Lampion dan pernik-pernik serba merah terpasang di sudut-sudut Gereja Katolik Kristus Raja Solo Baru, Grogol, Sukoharjo, Minggu (6/2) pagi.
Pagi itu, gereja itu menggelar Misa Kudus. Kali ini Misa Kudus di gereja itu penuh dengan nuansa perayaan Imlek. Lampion, dekorasi serba merah, lagu pengiring dan pertunjukan barongsai di halaman gereja menjadikan nuansa perayaan Imlek begitu terasa.
“Persembahan Ekaristi Kudus kali ini bernuansa serba merah. Ekaristi ini sekaligus menyambut Imlek 2562,” kata panitia seksi publikasi, J Sunarto.
Nuansa Imlek hari itu pun mengundang antusiasme jemaat gereja. “Biasanya tamu yang hadir berkisar 800 orang, namun kali ini saya lihat ada sekitar 1.600-an orang,” tambah Sunarto.
Nuansa Imlek semakin terasa kala irama pengiring lantunan doa yang dipimpin Romo V Indra Sanjaya Pr dan Romo Vincensius Bondan Primakumbara Pr berbeda dengan biasanya. Salah satunya adanya iringan alat musik rahu. Sunarto mengutarakan alat musik seperti rebab atau disebut rahu itu sengaja disuguhkan agar nuansa Imlek semakin lekat menyertai konsep acara.
Iringan itu diikuti lantunan doa yang dilagukan bak nyanyian mandarin. Nuansa itu dihadirkan dengan tujuan penghargaan terhadap pluralisme. Ketua Dewan Stasi Gereja Katolik Kristus Raja Solo Baru, Antonius Winardi, mengatakan inkulturasi budaya dianggap sah untuk diterapkan dalam penyelenggaran ibadah. “Tak ada yang berubah dalam tata urutan acara, namun inkulturasi budaya juga tetap diperbolehkan,” katanya.
Kue keranjang yang merupakan ciri khas Imlek dibagikan saat hadirin keluar dari gereja. Panitia juga membagikan angpao dan cokelat kepada anak-anak sebelum ibadah dimulai. Winardi menganggap hal itu merupakan salah satu pengambilan sisi positif yang dituntut hadir dalam inkulturasi melalui pengambilan tema Imlek saat itu.
“Sisi yang kami tangkap dari perayaan Imlek adalah perasaan syukur. Kami wujudkan hal itu melalui kegiatan berbagi seperti halnya pembagian beasiswa untuk sejumlah umat kami,” imbuhnya di sela-sela pertunjukan barongsai dari grup Tri Pusaka Solo.
Stasi Gereja itu juga mengundang Wayang Potehi asal Surabaya. Menurut Winardi, pertunjukan itu mengajarkan nilai-nilai kejujuran. - Oleh : Oriza Vilosa/SOLOPOS
Pagi itu, gereja itu menggelar Misa Kudus. Kali ini Misa Kudus di gereja itu penuh dengan nuansa perayaan Imlek. Lampion, dekorasi serba merah, lagu pengiring dan pertunjukan barongsai di halaman gereja menjadikan nuansa perayaan Imlek begitu terasa.
“Persembahan Ekaristi Kudus kali ini bernuansa serba merah. Ekaristi ini sekaligus menyambut Imlek 2562,” kata panitia seksi publikasi, J Sunarto.
Nuansa Imlek hari itu pun mengundang antusiasme jemaat gereja. “Biasanya tamu yang hadir berkisar 800 orang, namun kali ini saya lihat ada sekitar 1.600-an orang,” tambah Sunarto.
Nuansa Imlek semakin terasa kala irama pengiring lantunan doa yang dipimpin Romo V Indra Sanjaya Pr dan Romo Vincensius Bondan Primakumbara Pr berbeda dengan biasanya. Salah satunya adanya iringan alat musik rahu. Sunarto mengutarakan alat musik seperti rebab atau disebut rahu itu sengaja disuguhkan agar nuansa Imlek semakin lekat menyertai konsep acara.
Iringan itu diikuti lantunan doa yang dilagukan bak nyanyian mandarin. Nuansa itu dihadirkan dengan tujuan penghargaan terhadap pluralisme. Ketua Dewan Stasi Gereja Katolik Kristus Raja Solo Baru, Antonius Winardi, mengatakan inkulturasi budaya dianggap sah untuk diterapkan dalam penyelenggaran ibadah. “Tak ada yang berubah dalam tata urutan acara, namun inkulturasi budaya juga tetap diperbolehkan,” katanya.
Kue keranjang yang merupakan ciri khas Imlek dibagikan saat hadirin keluar dari gereja. Panitia juga membagikan angpao dan cokelat kepada anak-anak sebelum ibadah dimulai. Winardi menganggap hal itu merupakan salah satu pengambilan sisi positif yang dituntut hadir dalam inkulturasi melalui pengambilan tema Imlek saat itu.
“Sisi yang kami tangkap dari perayaan Imlek adalah perasaan syukur. Kami wujudkan hal itu melalui kegiatan berbagi seperti halnya pembagian beasiswa untuk sejumlah umat kami,” imbuhnya di sela-sela pertunjukan barongsai dari grup Tri Pusaka Solo.
Stasi Gereja itu juga mengundang Wayang Potehi asal Surabaya. Menurut Winardi, pertunjukan itu mengajarkan nilai-nilai kejujuran. - Oleh : Oriza Vilosa/SOLOPOS