“
Maka kata mereka kepada-Nya: "Tanda apakah yang Engkau perbuat, supaya
dapat kami melihatnya dan percaya kepada-Mu? Pekerjaan apakah yang
Engkau lakukan? Nenek moyang kami telah makan manna di padang gurun,
seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari sorga." Maka
kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa
yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa-Ku yang memberikan
kamu roti yang benar dari sorga. Karena roti yang dari Allah ialah roti
yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia."Maka kata
mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata
Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku,
ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak
akan haus lagi” (Yoh 6:30-35), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Ada
orang-orang tertentu yang melaksanakan latutapa berhari-hari, tanpa
makan dan minum, dan tinggal sendirian di tempat sepi atau hening.
Mereka melakukan hal itu dengan tujuan utama agar senantiasa dekat
dengan Tuhan atau Yang Ilahi, maka meskipun tanpa makan dan minum
berhari-hari mereka merasa tak pernah kelaparan atau kehausan serta tak
pernah mengeluh atau menggerutu. “Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi”, demikian
sabda Yesus, yang hendaknya kita renungkan dan hayati. Kenyang dan
nikmat dalam Tuhan, itulah yang kiranya kita usahakan bersama-sama
sebagai umat beriman atau beragama. Memang rasanya tak mungkin bagi kita
semua untuk tanpa makan dan tanpa minum berhari-hari, maka baiklah saya
mengajak anda sekalian untuk menghayati sabda Yesus di atas dengan
senantiasa hidup dan bertindak dalam Tuhan. Jika kita senantiasa hidup
dan bertindak dalam Tuhan, maka apapun yang harus kita lakukan, apa yang
harus kita makan dan minum, akan enak dan nikmat adanya. Dalam hal
makan dan minum, misalnya, hendaknya makan dan minum dalam dan dengan
iman, sehingga dalam hal makan dan minum berpedoman pada sehat dan tidak
sehat, bukan enak/nikmat dan tidak enak/nikmat. Apa yang enak dan
nikmat pada umumnya kurang atau tidak sehat, tidak menjamin kesehatan
dan kehandalan tubuh, sehingga orang yang bersangkutan mudah jatuh
sakit, tidak memiliki daya tahun tubuh yang handal dalam menghadapi dan
mengerjakan aneka tugas dan pekerjaan berat.
· "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!”
(Kis 7:60), demikian kata terakhir Stefanus, sebelum meninggal dunia
karena dirajam oleh musuh-musuhnya. Kata-kata ini keluar dari Stefanus,
karena ia sungguh kenyang dalam Tuhan, hidup dan bertindak dalam Tuhan
kapan pun dan dimana pun. Meskipun ia dirajam dengan batu, dilempari
dengan batu sampai mati, ia tidak mengeluh dan menggerutu, tidak
membenci dan balas dendam terhadap musuh-musuhnya, tetapi mengampuni dan
mendoakannya. Kiranya Stefanus meneladan Yesus yang tergantung di
puncak kayu salib, dalam puncak penderitaanNya, sehingga ia juga
diangkat sebagai martir pertama di dalam Gereja. Kami percaya bahwa kita
semua sering mengalami ancaman atau disakiti oleh orang lain, dan pada
umumnya secara otomatis kita mudah marah dan membenci mereka yang
mengancam dan menyakiti kita. Sebagai umat beriman kami ajak anda
sekalian: marilah meneladan Stefanus, sebagai tanda atau bukti bahwa
kita sungguh membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Hendaknya jangan
marah, mengeluh atau menggerutu ketika menghadapi aneka tantangan,
masalah, atau hambatan, entah itu karena kesetiaan iman kita maupun
kesambalewaan kita dalam menghayati iman. “Gagal atau sukses, hendaknya selalu bersyukur”, demikian salah satu isi motto Bapak Andrie Wongso, promotor Indonesia. Saya
percaya kepada anda sekalian, para orangtua, pasti memiliki pengalaman
sebagaimana dialami oleh Stefanus, misalnya ketika anak-anak mengganggu
anda, anda tidak marah, mengeluh atau menggerutu, lebih-lebih ketika
anak-anak masih kecil atau bayi. Hendaknya pengalaman tersebut terus
diperkembangkan dan diperdalam serta disebarluaskan dalam hidup
sehari-hari dimana pun dan kapan pun. Didik dan dampingi anak-anak anda
dalam hal ini, terutama dengan teladan atau kesaksian hidup anda.
“Jadilah
bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk
menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh
karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku” (Mzm 31:3c-4)
Selasa, 24 April 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ