tak ketinggalan kami juga mengingatkan para suami-isteri atau bapak-ibu dapat menjadi teladan persatuan hidup bersama sampai mati, saling mengasihi sampai mati sebagaimana telah diikrarkan ketika mengawali bersama hidup sebagai suami-isteri.
· “Seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran, dan dengan demikian mereka menjadi sadar kembali, karena terlepas dari jerat Iblis yang telah mengikat mereka pada kehendaknya.” (2Tim 2:24-26). Kutipan ini sangat bagus untuk menjadi permenungan atau refleksi bagi para ‘hamba Tuhan’. Yang disebut seorang hamba pada umumnya sungguh melayani dengan baik mereka yang harus dilayani. Marilah kita ingat dan sadari bahwa para gembala Gereja senantiasa berusaha untuk hidup melayani serta menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, meneladan Yesus yang datang untuk melayani dan bukan dilayani. Para hamba Tuhan dipanggil untuk saling ramah, sabar dan lemah lembut. “Sabar adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan gejolak diri dan tetap bertahan seperti keadaan semula dalam menghadapi berbagai rangsangan dan masalah” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Hidup dan bertindak sabar pada masa kini hemat saya sungguh mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskn dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari kapan pun dan dimana pun. Berbagai masalah dan rangsangan pada masa kini memang marak serta mengundang dan merayu orang untuk marah dan menggerutu serta tergesa-gesa menanggapi tanpa dipikirkan dan direnungkan lebih dahulu.
“TUHAN, Allahku, kepada-Mu aku berteriak minta tolong, dan Engkau telah menyembuhkan aku.TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur. Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus! Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai” (Mzm 30:3-6)
Kamis, 28 Juni 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ