“ Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." (Mrk 10:28-31), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Kutipan Warta Gembira hari ini kiranya baik untuk dijadikan refleksi bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi imam, bruder atau suster, maupun para orangtua yang anaknya tergerak atau memiliki keinginan untuk menjadi imam, bruder atau suster. Sering ada komentar atau keluh kesah ketika ada anak yang terpanggil menjadi imam, bruder atau suster, orangtua merasa kehilangan seorang anak. Terpanggil menjadi imam, bruder atau suster sekilas memang tidak ada lagi ikatan darah dengan orangtua maupun keluarganya, padahal dalam kenyataan relasi spiritual lebih handal dan kuat daripada relasi darah dan daging. Pengalaman saya pribadi sebagai seorang imam tidak pernah merasa jauh dari orangtua maupun keluarga, melainkan setiap hari berrelasi yaitu dengan mendoakannya. Secara social kami pun memiliki banyak sahabat dan rekan, yang tak terhitung jumlahnya. Maka dengan ini kami mengajak dan mengingatkan para imam, bruder atau suster untuk setiap hari mendoakan orangtua maupun kakak dan adiknya, sedangkan kepada para orangtua kami harapkan dengan penuh syukur berterima kasih kepada Tuhan ketika salah seorang anaknya terpanggil menjadi imam, bruder atau suster. Bahkan kami mengajak para orangtua untuk berpromosi panggilan menjadi imam, bruder atau suster, antara lain dengan membina dan mendidik anak-anak untuk peka akan orang lain alias memiliki kepedulian pada orang lain, terutama bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. “To be man or woman with/for others”, itulah yang hendaknya menjadi acuan bagi para orangtua dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya.
· “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1Pet 1:14-16). Marilah anak-anak kita didik dan dampingi untuk menjadi ‘anak-anak yang taat dan tidak menuruti hawa nafsu’, sehingga menjadi kudus atau suci. Kudus atau suci berarti dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan, karena anak juga merupakan anugerah Tuhan. Saya percaya ketika anak baru saja dilahirkan adalah kudus atau suci adanya, dan memang semakin tambah usia atau besar karena pengaruh lingkungan ternyata juga semakin tambah dosanya alias ada kecenderungan tidak suci lagi. Kami berharap agar lingkungan hidup keluarga dapat membantu dan memotivasi anak-anak untuk tumbuh berkembang menjadi pribadi yang kudus atau suci. Untuk itu orangtua atau bapak-ibu hendaknya dapat menjadi teladan hidup suci bagi anak-anaknya, setia hidup saling mengasihi sebagai suami-isteri sampai mati. Sebagai orang beriman dan beragama hendaknya didalam keluarga setiap hari diselenggarakan doa bersama, saling mendoakan satu sama lain, syukur juga dapat diadakan pendalaman iman atau kitab suci, saling berbagi pengalaman iman. Sebagai rektor Seminari Menengah Mertoyudan saya sangat terkesan akan sharing seorang seminaris, dimana tiga bersaudara tergerak untuk menjadi imam dan suster: dua anak laki-laki yang satu telah menjadi frater SJ dan adiknya saat ini diterima sebagai novis SJ, sedangkan adiknya/si bungsu, perempuan juga akan menjadi suster. Semoga nafsu-nafsu duniawi seperti seks, narkoba, semangat materialistis tidak menjiwai seluruh anggota keluarga.
“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang dari pada Allah kita.Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!” (Mzm 98:1-4)
Selasa, 29 Mei 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ