“Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." Maka kata mereka kepada-Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi. Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.” (Yoh 6:33-36), demikian kutipan Warta Gembira hari ini
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam Warta Gembira hari ini kita diajak untuk mawas diri perihal apa yang telah kita alami atau lakukan, lebih-lebih dalam hal melihat dan mendengarkan. Kami percaya kita semua telah melihat dan mendengarkan aneka macam peristiwa dan informasi di dalam perjalanan hidup dan kerja kita setiap hari di mana pun dan kapan pun. Kepada kita ditanyakan apakah setelah melihat dan mendengarkan semuanya itu kita semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan atau semakin hidup baik dan berbudi pekerti lubur. Jika kita sungguh membuka diri dengan rendah hati, sahar, teliti dan tekun, kami percaya bahwa kita semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Maka marilah kita renungkan sabda Yesus “Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya”. Sabda atau sapaan ini memang terutama diarahkan kepada mereka yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Penyelamat Dunia. Apakah kita termasuk orang yang percaya atau tidak percaya? Mungkin kita ada di tengah-tengahnya: tidak percaya total atau seratus persen, dengan kata lain tidak hitam atau tidak putih melainkan abu-abu. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, khususnya orang katolik, kiranya kita semua telah sering menerima komuni atau Tubuh Kristus dalam rupa roti, maka marilah kita mawas diri apakah kita semakin percaya kepadaNya, semakin suci atau semakin berbakti sepenuhnya kepada Tuhan melalui pelayanan kepada saudara-saudari kita dalam hidup dan kerja sehari-hari. Karena telah menerima Tubuh Kristus berarti kita hidup dan bertindak sesuai dengan sabda-sabdaNya atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya setiap hari dimana pun dan kapanpun.
· “Beginilah firman TUHAN: Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan, sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan keadilan-Ku akan dinyatakan.Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat.” (Yes 56:1-2). Kutipan ini kiranya baik menjadi bahan refleksi atau renungan kita, terutama ajakan “Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan”. Ketidakadilan pada masa kini merajalela dimana-mana: para penegak hukum seperti hakim maupun polisi dengan mudah bertindak tidak adil karena uang. Kepada kita semua juga diajak untuk “menahan diri dari setiap perbuatan jahat”. Kami berharap peringatan atau ajakan melalui nabi Yesaya ini pertama-tama dan terutama dihayati di dalam keluarga: para orangtua atau bapak-ibu kami harapkan dapat menjadi teladan atau inspirasi bagi anak-anaknya dalam mentaati aneka tata tertib, menegakkan keadilan maupun menahan diri dari setiap perbuatan jahat. Godaan atau rayuan untuk tidak tertib, tidak adil dan berbuat jahat ada dimana-mana, kapan saja, tak kenal ruang dan waktu, demikian pula sebaliknya hidup tertib, berbuat adil dan berbuat baik juga dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Salah satu wujud keadilan yang mendasar adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia, maka kami harapkan antara suami dan isteri, bapak dan ibu, tidak terjadi pelecehan harkat martabat manusia, misalnya dengan bertindak kasar atau marah terhadap pasangan hidupnya. Mungkin juga dalam relasi antar suam-isteri juga terjadi pelanggaran hak azasi manusia, perkosaan, secara konkret dalam rangka hubungan seksual yang tidak seimbang, artinya entah isteri atau suami memaksa pasangannya untuk hubungan seksual, sehingga salah satu dari mereka tidak menikmati kebahagiaan dalam hubungan seksual, melainkan siksaan karena dipaksa atau diperkosa. Kami harap orangtua tidak tidak berlaku keras atau kasar terhadap anak-anaknya; hendaknya mendidik dan mendampingi anak-anak dalam semangat cintakasih dan kebebasan. Ajakan untuk menghindari perbuatan jahat secara konkret kami harapkan dihayati di sekolah-sekolah, yaitu pemberlakuan dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian. Membiasakan peserta didik untuk menyontek berarti membiarkan tidak kejahatan terjadi alias mendidik para peserta didik latihan berbuat jahat atau korupsi.
“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi” (Mzm 67:2-3.5)
Jumat, 16 Desember 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Dalam Warta Gembira hari ini kita diajak untuk mawas diri perihal apa yang telah kita alami atau lakukan, lebih-lebih dalam hal melihat dan mendengarkan. Kami percaya kita semua telah melihat dan mendengarkan aneka macam peristiwa dan informasi di dalam perjalanan hidup dan kerja kita setiap hari di mana pun dan kapan pun. Kepada kita ditanyakan apakah setelah melihat dan mendengarkan semuanya itu kita semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan atau semakin hidup baik dan berbudi pekerti lubur. Jika kita sungguh membuka diri dengan rendah hati, sahar, teliti dan tekun, kami percaya bahwa kita semakin beriman, semakin membaktikan diri seutuhnya kepada Tuhan. Maka marilah kita renungkan sabda Yesus “Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya”. Sabda atau sapaan ini memang terutama diarahkan kepada mereka yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Penyelamat Dunia. Apakah kita termasuk orang yang percaya atau tidak percaya? Mungkin kita ada di tengah-tengahnya: tidak percaya total atau seratus persen, dengan kata lain tidak hitam atau tidak putih melainkan abu-abu. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, khususnya orang katolik, kiranya kita semua telah sering menerima komuni atau Tubuh Kristus dalam rupa roti, maka marilah kita mawas diri apakah kita semakin percaya kepadaNya, semakin suci atau semakin berbakti sepenuhnya kepada Tuhan melalui pelayanan kepada saudara-saudari kita dalam hidup dan kerja sehari-hari. Karena telah menerima Tubuh Kristus berarti kita hidup dan bertindak sesuai dengan sabda-sabdaNya atau meneladan cara hidup dan cara bertindakNya setiap hari dimana pun dan kapanpun.
· “Beginilah firman TUHAN: Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan, sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan keadilan-Ku akan dinyatakan.Berbahagialah orang yang melakukannya, dan anak manusia yang berpegang kepadanya: yang memelihara hari Sabat dan tidak menajiskannya, dan yang menahan diri dari setiap perbuatan jahat.” (Yes 56:1-2). Kutipan ini kiranya baik menjadi bahan refleksi atau renungan kita, terutama ajakan “Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan”. Ketidakadilan pada masa kini merajalela dimana-mana: para penegak hukum seperti hakim maupun polisi dengan mudah bertindak tidak adil karena uang. Kepada kita semua juga diajak untuk “menahan diri dari setiap perbuatan jahat”. Kami berharap peringatan atau ajakan melalui nabi Yesaya ini pertama-tama dan terutama dihayati di dalam keluarga: para orangtua atau bapak-ibu kami harapkan dapat menjadi teladan atau inspirasi bagi anak-anaknya dalam mentaati aneka tata tertib, menegakkan keadilan maupun menahan diri dari setiap perbuatan jahat. Godaan atau rayuan untuk tidak tertib, tidak adil dan berbuat jahat ada dimana-mana, kapan saja, tak kenal ruang dan waktu, demikian pula sebaliknya hidup tertib, berbuat adil dan berbuat baik juga dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Salah satu wujud keadilan yang mendasar adalah menjunjung tinggi harkat martabat manusia, maka kami harapkan antara suami dan isteri, bapak dan ibu, tidak terjadi pelecehan harkat martabat manusia, misalnya dengan bertindak kasar atau marah terhadap pasangan hidupnya. Mungkin juga dalam relasi antar suam-isteri juga terjadi pelanggaran hak azasi manusia, perkosaan, secara konkret dalam rangka hubungan seksual yang tidak seimbang, artinya entah isteri atau suami memaksa pasangannya untuk hubungan seksual, sehingga salah satu dari mereka tidak menikmati kebahagiaan dalam hubungan seksual, melainkan siksaan karena dipaksa atau diperkosa. Kami harap orangtua tidak tidak berlaku keras atau kasar terhadap anak-anaknya; hendaknya mendidik dan mendampingi anak-anak dalam semangat cintakasih dan kebebasan. Ajakan untuk menghindari perbuatan jahat secara konkret kami harapkan dihayati di sekolah-sekolah, yaitu pemberlakuan dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian. Membiasakan peserta didik untuk menyontek berarti membiarkan tidak kejahatan terjadi alias mendidik para peserta didik latihan berbuat jahat atau korupsi.
“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi” (Mzm 67:2-3.5)
Jumat, 16 Desember 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ