Oleh RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta
1. Panggilan hidup sebagai Katekis
Siapa itu katekis? Katekis adalah semua umat beriman kristiani, baik klerus maupun awam yang dipanggil dan diutus oleh Allah menjadi seorang pewarta Sabda Allah. Dengan kata lain profesi kehidupan seorang katekis adalah mengajar, mewartakan Sabda Allah. Kita harus menyadari bahwa pewartaan Sabda Allah adalah bagian penting dari tugas pokok Gereja. Pewartaan Sabda Allah adalah juga tugas pokok dari semua umat beriman sebagai murid-murid Kristus. Hal itu diperintahkan oleh Kristus kepada murid-muridNya: “Pergilah jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat. 28,19). Lebih jelas dan terang lagi dalam Markus 16, 15-16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum”. Dari apa yang telah dijelaskan di atas jelas bahwa seorang katekis tidaklah harus seorang awam, kleruspun adalah katekis. Pastor paroki adalah katekis utama (katekis dari para katekis) dalam parokinya yang bertugas mengajar agama dan moral kristiani kepada umat yang dipercayakankan kepadanya. Sangat disayangkan, tidak banyak Pastor atau katekis yang bekerja di Paroki tekun dalam pengajaran bagi umat (katekese bagi anak-anak, remaja, mudika, orang tua, pembinaan umat tahap mistagogi sesudah komuni pertama, pembinaan keluarga pasca perkawinan tidak terurus). Katekese hanya sebatas pendalaman iman pada masa Prapaskah (APP) dan masa Advent (AAP) saja, bukan menjadi kegiatan rutin bulanan..
Pada hal dalam Hukum Gereja, tugas mengajar adalah bagian penting dan utama dari Gereja di tengah dunia seperti tercantum dalam Buku III, dengan judul “Tugas Gereja Mengajar”.
Kan. 747, # 1: “Kepada Gereja dipercayakan oleh Kristus Tuhan khazanah iman agar Gereja dengan bantuan Roh Kudus menjaga kebenaran yang diwahyukan tanpa cela, menyelidikinya secara lebih mendalam serta memaklumkannya dan menjelaskannya dengan setia. Gereja mempunyai tugas dan hak asasi untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa, pun dengan alat-alat komunikasi sosial yang dimiliki Gereja sendiri, tanpa tergantung dari kekuasaan insani manapun juga.
# 2. Berwenang untuk selalu dan di mana-mana memaklumkan asas-asas kesusilaan, pun yang menyangkut tata-kemasyarakatan dan untuk membawa suatu penilaian tentang segala hal-ikhwal insani, sejauh hak-hak asasi manusia atau keselamatan menuntutnya”.
Panggilan menjadi Katekis adalah panggilan luhur yakni mengambilbagian dalam tugas pengajaran Yesus Kristus di dunia sebagai guru/nabi. Katekis di Paroki tidaklah selalu formal yakni mereka yang memiliki ijazah bidang studi keteketik tetapi umat awam yang memiliki semangat belajar dan mampu mengajarkan iman katolik secara baik dan benar juga dapat menjadi katekis Paroki.
2. Tugas pokok seorang Katekis
Berbicara tentang tugas pokok katekis, dapat kita lihat dalam uraian KHK, 1983 kan. 773: “Menjadi tugas khusus dan berat, terutama bagi para gembala rohani, untuk mengusahakan katekese umat kristiani agar iman kaum beriman melalui pengajaran agama dan melalui pengalaman kehidupan kristiani, menjadi hidup, disadari dan penuh daya”.
1. Mewartakan Sabda Allah
Jelas dalam teks tersebut tercantum tugas pokok katekis adalah mewartakan Sabda Allah melalui pengajaran agama (katekese), membagi pengalaman hidup kristiani, dan penghayatan hidup beriman. Katekis bersama Pastor paroki yang juga katekis bertugas mengajar iman umat Allah yang dipercayakan kepadanya. Bukan saja bagi para orang tua tetapi mulai dari anak-anak sampai dengan kakek-nenek, semua usia, semua golongan. Itulah yang disebut dengan Bina Iman yang berkesinambungan. Sering Pastor sibuk dan kurang memberikan waktu bagi pembinaan, maka katekislah yang mengajar umat beriman. Mengajar umat beriman bukan saja dengan kata-kata melainkan dituntut kesaksian hidup dari seorang katekis.
2. Memberi Kesaksian
Pengajaran adalah proses pengalihan ilmu, ajaran, ide, gagasan, informasi, pokok pikiran, pengalaman kepada seseorang anak didik (pendengar). Proses pentransferan itu adalah agar anak didik (pendengar) setelah menerima pengajaran memahami apa yang diajarkan oleh gurunya dan menerima materi pengajaran itu sebagai miliknya. Katekese adalah sebuah proses pengajaran agama dan moral kristiani kepada umat. Tujuannya adalah agar umat beriman semakin diteguhkan imannya, diperkaya, dibaharui sehingga mampu menjadi saksi dari ajaranNya. Tujuan pengajaran agama itu tercapai bila katekis tidak hanya memberi pengetahuan ajaran, informasi, gagasan melainkan juga kesaksian hidup dari katekisnya. Orang akan lebih mudah menerima pengajaran agama dengan contoh, kesaksian hidup dari pada hanya ajaran, ide, gagasan saja. Hendaknya apa yang diajarkan sesuai dengan apa yang dipraktekkan dalam kehidupan oleh katekis sendiri. Bukan sebaliknya, kesaksian hidup seorang katekis menjadi batu sandungan bagi umat beriman atau bagi calon baptis. Karena itu, seorang katekis memiliki spiritualitas yang utuh dan dewasa berfungsi seperti seorang gembala.
Dengan kata lain, kesaksian hidup katekis/guru agama adalah penting bagi umat beriman. Oleh karena itu dibutuhkan keselarasan antara pengajaran dan praktek hidup. Untuk itu, sikap yang dituntut seorang katekis/guru agama adalah mengamalkan apa yang diajarkan kepada umat beriman. Dia harus memberi contoh hidup apa yang diajarkan kepada umatnya. Bukan sebaliknya justru menjadi batu sandungan dan menghalangi umat beriman untuk mengetahui tentang ajaran kristiani dan mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan penyelamat.
3. Spiritualitas seorang Katekis
Spiritualitas seorang katekis bersumber pada katekis ulung dan sejati kita yakni Yesus Kristus. Dialah Guru sejati, sang gembala agung yang mengajar dengan sempurna baik perkataan dan perbuatan kepada umat-Nya.
1. Kesetiaan terhadap Sabda Allah
Kristus menyerahkan diri kepada para rasul (Gereja) misi untuk mewartakan Kabar Baik kepada semua bangsa. Pewartaan kabar baik kepada semua bangsa dengan menyalurkan iman, menyingkapkan, dan mengalami panggilan kristiani. Supaya pelayanan Sabda sungguh kena sasaran, katekis hendaknya menyadari konteks kehidupan umat dan kesaksian hidupnya. Hendaklah katekis memperhatikan pewartaan eksplisit misteri Kristus kepada umat beriman, kepada mereka yang tidak percaya dan bukan Kristiani. Kesadaran mutlak perlunya bertumpu pada Sabda Allah dan tetap setia terhadap Sabda Allah, tradisi Gereja, untuk menjadi murid-murid Kristus yang sejati dan mengenal kebenaran (bdk. Yoh. 8:31-32).
2. Sabda dan kehidupan
Kesadaran akan misinya sendiri untuk mewartakan Injil selalu harus diungkapkan secara konkret dalam hidup berpastoral bagi seorang katekis. Pelbagai situasi kehidupan berparoki sebagai tempat pelayanan dilaksanakan akan hidup dalam terang Sabda Allah. Para katekis/guru agama hendaknya senantiasa hidup dalam Sabda Allah. Semangat hidup itu didorong oleh Rasul Paulus yang berseru: “Celakalah aku, kalau tidak mewartakan Injil” (I Kor. 9:16), para katekis hendaknya tahu bagaimana memanfaatkan seluruh sarana dan media komunikasi untuk mewartakan Sabda Allah. Pewartaan Sabda Allah begitu mendesak karena masih begitu banyak orang belum mengenal Kristus. Hal itu mencerminkan seruan Paulus: “Bagaimana mereka dapat percaya akan Dia (Yesus Kristus Tuhan), jika mereka tidak mendengar tentang Dia? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?” (Rom. 10:4).
3. Sabda dan Katekese
Katekese memainkan peranan penting sekali dalam misi pewartaaan Injil, upaya yang utama untuk mengajarkan dan mengembangkan iman (bdk. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979). Para katekis termasuk di dalamnya Imam (katekis) rekan kerja Uskup hendaknya mengkoordinasi dan membimbing kegiatan katekese jemaat yang dipercayakan kepadanya. Sebagai guru dan pembina iman, Imam dan katekis/guru agama hendaknya menjamin agar katekismus, khususnya berkenan dengan sakramen-sakramen, merupakan bagian utama pendidikan Kristiani jekuarga dan pelajaran agama.
4. Penutup
Gereja lokal akan kokoh kuat jika iman umat beriman juga kuat. Iman akan kuat jika ada katekese, pengajaran/pembinaan iman jemaat secara berkesinambungan dan berjenjang (mistagogi). Meskipun demikian tugas ini kadang tidak dijalankan. Pada hal inilah tugas utama Gereja: mewartakan Injil kabar gembira kepada semua bangsa. Oleh karena itu melalui semangat kanon 747 dan 773, para katekis hendaknya melayani tanpa pamrih, berkorban, mengutamakan pelayanan kepada umat, mampu bekerjasama dengan Pastor Paroki, bekerjasama dengan umat agar pelayanan iman dan kehidupan rohani umat dapat terurus dengan baik. Pembinaan bagi para katekis oleh komisi Kateketik di tingkat keuskupan sudah merupakan tuntutan, demi peningkatan mutu/kualitas para katekis dan pembaharuan diri dalam pelayanan dan pewartaannya.
Kepustakaan:
1. Yohanes Paulus II, Anjuran Apostolik; “Catechesi Tradendae” tgl. 16 Oktober 1979, AAS, 71, 1979.
2. Codex Iuris Canonici 1983, PP John Paul II.
3. Exegetical Commentary on the Code of Canon Law, Faculty of Canon Law University Navarre, Chicago 2004.
Sumber: www.katolisitas.org