* Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-11: Merenungkan Hal-hal yang Harus Dihindari dalam Praktek Devosi
Ada umat yang sangat rajin melakukan ziarah ke gua Maria, hampir seminggu sekali. Mereka melakukannya dengan tertib dan disiplin. Banyak berkat yang diterima dari ziarah yang dilakukannya: usahanya lancar, doa-doa permohonannya terkabul, hidupnya tenang. Namun sayangnya orang ini jarang mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan tidak pernah mau berkumpul dengan umat di lingkungannya.
Itulah salah satu hal yang harus dihindari: terlalu bersemangat berdevosi tetapi malah tidak melaksanakan perayaan Ekaristi yang mestinya menjadi sumber dan puncak hidupnya. Selain itu bila kita berdevosi dengan kuat pada orang kudus tertentu misalnya, jangan sampai kebablasen hingga menggeser Tuhan Yesus Kristus. Bila ada orang yang begitu bersemangat sampai berkata: " Ya Bunda Maria, hantarkanlah doa ini kepada Bapa di surga, sebab engkaulah pengantara yang ajaib.." nah inilah devosi yang sudah tidak benar. Sebab satu-satunya pengantara hanyalah Tuhan Yesus Kristus sendiri! Inilah contoh praktek devosi yang tidak sejalan dengan ajaran iman yang benar dari Gereja.
Devosi mestinya juga mendorong orang untuk semakin menghayati kasih kepada Tuhan dan sesama. Kalau ada orang yang sangat aktif ikut kelompok doa, tiap hari juga rajin berdoa rosario, lalu juga bahkan seminggu sekali Adorasi, akan tetapi kalau orang itu mudah mendendam, suka membicarakan kejelekan orang lain, sulit mengampuni, pelit dan kikir pada orang yang meminta bantuan.... nah inilah praktek devosi yang belum baik. Praktek devosi yang baik tentunya mendorong orang semakin mengasihi sesama dan suka berkorban bagi orang lain!
Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-12: Merenungkan Bahaya Magis Devosi
Suatu hari ada seorang ibu muda yang menuju gereja. Namun gereja sepi. Rama paroki pas jalan-jalan di pekarangan pastoran. Ibu tadi bertanya, "Rama, ada misa sore Jumat pertama tidak?" "Tidak bu", jawab Rama tadi. "Misanya pagi hari, dan sore hari misa di stasi namun di jauh sana, mulai jam 17.00. Ada yang dapat saya bantu?" " Begini Rama, hari ini adalah hari novena saya yang terakhir, yang ke-9.Tadi pagi anak saya rewel sehingga saya tidak bisa ke gereja. Waduh....saya kecewa sekali, kurang satu saja tidak ada misa. Novena saya batal, romo! Permohonan saya pasti tidak terkabul!"
Itulah contoh paham yang kurang tepat dalam praktek devosi. Mengapa? Sebab ibu muda tadi memandang jumlah angka sembilan sebagai syarat terkabulnya doa. Inilah praktek bahaya magis. Praktek magis ialah praktek yang memandang sumber terkabulnya doa, sumber rahmat dan berkat terletak pada rumusan atau mantra tertentu, jam atau waktu tertentu, benda atau alat suci tertentu, angka atau tempat tertentu. Padahal yang benar: sumber terkabulnya doa atau sumber berkat hanyalah Tuhan Allah sendiri. Apabila orang memandang terkabulnya doa tergantung pada jam doanya (misalnya jam 24.00) atau menggunakan rumusan doa tertentu ("kalau doa novena ini pasti jozz lho doanya, pasti terkabul), itulah praktek magis. Terkabul atau tidak, menerima berkat atau tidak, bukankah hanya tergantung pada Allah sendiri dan bukan pada rumus/mantra atau waktu tertentu itu.
Termasuk magis ialah yang berbau klenik, seperti memperlakukan rosario sebagai jimat (mungkin karena diberkati Paus?), seperti orang Jawa yang memperlakukan keris pusaka. Melaksanakan doa devosi mestinya lebih digerakkan oleh rasa kasih sayang dan penyerahan kepada Tuhan, memohon bantuan doa dari orang-orang kudus, dan selebihnya menyerahkan segalanya pada kebaikan dan kebijaksanaan Allah sendiri!
* Merenungkan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-13: Kelompok Doa dan Devosi
Frederikus Dursasana, seorang pengurus Paroki yang mengurusi jaringan kelompok doa di Paroki Banjarjungut "mutung" alias kapok. Ia tidak mau berkontak dengan salah satu kelompok doa yang ada di parokinya. Kejadiannya seperti ini: suatu ketika dia membuat program tim kerjanya untuk mengumpulkan seluruh kelompok doa di parokinya. Namun ketika ia menghubungi salah satu pengurus kelompok doa, serta merta ia mendapat jawaban yang mengejutkan: "Kami ini kelompok doa mandiri. Kami tidak mau urusan kami dicampuri oleh orang lain. Kan sebelum dewan paroki terbentuk kamu sudah ada. Lagi pula kami memiliki pengurus di atas kami, di tingkat kevikepan dan keuskupan. Ini malah ada-ada saja. Pokoknya kami gak mau".
Terkadang masih ada anggota kelompok doa yang kurang memahami: betapa penting dan perlunya membangun persaudaraan berbagai kelompok doa dalam paguyuban. Di Keuskupan Agung Semarang, kita mengenalnya sebagai Jaringan persaudaraan antara Kelompok Doa di Keuskupan Agung Semarang (Jarongan KODOK). Maksud paguyuban ini ialah agar wajah Gereja sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban (communio) menjadi tampak. Dengan jaringan KODOK dibangunlah suatu persaudaraan antar kelompok-kelompok dia agar dapat: saling memperkaya dan meneguhkan, serta saling berbagi karunia tanpa kehilangan kekhasan masing-masing, sehingga dapat bekerjasama dalam semangat kasih dan kesatuan sebagai umat Allah di Keuskupan dan Gereja semesta.
Di tingkat Kevikepan dan akhirnya setiap paroki juga diharapkan terbentuknya jaringan kelompok doa ini. Jaringan kelompok dia ini diajak untuk berkumpul secara berkala, menjalin komunikasi dan tukar pengalaman. Jaringan kelompok doa ini diharapkan menjadi penggerak doa di paroki, kevikepan dan keuskupan tercinta kita.
* Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-14: Merenungkan Makna Devosi Ekaristi
Silahkan Anda memperhatikan: bagaimana sikap orang saat menerima komuni, cara berjalannya, lalu apa yang ia buat setelah menerima komuni. Macam-macam bukan? Ada yang maju dengan khidmat, tangan terkatup dan sangat liturgis, sementara itu ada yang maju dengan santai, mata memandang ke mana-mana dan tidak konsen. Setelah menerima komuni begitu pula: ada yang berlutut dan berdoa dengan khidmat, sementara itu ada yang sebentar berdoa (sekitar 8 detik) dan langsung bisik-bisik dengan yang disampingnya, bahkan tangannya masuk ke tas untuk mengecek HP, apakah ada SMS masuk.
Mereka yang khidmat menyambut komuni, berdoa dengan berlama-lama setelah komuni, dan bahkan masih menyempatkan diri berdia beberapa menit setelah Misa selesai ialah orang yang telah memiliki devosi Ekaristi yang baik. Devosi Ekaristi dapat berbentuk Adorasi Ekaristi, prosesi Sakramen Mahakudus, Kongres Ekaristi, visitasi atau kunjungan Sakramen Mahakudus, ataupun doa syukur setelah komuni. Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa berbagai devosi Ekaristi ini "memperpanjang dan mengintensifkan segala yang terjadi dalam perayaan Ekaristi sendiri" (SCar no.66). Itulah makna pokok devosi Ekaristi. Devosi Ekaristi memang tidak dapat dipisahkan dari perayaan Ekaristi.
Selain menjadi perpanjangan dan pendalaman perayaan Ekaristi sendiri, devosi Ekaristi memenuhi kerinduan kita yang ingin berdoa secara berlama-lama di hadapan Sakramen Mahakudus. Bukankah saat Misa, kita sering kurang waktu untuk berdoa pribadi? Nah, kerinduan untuk mengeluarkan semua uneg-uneg kepada Yesus yang hadir dalam Ekaristi dapat kita "puaskan" melalui devosi-devosi ini.
* Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-15: Merenungkan Devosi Ekaristi Kekuatan Panggilan
Buku Ibadat Adorasi Ekaristi yang dikeluarkan oleh Komlit KAS tahun 2007 menawarkan 7 tema untuk adorasi Ekaristi. Tema ke 6 adalah Ekaristi sebagai "Pusat Hidup Panggilan". Bacaan yang dikutip adalah Matius 9: 35-38. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu".
Pada haru Minggu Panggilan ini, marilah kita memohon kepada Sang Empunya tuaian, yakni Allah sendiri, agar mengirimkan orang-orang yang dipanggil menjadi pelayan kebun anggur. Semoga anak-anak, remaja dan kaum muda kita, termasuk dari keluarga kita atau bahkan kita sendiri yang masih muda siap berangkat ke Seminari atau membiara dalam jalan panggilan khusus! Semua pihak perlu berdoa dan membangun suasana yang mendukung panggilan suci ini! Untuk itu Adorasi Ekaristi dapat menjadi kekuatan suburnya hidup panggilan.
Kesempatan adorasi Ekaristi tiap Jumat Pertama, kesempatan khusus pada waktu pertemuan atau rekoleksi Remaja dan Kaum Muda diisi dengan doa meditatif Taize dengan pentahtaan Sakramen Mahakudus. Bisa juga saat pembinaan Dewan Paroki direncanakan ada kesempatan 30 menit untuk adorasi Ekaristi yang mendekatkan pengurus Dewan dengan kehadiran Tuhan sendiri yang menyentuh hati pengurus Dewan. Pelbagai kesempatan adorasi itu semoga menjadi sarana yang mendekatkan umat beriman untuk menjadi peka akan sentuhan kasih Tuhan yang menyapa.
Sumber: Komisi Liturgi KAS
Ada umat yang sangat rajin melakukan ziarah ke gua Maria, hampir seminggu sekali. Mereka melakukannya dengan tertib dan disiplin. Banyak berkat yang diterima dari ziarah yang dilakukannya: usahanya lancar, doa-doa permohonannya terkabul, hidupnya tenang. Namun sayangnya orang ini jarang mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan tidak pernah mau berkumpul dengan umat di lingkungannya.
Itulah salah satu hal yang harus dihindari: terlalu bersemangat berdevosi tetapi malah tidak melaksanakan perayaan Ekaristi yang mestinya menjadi sumber dan puncak hidupnya. Selain itu bila kita berdevosi dengan kuat pada orang kudus tertentu misalnya, jangan sampai kebablasen hingga menggeser Tuhan Yesus Kristus. Bila ada orang yang begitu bersemangat sampai berkata: " Ya Bunda Maria, hantarkanlah doa ini kepada Bapa di surga, sebab engkaulah pengantara yang ajaib.." nah inilah devosi yang sudah tidak benar. Sebab satu-satunya pengantara hanyalah Tuhan Yesus Kristus sendiri! Inilah contoh praktek devosi yang tidak sejalan dengan ajaran iman yang benar dari Gereja.
Devosi mestinya juga mendorong orang untuk semakin menghayati kasih kepada Tuhan dan sesama. Kalau ada orang yang sangat aktif ikut kelompok doa, tiap hari juga rajin berdoa rosario, lalu juga bahkan seminggu sekali Adorasi, akan tetapi kalau orang itu mudah mendendam, suka membicarakan kejelekan orang lain, sulit mengampuni, pelit dan kikir pada orang yang meminta bantuan.... nah inilah praktek devosi yang belum baik. Praktek devosi yang baik tentunya mendorong orang semakin mengasihi sesama dan suka berkorban bagi orang lain!
Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-12: Merenungkan Bahaya Magis Devosi
Suatu hari ada seorang ibu muda yang menuju gereja. Namun gereja sepi. Rama paroki pas jalan-jalan di pekarangan pastoran. Ibu tadi bertanya, "Rama, ada misa sore Jumat pertama tidak?" "Tidak bu", jawab Rama tadi. "Misanya pagi hari, dan sore hari misa di stasi namun di jauh sana, mulai jam 17.00. Ada yang dapat saya bantu?" " Begini Rama, hari ini adalah hari novena saya yang terakhir, yang ke-9.Tadi pagi anak saya rewel sehingga saya tidak bisa ke gereja. Waduh....saya kecewa sekali, kurang satu saja tidak ada misa. Novena saya batal, romo! Permohonan saya pasti tidak terkabul!"
Itulah contoh paham yang kurang tepat dalam praktek devosi. Mengapa? Sebab ibu muda tadi memandang jumlah angka sembilan sebagai syarat terkabulnya doa. Inilah praktek bahaya magis. Praktek magis ialah praktek yang memandang sumber terkabulnya doa, sumber rahmat dan berkat terletak pada rumusan atau mantra tertentu, jam atau waktu tertentu, benda atau alat suci tertentu, angka atau tempat tertentu. Padahal yang benar: sumber terkabulnya doa atau sumber berkat hanyalah Tuhan Allah sendiri. Apabila orang memandang terkabulnya doa tergantung pada jam doanya (misalnya jam 24.00) atau menggunakan rumusan doa tertentu ("kalau doa novena ini pasti jozz lho doanya, pasti terkabul), itulah praktek magis. Terkabul atau tidak, menerima berkat atau tidak, bukankah hanya tergantung pada Allah sendiri dan bukan pada rumus/mantra atau waktu tertentu itu.
Termasuk magis ialah yang berbau klenik, seperti memperlakukan rosario sebagai jimat (mungkin karena diberkati Paus?), seperti orang Jawa yang memperlakukan keris pusaka. Melaksanakan doa devosi mestinya lebih digerakkan oleh rasa kasih sayang dan penyerahan kepada Tuhan, memohon bantuan doa dari orang-orang kudus, dan selebihnya menyerahkan segalanya pada kebaikan dan kebijaksanaan Allah sendiri!
* Merenungkan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-13: Kelompok Doa dan Devosi
Frederikus Dursasana, seorang pengurus Paroki yang mengurusi jaringan kelompok doa di Paroki Banjarjungut "mutung" alias kapok. Ia tidak mau berkontak dengan salah satu kelompok doa yang ada di parokinya. Kejadiannya seperti ini: suatu ketika dia membuat program tim kerjanya untuk mengumpulkan seluruh kelompok doa di parokinya. Namun ketika ia menghubungi salah satu pengurus kelompok doa, serta merta ia mendapat jawaban yang mengejutkan: "Kami ini kelompok doa mandiri. Kami tidak mau urusan kami dicampuri oleh orang lain. Kan sebelum dewan paroki terbentuk kamu sudah ada. Lagi pula kami memiliki pengurus di atas kami, di tingkat kevikepan dan keuskupan. Ini malah ada-ada saja. Pokoknya kami gak mau".
Terkadang masih ada anggota kelompok doa yang kurang memahami: betapa penting dan perlunya membangun persaudaraan berbagai kelompok doa dalam paguyuban. Di Keuskupan Agung Semarang, kita mengenalnya sebagai Jaringan persaudaraan antara Kelompok Doa di Keuskupan Agung Semarang (Jarongan KODOK). Maksud paguyuban ini ialah agar wajah Gereja sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban (communio) menjadi tampak. Dengan jaringan KODOK dibangunlah suatu persaudaraan antar kelompok-kelompok dia agar dapat: saling memperkaya dan meneguhkan, serta saling berbagi karunia tanpa kehilangan kekhasan masing-masing, sehingga dapat bekerjasama dalam semangat kasih dan kesatuan sebagai umat Allah di Keuskupan dan Gereja semesta.
Di tingkat Kevikepan dan akhirnya setiap paroki juga diharapkan terbentuknya jaringan kelompok doa ini. Jaringan kelompok dia ini diajak untuk berkumpul secara berkala, menjalin komunikasi dan tukar pengalaman. Jaringan kelompok doa ini diharapkan menjadi penggerak doa di paroki, kevikepan dan keuskupan tercinta kita.
* Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-14: Merenungkan Makna Devosi Ekaristi
Silahkan Anda memperhatikan: bagaimana sikap orang saat menerima komuni, cara berjalannya, lalu apa yang ia buat setelah menerima komuni. Macam-macam bukan? Ada yang maju dengan khidmat, tangan terkatup dan sangat liturgis, sementara itu ada yang maju dengan santai, mata memandang ke mana-mana dan tidak konsen. Setelah menerima komuni begitu pula: ada yang berlutut dan berdoa dengan khidmat, sementara itu ada yang sebentar berdoa (sekitar 8 detik) dan langsung bisik-bisik dengan yang disampingnya, bahkan tangannya masuk ke tas untuk mengecek HP, apakah ada SMS masuk.
Mereka yang khidmat menyambut komuni, berdoa dengan berlama-lama setelah komuni, dan bahkan masih menyempatkan diri berdia beberapa menit setelah Misa selesai ialah orang yang telah memiliki devosi Ekaristi yang baik. Devosi Ekaristi dapat berbentuk Adorasi Ekaristi, prosesi Sakramen Mahakudus, Kongres Ekaristi, visitasi atau kunjungan Sakramen Mahakudus, ataupun doa syukur setelah komuni. Paus Benediktus XVI mengatakan bahwa berbagai devosi Ekaristi ini "memperpanjang dan mengintensifkan segala yang terjadi dalam perayaan Ekaristi sendiri" (SCar no.66). Itulah makna pokok devosi Ekaristi. Devosi Ekaristi memang tidak dapat dipisahkan dari perayaan Ekaristi.
Selain menjadi perpanjangan dan pendalaman perayaan Ekaristi sendiri, devosi Ekaristi memenuhi kerinduan kita yang ingin berdoa secara berlama-lama di hadapan Sakramen Mahakudus. Bukankah saat Misa, kita sering kurang waktu untuk berdoa pribadi? Nah, kerinduan untuk mengeluarkan semua uneg-uneg kepada Yesus yang hadir dalam Ekaristi dapat kita "puaskan" melalui devosi-devosi ini.
* Renungan Bulan Katekese Liturgi Hari ke-15: Merenungkan Devosi Ekaristi Kekuatan Panggilan
Buku Ibadat Adorasi Ekaristi yang dikeluarkan oleh Komlit KAS tahun 2007 menawarkan 7 tema untuk adorasi Ekaristi. Tema ke 6 adalah Ekaristi sebagai "Pusat Hidup Panggilan". Bacaan yang dikutip adalah Matius 9: 35-38. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu".
Pada haru Minggu Panggilan ini, marilah kita memohon kepada Sang Empunya tuaian, yakni Allah sendiri, agar mengirimkan orang-orang yang dipanggil menjadi pelayan kebun anggur. Semoga anak-anak, remaja dan kaum muda kita, termasuk dari keluarga kita atau bahkan kita sendiri yang masih muda siap berangkat ke Seminari atau membiara dalam jalan panggilan khusus! Semua pihak perlu berdoa dan membangun suasana yang mendukung panggilan suci ini! Untuk itu Adorasi Ekaristi dapat menjadi kekuatan suburnya hidup panggilan.
Kesempatan adorasi Ekaristi tiap Jumat Pertama, kesempatan khusus pada waktu pertemuan atau rekoleksi Remaja dan Kaum Muda diisi dengan doa meditatif Taize dengan pentahtaan Sakramen Mahakudus. Bisa juga saat pembinaan Dewan Paroki direncanakan ada kesempatan 30 menit untuk adorasi Ekaristi yang mendekatkan pengurus Dewan dengan kehadiran Tuhan sendiri yang menyentuh hati pengurus Dewan. Pelbagai kesempatan adorasi itu semoga menjadi sarana yang mendekatkan umat beriman untuk menjadi peka akan sentuhan kasih Tuhan yang menyapa.
Sumber: Komisi Liturgi KAS