“Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 18:9-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu” (Dekrit Konjen SJ ke 32, art 2.1), demikian penyadaran diri para Yesuit yang berkumpul untuk mawas diri perihal jati diri dan panggilannya di dunia ini. Kutipan ini saya angkat setelah membaca dan merenungkan isi Warta Gembira hari ini. Dalam Warta Gembira hari ini Yesus mengkritik atau mengingatkan mereka yang menyombongkan diri serta melecehkan orang lain. Jika kita berani mawas diri dengan jujur dan benar kita pasti akan menyadari dan menghayati diri bahwa semakin tambah usia, semakin tua, semakin berpengalaman berarti juga semakin tambah dosa dan kekurangannya, maka ada sombong jika kita tidak menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa. Sekiranya ada kebaikan atau keutamaan dalam diri kita sungguh merupakan anugerah Allah, maka jika demikian adanya hendaknya hidup dan bertindak dengan rendah hati. Kerendahan hati adalah kebalikan dari kesombongan, dan kerendahan hati merupakan keutamaan yang utama dan pertama-tama harus kita hayati dan sebarluaskan. Maka marilah kita meneladan si pemungut cukai yang dengan rendah hati berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa ini”. Marilah kita hayati dan fungsikan keutamaan atau kebaikan yang ada dalam diri kita untuk ‘peduli dan berbagi’ kepada yang lain, solider kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah serta kemudian kita fungsikan untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan Allah melalui saudara-saudari kita.
· "Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hos 6:1-3) . Tuhan Allah adalah Maha Rahim dan Maha Pengampun, maka dalam keadaan atau situasi dan kondisi macam apapun, marilah kita menghadapi-Nya, karena Ia “seperti hujan di akhir musim yang mengairi bumi”, Ia akan menyegarkan kita yang lesu, menggairahkan kita yang putus asa, mengampuni kita yang berdosa, menuntun kita menelusuri jalan yang baik dan benar, dst… Kita semua dipanggil untuk bertobat, artinya siap sedia untuk diperbaharui atau memperbaharui diri menuju ke arah yang lebih baik, lebih dekat dan bersahabat dengan Tuhan maupun saudara-saudari kita. Kita juga dipanggil untuk menjadi saksi-saksi kehadiran dan karya Tuhan Allah dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun, sehingga kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa juga bagaikan ‘hujan pada akhir musim yang mengairi bumi”, kehadiran dan sepak terjang kita menghidupkan dan menggairahkan orang lain yang kita jumpai atau yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Air hujan sungguh jernih dan bersih, maka jika kehadiran dan sepak terjang kita bagaikan air hujan juga berarti kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membersihkan yang kotor, menyernihkan yang samar-samar, dst.. Bukankah fungsi air adalah membersihkan dan memberi tenaga, membuat lega dan damai? Marilah kita kenangkan pembaptisan kita masing-masing dimana dahi atau otak kita dicurahi air, dengan harapan agar kita senantiasa berpikir jernih dan bersih.
“ Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah. Lakukanlah kebaikan kepada Sion menurut kerelaan hati-Mu bangunkanlah tembok-tembok Yerusalem! Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar, korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya” (Mzm 51:18-21b)
Sabtu, 17 Maret 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu” (Dekrit Konjen SJ ke 32, art 2.1), demikian penyadaran diri para Yesuit yang berkumpul untuk mawas diri perihal jati diri dan panggilannya di dunia ini. Kutipan ini saya angkat setelah membaca dan merenungkan isi Warta Gembira hari ini. Dalam Warta Gembira hari ini Yesus mengkritik atau mengingatkan mereka yang menyombongkan diri serta melecehkan orang lain. Jika kita berani mawas diri dengan jujur dan benar kita pasti akan menyadari dan menghayati diri bahwa semakin tambah usia, semakin tua, semakin berpengalaman berarti juga semakin tambah dosa dan kekurangannya, maka ada sombong jika kita tidak menyadari dan menghayati diri sebagai pendosa. Sekiranya ada kebaikan atau keutamaan dalam diri kita sungguh merupakan anugerah Allah, maka jika demikian adanya hendaknya hidup dan bertindak dengan rendah hati. Kerendahan hati adalah kebalikan dari kesombongan, dan kerendahan hati merupakan keutamaan yang utama dan pertama-tama harus kita hayati dan sebarluaskan. Maka marilah kita meneladan si pemungut cukai yang dengan rendah hati berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa ini”. Marilah kita hayati dan fungsikan keutamaan atau kebaikan yang ada dalam diri kita untuk ‘peduli dan berbagi’ kepada yang lain, solider kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Kita sadari dan hayati bahwa segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah serta kemudian kita fungsikan untuk memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan Allah melalui saudara-saudari kita.
· "Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita.Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi." (Hos 6:1-3) . Tuhan Allah adalah Maha Rahim dan Maha Pengampun, maka dalam keadaan atau situasi dan kondisi macam apapun, marilah kita menghadapi-Nya, karena Ia “seperti hujan di akhir musim yang mengairi bumi”, Ia akan menyegarkan kita yang lesu, menggairahkan kita yang putus asa, mengampuni kita yang berdosa, menuntun kita menelusuri jalan yang baik dan benar, dst… Kita semua dipanggil untuk bertobat, artinya siap sedia untuk diperbaharui atau memperbaharui diri menuju ke arah yang lebih baik, lebih dekat dan bersahabat dengan Tuhan maupun saudara-saudari kita. Kita juga dipanggil untuk menjadi saksi-saksi kehadiran dan karya Tuhan Allah dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimana pun dan kapan pun, sehingga kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa juga bagaikan ‘hujan pada akhir musim yang mengairi bumi”, kehadiran dan sepak terjang kita menghidupkan dan menggairahkan orang lain yang kita jumpai atau yang hidup dan bekerja bersama dengan kita. Air hujan sungguh jernih dan bersih, maka jika kehadiran dan sepak terjang kita bagaikan air hujan juga berarti kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membersihkan yang kotor, menyernihkan yang samar-samar, dst.. Bukankah fungsi air adalah membersihkan dan memberi tenaga, membuat lega dan damai? Marilah kita kenangkan pembaptisan kita masing-masing dimana dahi atau otak kita dicurahi air, dengan harapan agar kita senantiasa berpikir jernih dan bersih.
“ Engkau tidak berkenan kepada korban sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah. Lakukanlah kebaikan kepada Sion menurut kerelaan hati-Mu bangunkanlah tembok-tembok Yerusalem! Maka Engkau akan berkenan kepada korban yang benar, korban bakaran dan korban yang terbakar seluruhnya” (Mzm 51:18-21b)
Sabtu, 17 Maret 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ