“Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang” (Bil 13:1-2a.25 – 14:1.26-29; Mzm 106:6.7a.13-14.21-23; Mat 15:21-28)


“Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon. Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." Tetapi Yesus sama sekali tidak menjawabnya. Lalu murid-murid-Nya datang dan meminta kepada-Nya: "Suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak-teriak." Jawab Yesus: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel." Tetapi perempuan itu mendekat dan menyembah Dia sambil berkata: "Tuhan, tolonglah aku." Tetapi Yesus menjawab: "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." Kata perempuan itu: "Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya." Maka Yesus menjawab dan berkata kepadanya: "Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki." Dan seketika itu juga anaknya sembuh.” (Mat 15:21-28), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Cukup banyak karya-karya pelayanan pendidikan atau kesehatan lebih berpihak kepada mereka yang pandai atau kaya, sedangkan yang bodoh atau miskin kurang mendapat tempat atau perhatian. Sabda Yesus hari ini mengajak dan mengingatkan kita untuk menghayati salah satu opsi hidup beriman atau menggereja, yaitu “preferential option for/with the poor” (=keberpihakan pada/bersama yang miskin dan berkekurangan). “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang”, demikian sabda Yesus, yang hendaknya juga menjadi pegangan atau acuan kita dalam cara hidup dan cara bertindak kita dalam aneka pelayanan atau kerja kita. Sabda ini kiranya yang menjadi jiwa Ibu Teresa dari Kalkuta, yang meninggalkan gedung sekolah mewah dan pergi ke jalanan untuk mengasihi dan melayani mereka yang miskin, sakit, menderita, terbuang, dst..
Dengan ini kami mengajak dan mengingatkan kita semua, segenap umat beriman dan beragama untuk memperhatikan dan mengasihi mereka ‘yang hilang’, yang kurang memperoleh perhatian, sehingga miskin, menderita, sakit dan berkekurangan dalam berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Saya percaya bahwa di sekitar kita atau di lingkungan hidup, kerja dan pelayanan kita ada yang ‘hilang’, maka kami ajak untuk mencari dan memperhatikan mereka, membantunya sesuai dengan kebutuhannya. Ingatlah dan hayati bahwa mereka kiranya cukup beriman, artinya membuka diri sepenuhnya atas penyelenggaraan Ilahi, yang menjadi nyata dalam aneka kebaikan dan perhatian orang lain. Marilah kita perhatikan anak-anak kita yang nakal, bodoh dan rewel alias menjengkelkan serta kita dekati dalam dan dengan cintakasih serta kerendahan hati.

· “ Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman TUHAN, bahwasanya seperti yang kamu katakan di hadapan-Ku, demikianlah akan Kulakukan kepadamu. Di padang gurun ini bangkai-bangkaimu akan berhantaran, yakni semua orang di antara kamu yang dicatat, semua tanpa terkecuali yang berumur dua puluh tahun ke atas, karena kamu telah bersungut-sungut kepada-Ku” (Bil 14:28-29). Kutipan di atas ini terarah kepada bangsa terpilih yang bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu dalam perjalanan menuju ‘tanah terjanji’. Ada kemugkinan kita yang sedang dalam perjalanan melaksanakan tugas pekerjaan atau menghayati panggilan juga bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu karena harus menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Tanpa dihukum mereka yang bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu telah terhukum dengan sendirinya, antara lain mereka akan dijauhi oleh sesamanya atau bahkan mereka sendiri kemudian langsung mengasingkan diri. Bentuk hukuman yang lain antara lain mereka tak berbahagia, mudah terserang penyakit dan kemungkinan juga cepat mati. Kelompok hidup bersama, entah itu keluarga atau masyarakat, dimana anggota-anggotanya bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu, maka secara otomatis hidup bersama akan berantakan. Maka dengan ini kami mengharapkan kita semua: hendaknya jangan bersungut-sungut, mengeluh atau menggerutu ketika dalam perjalanan hidup dan tugas harus menghadapi aneka masalah, tantangan dan hambatan; hadapi saja semuanya itu dengan tenang, gembira dan bergairah, maka jika kita tak mampu sendiri menyelesaikannya pasti banyak orang tergerak mendekati kita dan membantunya. Bukankah keceriaan dan kegairahan serta penuh senyum akan mempesona, menarik dan memikat orang lain? Tidak ada alasan untuk tidak gembira, bergairah dan bersenyum bagi kita yang sungguh beriman, karena Tuha senantiasa menyertai dan mendampingi perjalanan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita.

“Mereka melupakan Allah yang telah menyelamatkan mereka, yang telah melakukan hal-hal yang besar di Mesir: perbuatan-perbuatan ajaib di tanah Ham, perbuatan-perbuatan dahsyat di tepi Laut Teberau. Maka Ia mengatakan hendak memusnahkan mereka, kalau Musa, orang pilihan-Nya, tidak mengetengahi di hadapan-Nya, untuk menyurutkan amarah-Nya, sehingga Ia tidak memusnahkan mereka.”

(Mzm 106:21-23)

Rabu, 3 Agustus 2011

Romo Ign Sumarya, SJ