Musa menjulang di atas semua pemimpin Israel. Sekurang-kurangnya menurut beberapa sumber, ia digambarkan sebagai seorang nabi: "Musa dikenal Tuhan dengan berhadapan muka, tidak ada nabi yang bangkit di antar orang Israel dalam hal segala tanda dan mukjizat yang dilakukannya atas perintah Tuhan dan dalam segala perbuatan kekuasaan dan segala kedahsyatan yang besar seperti yang dilakukan Musa di depan seluruh orang Israel (Ul 43:10-12).
Hal yang membuat Musa khas adalah perannya sebagai perantara, sebagai pengarah antara Yahwe dan umat-Nya. Rahasia kebesarannya terletak pada bakat-bakatnya yang biasa ada pada orang-orang secara terpisah, namun menyatu di dalam dirinya. Dan faktor yang menyatukan semua anugerah itu adalah anugerah spiritual, pusat, dan titik tuju dari segala, yang membuat semua bakatnya tidak tercerai berai. Musa yang membentuk bangsanya dari sekelompok budak yang tak jelas menjadi umat Allah, membawa mereka ke gunung Sinai, membimbing mereka ke padang gurun, memberi mereka makan, mempertahankan iman mereka kepada Yahwe agar tetap murni dan pada akhirnya menggerakkan mereka ke Tanah Terjanji.
Musa berhasil dengan baik dalam melaksanakan tugas yang diberikan Yahwe kepadanya. Ia berhasil meyakinkan Firaun untuk melepaskan orang-orang sebangsanya Israel. Kemudian mulailah perjalanan melalui padang gurun yang panjang dan tak berujung. Tetapi kegembiraan karena mendapat kebebasan dan diperbolehkan meninggalkan negeri Mesir itu segera saja diikuti oleh kecemasan dalam perjalanan. Setelah bertahun-tahun menempuh perjalanan di padang gurun, kelompok pelarian itu tampak kehilangan daya tahan dan kesabaran berada di padang gurun dan di tengah antah berantah yang tak jelas sedang berada di mana. Seperti biasanya, Musa naik gunung Sinai untuk berkomunikasi dengan sahabatnya, Yahweh, sedang orang-orang Israel yang berada di bawah menjadi semakin tidak sabar dan di bawah pimpinan Harun membuat anak lembu dari emas. Ketika Musa turun dari gunung Sinai dengan membawa dua loh batu yang berisi hukum Allah, ia mendengar musik tarian dan suara kegembiraan orang banyak. Musa menjadi marah dan amarahnya tidak dapat dikendalikan. Dalam kemarahannya ia membanting loh-loh batu yang dibawanya dan menghancurkan menjadi berkeping-keping. Dan dalam kemarahan itu ia mengambil anak lembu yang mereka buat itu, membakarnya dengan api dan menggilingnya sampai halus kemudian menaburkannya ke atas air dan menyuruh orang Israel meminumnya . Amarah Musa pada dasarnya bukan kemarahannya sendiri melainkan cerminan amarah Yahweh.
Namun Musa adalah orang yang rendah hati dan Yahweh berusaha agar Musa tetap rendah hati. Kadang-kadang Yahweh membiarkannya mengalami dan merasakan kegagalan. Amat mengherankan bahwa doa yang dihantarnya, baik untuk keluarga maupun untuk umatnya pada umumnya dikabulkan Allah. Tetapi bila ia berdoa bagi dirinya terkadang gagal total dan memalukan. Seolah-olah Allah khawatir kalau-kalau keberhasilah sebagai pengantara yang kerap dialami Musa dapat membuatnya besar kepala. Kadang-kadang Yahweh menolak untuk mengabulkan permohonan sahabat-Nya ini. Peran Musa sebagai pengantara merupakan hal yang melekat pada dirinya. Pada dasarnya Musa adalah seorang penengah. Musa mencintai Allah dan umat-Nya dan Musa terentang antara kedua cinta itu. Kerap dirasakan seakan-akan hal ini berlawanan sampai-sampai dia mengalami putus asa.
Yahweh mewahyukan diri kepada Musa, kepribadian-Nya yang paling dalam dengan kalimat yang tentu membuat bangsa Yahudi dewasa ini senang, "Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setianya, yang meneguhkan kasih setianya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran, dan dosa ....." (Kel 34:6-7). Itulah kekasih yang penuh belas kasihan dan kesetiaan karena inti kepribadiannya diwarnai oleh dua ciri yang tidak dapat dipisahkan yang menghiasi wataknya, yaitu belas kasih kepada orang berdosa dan kesetiaan yang tidak tergoyahkan kepada sabda-Nya yang telah dijanjikan.
Perjalanan yang seakan-akan tidak pernah akan berakhir melewati padang gurun toh akhirnya berakhir. Bila seorang peziarah ke tanah suci berdiri di tepi sungai Yordan dapat melihat ke arah timur, gambar garis gunung Nebo yang kabur kebiru-biruan di mana Musa meninggal. "Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke arah gunung Nebo yang di seberang Yerikho, lalu Tuhan memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu. Inilah negeri yang kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub. Aku mengijinkan Engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana (Ul 34:1-4). Keinginan Musa tidak kesampaian. Sebelumnya ia telah memohon kepada Yahweh agar tidak diperkenankan tidak hanya melihat Tanah Terjanji, tetapi juga menapakkan kaki ke sana. Yahwe tidak mengabulkan permintaan itu.
Tradisi tidak menyebut tempat penguburan Musa. Kita hanya tahu bahwa "Musa berumur seratus dua puluh tahun ketika ia meninggal, matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang" (Ul 34:7)
Sumber: Novena St Antonius I Bersama Musa: menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.
Hal yang membuat Musa khas adalah perannya sebagai perantara, sebagai pengarah antara Yahwe dan umat-Nya. Rahasia kebesarannya terletak pada bakat-bakatnya yang biasa ada pada orang-orang secara terpisah, namun menyatu di dalam dirinya. Dan faktor yang menyatukan semua anugerah itu adalah anugerah spiritual, pusat, dan titik tuju dari segala, yang membuat semua bakatnya tidak tercerai berai. Musa yang membentuk bangsanya dari sekelompok budak yang tak jelas menjadi umat Allah, membawa mereka ke gunung Sinai, membimbing mereka ke padang gurun, memberi mereka makan, mempertahankan iman mereka kepada Yahwe agar tetap murni dan pada akhirnya menggerakkan mereka ke Tanah Terjanji.
Musa berhasil dengan baik dalam melaksanakan tugas yang diberikan Yahwe kepadanya. Ia berhasil meyakinkan Firaun untuk melepaskan orang-orang sebangsanya Israel. Kemudian mulailah perjalanan melalui padang gurun yang panjang dan tak berujung. Tetapi kegembiraan karena mendapat kebebasan dan diperbolehkan meninggalkan negeri Mesir itu segera saja diikuti oleh kecemasan dalam perjalanan. Setelah bertahun-tahun menempuh perjalanan di padang gurun, kelompok pelarian itu tampak kehilangan daya tahan dan kesabaran berada di padang gurun dan di tengah antah berantah yang tak jelas sedang berada di mana. Seperti biasanya, Musa naik gunung Sinai untuk berkomunikasi dengan sahabatnya, Yahweh, sedang orang-orang Israel yang berada di bawah menjadi semakin tidak sabar dan di bawah pimpinan Harun membuat anak lembu dari emas. Ketika Musa turun dari gunung Sinai dengan membawa dua loh batu yang berisi hukum Allah, ia mendengar musik tarian dan suara kegembiraan orang banyak. Musa menjadi marah dan amarahnya tidak dapat dikendalikan. Dalam kemarahannya ia membanting loh-loh batu yang dibawanya dan menghancurkan menjadi berkeping-keping. Dan dalam kemarahan itu ia mengambil anak lembu yang mereka buat itu, membakarnya dengan api dan menggilingnya sampai halus kemudian menaburkannya ke atas air dan menyuruh orang Israel meminumnya . Amarah Musa pada dasarnya bukan kemarahannya sendiri melainkan cerminan amarah Yahweh.
Namun Musa adalah orang yang rendah hati dan Yahweh berusaha agar Musa tetap rendah hati. Kadang-kadang Yahweh membiarkannya mengalami dan merasakan kegagalan. Amat mengherankan bahwa doa yang dihantarnya, baik untuk keluarga maupun untuk umatnya pada umumnya dikabulkan Allah. Tetapi bila ia berdoa bagi dirinya terkadang gagal total dan memalukan. Seolah-olah Allah khawatir kalau-kalau keberhasilah sebagai pengantara yang kerap dialami Musa dapat membuatnya besar kepala. Kadang-kadang Yahweh menolak untuk mengabulkan permohonan sahabat-Nya ini. Peran Musa sebagai pengantara merupakan hal yang melekat pada dirinya. Pada dasarnya Musa adalah seorang penengah. Musa mencintai Allah dan umat-Nya dan Musa terentang antara kedua cinta itu. Kerap dirasakan seakan-akan hal ini berlawanan sampai-sampai dia mengalami putus asa.
Yahweh mewahyukan diri kepada Musa, kepribadian-Nya yang paling dalam dengan kalimat yang tentu membuat bangsa Yahudi dewasa ini senang, "Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setianya, yang meneguhkan kasih setianya kepada beribu-ribu orang, yang mengampuni kesalahan, pelanggaran, dan dosa ....." (Kel 34:6-7). Itulah kekasih yang penuh belas kasihan dan kesetiaan karena inti kepribadiannya diwarnai oleh dua ciri yang tidak dapat dipisahkan yang menghiasi wataknya, yaitu belas kasih kepada orang berdosa dan kesetiaan yang tidak tergoyahkan kepada sabda-Nya yang telah dijanjikan.
Perjalanan yang seakan-akan tidak pernah akan berakhir melewati padang gurun toh akhirnya berakhir. Bila seorang peziarah ke tanah suci berdiri di tepi sungai Yordan dapat melihat ke arah timur, gambar garis gunung Nebo yang kabur kebiru-biruan di mana Musa meninggal. "Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke arah gunung Nebo yang di seberang Yerikho, lalu Tuhan memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu. Inilah negeri yang kujanjikan dengan sumpah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub. Aku mengijinkan Engkau melihatnya dengan matamu sendiri, tetapi engkau tidak akan menyeberang ke sana (Ul 34:1-4). Keinginan Musa tidak kesampaian. Sebelumnya ia telah memohon kepada Yahweh agar tidak diperkenankan tidak hanya melihat Tanah Terjanji, tetapi juga menapakkan kaki ke sana. Yahwe tidak mengabulkan permintaan itu.
Tradisi tidak menyebut tempat penguburan Musa. Kita hanya tahu bahwa "Musa berumur seratus dua puluh tahun ketika ia meninggal, matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang" (Ul 34:7)
Sumber: Novena St Antonius I Bersama Musa: menjadi pemimpin yang bertanggung jawab.