“Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." "Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." (Luk 6:36-38), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Murah hati secara sederhana dan harafiah kiranya dapat diartikan sebagai ‘hatinya dijual murah’, maksudnya siapapun diberi perhatian tanpa pandang bulu. Hal ini kiranya sangat sesuai dengan tema APP tahun ini yaitu “Katolik Sejati Harus Berbagi dan Peduli”, ajakan bagi kita semua untuk tidak menjadi orang egois, yang hanya mementingkan atau mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Jika kita dengan jujur mawas diri kiranya kita akan menyadari dan menghayati diri sebagai pribadi yang telah menerima kemurahan hati Allah secara berlimpah-limpah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan kita melalui aneka cara dan bentuk, maka selayaknya kita menyalurkan kemurahan hati Allah tersebut kepada saudara-saudari kita. Tentu saja pertama-tama dan terutama kita hendaknya bermurah hati kepada mereka yang setiap hari hidup dan bekerja dengan kita, entah di dalam keluarga maupun tempat kerja. Jika seluruh anggota keluarga saling bermurah hati, kemudian kami harapkan bersama-sama bermurah hati kepada keluarga-keluarga lain dalam satu ruikun tetangga atau warga, sehingga terjadilah kebersamaan hidup masyarakat yang ditandai dengan saling bermurah hati. Kepada para pemimpin karya atau perusahaan atau kantor kami harapkan mewujudkan kemurahan hati dengan sering mendatangi dan menyapa dengan rendah hati rekan-rekan kerja, para pembantu maupun bawahannya. Secara khusus kita semua diingatkan dan diajak untuk memperhatikan saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan, entah secara spiritual maupun phisik, rohani maupun jasmani. Kemurahan hati juga dapat diwujudkan dengan mengampuni siapapun yang telah bersalah kepada kita atau menyakiti kita, sebagaimana sering kita doakan dalam Doa Bapa Kami “ampunilah kami seperti kami pun mengampuni mereka yang bersalah kepada kami”. Tak henti-hentinya saya mengingatkan dan mengajak anda sekalian agar anak-anak sedini mungkin dididik dan dibiasakan dalam hal saling bermurah hati.
· “Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya.” (Dan 9:8-10). Para pemimpin dan tokoh di Indonesia ini kiranya telah terbiasa melakukan perbuatan yang tak berkenan di hati Tuhan alias berdosa, melakukan apa yang jahat seperti korupsi dan berbohong tak terasa lagi alias mereka telah kehilangan rasa malu atau “rasa bersalah”, yang dalam bahasa Jawa disebut “rai gedeg” (=bermuka gedeg), dimana semua perbubatan dosa atau jahatnya dengan jelas diketahui oleh banyak orang tak tahu malu lagi. Mereka omong dan memberi pengarahan bagus-bagus, tetapi perilaku mereka jahat dan brengsek. Ketika orang berbohong dan berusaha menutupi kebohongannya maka kebohongan yang kemudian lebih besar dan mencolok, semakin berbohong semakin sombong. Sudah menjadi rahasia umum dan pemberitaan di berbagai mass media bahwa para pejabat pemerintah memperkaya diri pribadi atau golongannya melalui aneka macam jenis proyek. Sebagai contoh: proyek senilai 100 milyard rupiah pada umumnya akan dikorupsu sebesar kurang lebih 30% s/d 40% dari jumlah anggaran tersebut, sehingga dana untuk proyek secara konkret tidak memadai lagi. Maka tidak mengherankan bahwa hasil proyek atau pembangunan gedung sering terbengkali, jalan-jalan tol cepat rusak, maupun jalan-jalan raya demikian adanya juga, dst.. Marilah kita doakan agar para pemimpin atau pejabat tidak memperkaya diri atau hanya mencari kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya, semoga mereka setia pada janji atau sumpahnya yaitu untuk melayani atau mangabdi rakyat, yang berarti senantiasa mengutamakan atau mengedepankan kepentingan, kesejahteraan atau kebahagiaan dan keselamatan rakyat. Semoga mereka yang berada di poros badan publik maupun poros bisnis memihak kepentingan dan kebutuhan mereka yang berada di poros komunitas atau rakyat.
“Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh” (Mzm 79:8-9.11)
Senin, 5 Maret 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Murah hati secara sederhana dan harafiah kiranya dapat diartikan sebagai ‘hatinya dijual murah’, maksudnya siapapun diberi perhatian tanpa pandang bulu. Hal ini kiranya sangat sesuai dengan tema APP tahun ini yaitu “Katolik Sejati Harus Berbagi dan Peduli”, ajakan bagi kita semua untuk tidak menjadi orang egois, yang hanya mementingkan atau mengedepankan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan. Jika kita dengan jujur mawas diri kiranya kita akan menyadari dan menghayati diri sebagai pribadi yang telah menerima kemurahan hati Allah secara berlimpah-limpah melalui sekian banyak orang yang telah memperhatikan kita melalui aneka cara dan bentuk, maka selayaknya kita menyalurkan kemurahan hati Allah tersebut kepada saudara-saudari kita. Tentu saja pertama-tama dan terutama kita hendaknya bermurah hati kepada mereka yang setiap hari hidup dan bekerja dengan kita, entah di dalam keluarga maupun tempat kerja. Jika seluruh anggota keluarga saling bermurah hati, kemudian kami harapkan bersama-sama bermurah hati kepada keluarga-keluarga lain dalam satu ruikun tetangga atau warga, sehingga terjadilah kebersamaan hidup masyarakat yang ditandai dengan saling bermurah hati. Kepada para pemimpin karya atau perusahaan atau kantor kami harapkan mewujudkan kemurahan hati dengan sering mendatangi dan menyapa dengan rendah hati rekan-rekan kerja, para pembantu maupun bawahannya. Secara khusus kita semua diingatkan dan diajak untuk memperhatikan saudara-saudari kita yang miskin dan berkekurangan, entah secara spiritual maupun phisik, rohani maupun jasmani. Kemurahan hati juga dapat diwujudkan dengan mengampuni siapapun yang telah bersalah kepada kita atau menyakiti kita, sebagaimana sering kita doakan dalam Doa Bapa Kami “ampunilah kami seperti kami pun mengampuni mereka yang bersalah kepada kami”. Tak henti-hentinya saya mengingatkan dan mengajak anda sekalian agar anak-anak sedini mungkin dididik dan dibiasakan dalam hal saling bermurah hati.
· “Ya TUHAN, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau. Pada Tuhan, Allah kami, ada kesayangan dan keampunan, walaupun kami telah memberontak terhadap Dia, dan tidak mendengarkan suara TUHAN, Allah kami, yang menyuruh kami hidup menurut hukum yang telah diberikan-Nya kepada kami dengan perantaraan para nabi, hamba-hamba-Nya.” (Dan 9:8-10). Para pemimpin dan tokoh di Indonesia ini kiranya telah terbiasa melakukan perbuatan yang tak berkenan di hati Tuhan alias berdosa, melakukan apa yang jahat seperti korupsi dan berbohong tak terasa lagi alias mereka telah kehilangan rasa malu atau “rasa bersalah”, yang dalam bahasa Jawa disebut “rai gedeg” (=bermuka gedeg), dimana semua perbubatan dosa atau jahatnya dengan jelas diketahui oleh banyak orang tak tahu malu lagi. Mereka omong dan memberi pengarahan bagus-bagus, tetapi perilaku mereka jahat dan brengsek. Ketika orang berbohong dan berusaha menutupi kebohongannya maka kebohongan yang kemudian lebih besar dan mencolok, semakin berbohong semakin sombong. Sudah menjadi rahasia umum dan pemberitaan di berbagai mass media bahwa para pejabat pemerintah memperkaya diri pribadi atau golongannya melalui aneka macam jenis proyek. Sebagai contoh: proyek senilai 100 milyard rupiah pada umumnya akan dikorupsu sebesar kurang lebih 30% s/d 40% dari jumlah anggaran tersebut, sehingga dana untuk proyek secara konkret tidak memadai lagi. Maka tidak mengherankan bahwa hasil proyek atau pembangunan gedung sering terbengkali, jalan-jalan tol cepat rusak, maupun jalan-jalan raya demikian adanya juga, dst.. Marilah kita doakan agar para pemimpin atau pejabat tidak memperkaya diri atau hanya mencari kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya, semoga mereka setia pada janji atau sumpahnya yaitu untuk melayani atau mangabdi rakyat, yang berarti senantiasa mengutamakan atau mengedepankan kepentingan, kesejahteraan atau kebahagiaan dan keselamatan rakyat. Semoga mereka yang berada di poros badan publik maupun poros bisnis memihak kepentingan dan kebutuhan mereka yang berada di poros komunitas atau rakyat.
“Janganlah perhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang kami; kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemah kami. Tolonglah kami, ya Allah penyelamat kami, demi kemuliaan nama-Mu! Lepaskanlah kami dan ampunilah dosa kami oleh karena nama-Mu! Biarlah sampai ke hadapan-Mu keluhan orang tahanan; sesuai dengan kebesaran lengan-Mu, biarkanlah hidup orang-orang yang ditentukan untuk mati dibunuh” (Mzm 79:8-9.11)
Senin, 5 Maret 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ