“Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata: "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa” (Mat 9:14-15), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Tujuan atau maksud utama berpuasa adalah agar orang bersatu dengan Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, maka bagi siapapun yang demikian ini tidak perlu berpuasa. Namun jika kita semua dengan jujur mawas diri kiranya kita tidak senantiasa bersatu dalam Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari alias kita dalam keadaan dosa. Dalam warta gembira hari ini digambarkan kemesraan hidup bersama dengan Tuhan bagaikan sepasang mempelai yang baru saja menikah, dimana mereka berdua sungguh ceria dan bahagia serta karena baru saja saling menerimakan Sakramen Perkawinan maka mereka berdua dalam keadaan suci adanya. Anda yang pernah mengalami hal itu, yaitu kebersamaan sebagai sepasang mempelai yang baru saja menikah, kiranya sulit menggambarkan dengan jelas kebahagiaan waktu itu. Banyak orang datang untuk memberi salam dan mereka pun juga dalam keadaan baik adanya, cara menghadirkan diri sungguh mempesona dan menarik. Selesai pesta perkawinan kiranya suasana menjadi lain dan kurang menarik, mempesona dan memikat, karena masing-masing orang ada kecenderungan hidup dan bertindak menurut kemauan atau keinginan sendiri, mengikuti nafsu pribadinya. Kita semua rasanya memiliki kecenderungan yang demikian itu, maka marilah kita tangkal dengan berpuasa atau matiraga. Kiranya sikap mental Farisi masih merasuki cara hidup dan cara bertindak kita, dimana kita kurang mendalam dalam hidup beriman atau beragama, karena hanya menekankan hal-hal diluar, yang kelihatan orang lain saja alias munafik.
· “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri” (Yes 58:6-7). Kita diingatkan bahwa berpuasa memiliki dimensi sosial, yaitu buah berpuasa berguna bagi orang lain selain perubahan cara hidup dan cara bertindak kita ke arah yang lebih baik atau bermoral.
Kita sendiri tidak lagi menjadi orang yang lalim melainkan alim, yang kemudian berdampak sosial seperti mendamaikan yang bermusuhan, membebaskan yang teraniaya, memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, dst..Kami percaya di masa Puasa atau Prapaskah/Tobat ini ada gerakan menyisihkan sebagai harta benda atau uang untuk kemudian dikumpulkan dan diperbantukan kepada mereka yang membutuhkan tanpa pandang bulu. Maka sudah sekian lama diselenggarakan APP, yaitu Aksi Puasa Pembangunan, suatu ajakan untuk mengadakan gerakan membangun hidup bersama yang damai dan sejahtera sebagaimana menjadi dambaan semua orang. Maka hemat saya selain berpartisipasi dalam gerakan pengumpulan harta benda atau uang. kami harapkan masing-masing dari kita secara langsung dapat memperhatikan dan membantu saudara-saudari kita di lingkungan hidup dan kerja kita yang sungguh membutuhkan bantuan, yang miskin dan berkekurangan. Pada kesempatan ini kiranya anda juga dapat mengunjungi dan membantu panti-panti asuhan, yang ada tanpa pandang bulu. Mereka yang menyelenggarakan dan mengurus panti-panti asuhan kiranya telah berkorban bagi sesamanya, maka marilah kita dukung mereka sesuai dengan kemampuan dan kesempatan serta kemungkinan yang kita miliki. Kami ajak dan ingatkan juga kepada para orangtua untuk membina dan mendidik anak-anaknya sedini mungkin perihal kepedulian kepada yang lain dan semangat berbagi, sebagaimana menjadi tema APP tahun ini. Kepekaan sosial hendaknya sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak, entah di masyarakat maupun di sekolah tempat mereka belajar. Kami merasa masalah kepekaan sosial ini sungguh mendesak untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan semangat egois masih meraja lela di sana-sini.
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (Mzm 51:3-6a)
Jumat, 24 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Tujuan atau maksud utama berpuasa adalah agar orang bersatu dengan Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak setiap hari, maka bagi siapapun yang demikian ini tidak perlu berpuasa. Namun jika kita semua dengan jujur mawas diri kiranya kita tidak senantiasa bersatu dalam Tuhan dalam cara hidup dan cara bertindak kita setiap hari alias kita dalam keadaan dosa. Dalam warta gembira hari ini digambarkan kemesraan hidup bersama dengan Tuhan bagaikan sepasang mempelai yang baru saja menikah, dimana mereka berdua sungguh ceria dan bahagia serta karena baru saja saling menerimakan Sakramen Perkawinan maka mereka berdua dalam keadaan suci adanya. Anda yang pernah mengalami hal itu, yaitu kebersamaan sebagai sepasang mempelai yang baru saja menikah, kiranya sulit menggambarkan dengan jelas kebahagiaan waktu itu. Banyak orang datang untuk memberi salam dan mereka pun juga dalam keadaan baik adanya, cara menghadirkan diri sungguh mempesona dan menarik. Selesai pesta perkawinan kiranya suasana menjadi lain dan kurang menarik, mempesona dan memikat, karena masing-masing orang ada kecenderungan hidup dan bertindak menurut kemauan atau keinginan sendiri, mengikuti nafsu pribadinya. Kita semua rasanya memiliki kecenderungan yang demikian itu, maka marilah kita tangkal dengan berpuasa atau matiraga. Kiranya sikap mental Farisi masih merasuki cara hidup dan cara bertindak kita, dimana kita kurang mendalam dalam hidup beriman atau beragama, karena hanya menekankan hal-hal diluar, yang kelihatan orang lain saja alias munafik.
· “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri” (Yes 58:6-7). Kita diingatkan bahwa berpuasa memiliki dimensi sosial, yaitu buah berpuasa berguna bagi orang lain selain perubahan cara hidup dan cara bertindak kita ke arah yang lebih baik atau bermoral.
Kita sendiri tidak lagi menjadi orang yang lalim melainkan alim, yang kemudian berdampak sosial seperti mendamaikan yang bermusuhan, membebaskan yang teraniaya, memberi makan kepada yang lapar, memberi pakaian kepada yang telanjang, dst..Kami percaya di masa Puasa atau Prapaskah/Tobat ini ada gerakan menyisihkan sebagai harta benda atau uang untuk kemudian dikumpulkan dan diperbantukan kepada mereka yang membutuhkan tanpa pandang bulu. Maka sudah sekian lama diselenggarakan APP, yaitu Aksi Puasa Pembangunan, suatu ajakan untuk mengadakan gerakan membangun hidup bersama yang damai dan sejahtera sebagaimana menjadi dambaan semua orang. Maka hemat saya selain berpartisipasi dalam gerakan pengumpulan harta benda atau uang. kami harapkan masing-masing dari kita secara langsung dapat memperhatikan dan membantu saudara-saudari kita di lingkungan hidup dan kerja kita yang sungguh membutuhkan bantuan, yang miskin dan berkekurangan. Pada kesempatan ini kiranya anda juga dapat mengunjungi dan membantu panti-panti asuhan, yang ada tanpa pandang bulu. Mereka yang menyelenggarakan dan mengurus panti-panti asuhan kiranya telah berkorban bagi sesamanya, maka marilah kita dukung mereka sesuai dengan kemampuan dan kesempatan serta kemungkinan yang kita miliki. Kami ajak dan ingatkan juga kepada para orangtua untuk membina dan mendidik anak-anaknya sedini mungkin perihal kepedulian kepada yang lain dan semangat berbagi, sebagaimana menjadi tema APP tahun ini. Kepekaan sosial hendaknya sedini mungkin dibiasakan pada anak-anak, entah di masyarakat maupun di sekolah tempat mereka belajar. Kami merasa masalah kepekaan sosial ini sungguh mendesak untuk kita hayati dan sebarluaskan, mengingat dan memperhatikan semangat egois masih meraja lela di sana-sini.
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (Mzm 51:3-6a)
Jumat, 24 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ