“Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: "Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus. Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini. Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo! Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!" (Luk 11:29-32), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sabda Yesus bahwa “angkatan ini adalah angkatan yang jahat”, rasanya boleh dikenakan pada kebanyakan orang masa kini, antara lain para petinggi, pemimpin, politisi atau siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama, yang kurang memperhatikan budi pekerti atau nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup. Mereka juga tidak memiliki budaya malu lagi, artinya melakukan korupsi serta berbohong merasa enak-enak saja; mereka sungguh memiliki ‘rai gedeg’. Memang kejahatan angkatan masa kini juga tak terlepas dari cara hidup dan cara bertindak angkatan pendahulunya. Bukankah mereka yang berpengaruh dalam hidup bersama masa kini, entah mereka yang ada di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif, adalah dididik dan dibesarkan sejak masa Orde Baru, tepatnya sekitar tahun 1980-1990?. Perubahan sistem pendidikan yang lebih menekankan nilai atau kepandaian daripada keutamaan atau budi pekerti waktu itu hemat saya merupakan awal kemerosotan moral bangsa. Buah sistem pendidikan yang juga masih berlangsung sampai sekarang adalah orang-orang yang lebih menekankan apa yang kelihatan daripada apa yang tidak kelihatan, yang lebih mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak, lebih menekankan material investment daripada spiritual investment. Maka kebanyakan angkatan saat ini tidak peka lagi akan tanda-tanda kehidupan, yang kemudian menjadi tidak memiliki kepekaan social atau kepedulian pada orang lain. Marilah di masa tobat atau masa berahmat ini kita memperbaharui diri: kita perdalam dan kembangkan sikap peduli dan berbagi, sehingga kita juga akan memiliki kepekaan akan kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari.
· “Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya” (Yun 3:8). Kutipan ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita dan kemudian sungguh kita hayati atau laksanakan. Kita semua diingatkan dan diajak untuk berbalik dari tingkah laku kita yang jahat maupun aneka macam bentuk kekerasan yang pernah atau sedang/masih kita lakukan. Pertama-tama dan terutama saya mengajak dan mengingatkan para orangtua untuk tidak bertindak keras terhadap anak-anaknya, lebih-lebih secara phisik, karena kekerasan yang telah mereka terima dari anda sebagai orangtua akan tumbuh berkembang menjadi lebih keras lagi di kemudian hari. Coba perhatikan dan cermati melalui aneka mass media: anak-anak sekolah tawuran dan saling menyakiti merasa enak saja, karena mereka telah menerima yang demikian itu di dalam keluarga mereka. Anak-anak adalah buah kasih, maka hanya akan dapat tumbuh berkembang dengan baik jika mereka dididik dan dibesarkan dalam dan oleh kasih. Kami berharap kepada kita semua hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih dan kebebasan. Kita dapat melakukan apapun asal tidak melecehkan atau menginjak-injak harkat martabat manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Aneka bentuk kejahatan dan kekerasan hemat saya melecehkan harkat martabat manusia. Maaf, saya juga pernah menerima informasi bahwa antar suami-isteri pun dapat terjadi kekerasan secara diam-diam, yaitu dalam rangka hubungan seksual, dimana salah satu merasa dipaksa atau diperkosa. Jika hal itu terjadi maka orang melakukan kekerasan atau kejahatan tak akan merasa lagi alias dianggap biasa-biasa saja. Kami berharap juga di sekolah-sekolah diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ulangan dan ujian’: membiarkan menyontek berarti membiarkan kejahatan tumbuh dan berkembang.
Rabu, 29 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Sabda Yesus bahwa “angkatan ini adalah angkatan yang jahat”, rasanya boleh dikenakan pada kebanyakan orang masa kini, antara lain para petinggi, pemimpin, politisi atau siapapun yang berpengaruh dalam hidup bersama, yang kurang memperhatikan budi pekerti atau nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup. Mereka juga tidak memiliki budaya malu lagi, artinya melakukan korupsi serta berbohong merasa enak-enak saja; mereka sungguh memiliki ‘rai gedeg’. Memang kejahatan angkatan masa kini juga tak terlepas dari cara hidup dan cara bertindak angkatan pendahulunya. Bukankah mereka yang berpengaruh dalam hidup bersama masa kini, entah mereka yang ada di badan legislatif, eksekutif maupun yudikatif, adalah dididik dan dibesarkan sejak masa Orde Baru, tepatnya sekitar tahun 1980-1990?. Perubahan sistem pendidikan yang lebih menekankan nilai atau kepandaian daripada keutamaan atau budi pekerti waktu itu hemat saya merupakan awal kemerosotan moral bangsa. Buah sistem pendidikan yang juga masih berlangsung sampai sekarang adalah orang-orang yang lebih menekankan apa yang kelihatan daripada apa yang tidak kelihatan, yang lebih mempengaruhi cara hidup dan cara bertindak, lebih menekankan material investment daripada spiritual investment. Maka kebanyakan angkatan saat ini tidak peka lagi akan tanda-tanda kehidupan, yang kemudian menjadi tidak memiliki kepekaan social atau kepedulian pada orang lain. Marilah di masa tobat atau masa berahmat ini kita memperbaharui diri: kita perdalam dan kembangkan sikap peduli dan berbagi, sehingga kita juga akan memiliki kepekaan akan kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari.
· “Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya” (Yun 3:8). Kutipan ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita dan kemudian sungguh kita hayati atau laksanakan. Kita semua diingatkan dan diajak untuk berbalik dari tingkah laku kita yang jahat maupun aneka macam bentuk kekerasan yang pernah atau sedang/masih kita lakukan. Pertama-tama dan terutama saya mengajak dan mengingatkan para orangtua untuk tidak bertindak keras terhadap anak-anaknya, lebih-lebih secara phisik, karena kekerasan yang telah mereka terima dari anda sebagai orangtua akan tumbuh berkembang menjadi lebih keras lagi di kemudian hari. Coba perhatikan dan cermati melalui aneka mass media: anak-anak sekolah tawuran dan saling menyakiti merasa enak saja, karena mereka telah menerima yang demikian itu di dalam keluarga mereka. Anak-anak adalah buah kasih, maka hanya akan dapat tumbuh berkembang dengan baik jika mereka dididik dan dibesarkan dalam dan oleh kasih. Kami berharap kepada kita semua hidup dan bertindak dijiwai oleh cintakasih dan kebebasan. Kita dapat melakukan apapun asal tidak melecehkan atau menginjak-injak harkat martabat manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Aneka bentuk kejahatan dan kekerasan hemat saya melecehkan harkat martabat manusia. Maaf, saya juga pernah menerima informasi bahwa antar suami-isteri pun dapat terjadi kekerasan secara diam-diam, yaitu dalam rangka hubungan seksual, dimana salah satu merasa dipaksa atau diperkosa. Jika hal itu terjadi maka orang melakukan kekerasan atau kejahatan tak akan merasa lagi alias dianggap biasa-biasa saja. Kami berharap juga di sekolah-sekolah diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ulangan dan ujian’: membiarkan menyontek berarti membiarkan kejahatan tumbuh dan berkembang.
“ Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku” (Mzm 51:3-4.12-13)
Rabu, 29 Februari 2012
Romo Ignatius Sumarya, SJ