Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Orang yang hidup dan dijiwai oleh Roh Kudus pada umumnya tanggap dan cepat bertindak untuk melakukan sesuatu yang membuat lingkungan hidup lebih baik, nyaman, indah, menarik dan memikat. Ketika ia melihat apa yang tidak baik atau tidak beres maka dengan segera ia memperbaiki atau membereskannya, tanpa menunggu perintah orang lain serta tidak mencari muka. Demikianlah yang terjadi dengan Yesus di Nazaret, tempat ia dibesarkan, ketika membacakan kutipan dari Kitab nabi Yesaya dan mengakhirinya dengan bersabda “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”. Nas yang dibacakan oleh Yesus adalah kabar gembira atau kabar baik: kabar baik bagi yang miskin, pembebasan bagi yang tertawan, penglihatan bagi yang buta, pembebasan yang tertindas dan berita perihal tahun rahmat Tuhan. Sebagai orang-orang yang percaya kepada-Nya kita dipanggil untuk berbuat yang sama, meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Maka marilah kita lihat dengan cermat, teliti dan tekun lingkungan hidup kita masing-masing serta ketika ada sesuatu yang tidak baik atau tidak beres segera kita perbaiki atau bereskan: yang kotor kita bersihkan, yang amburadul kita atur, yang tidak tertib kita tertibkan, yang tertekan kita bebaskan, yang sakit kita sembuhkan, dst… Dengan kata lain hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun serta kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membuat lingkungan hidup semakin baik, menarik dan memikat. Kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada hendaknya tidak menjadi beban bagi orang lain, melainkan pembamtu bagi orang lain. Maka pertanyaan refleksi secara sederhana adalah “Kita mau membantu atau mengganggu”.
· “Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1Yoh 4:20-21), demikian peringatan Yohanes kepada kita semua. Mengasihi Allah memang tak dapat dipisahkan dengan mengasihi sesama atau saudara, atau mengasihi Allah harus menjadi nyata dalam mengasihi sesamanya. Maka jika kita mengakui diri sebagai orang beriman, orang yang membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah berarti kita bersahabat dengan siapapun dan apapun, dengan semua ciptaan Allah di bumi ini, terutama dan pertama-tama dengan sesama manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah saya masih membenci seseorang, baiklah kita dengan rendah hati berdamai dengannya. Selain secara pribadi hendaknya juga mawas diri sebagai kelompok, suku atau bangsa: marilah kita galang, perteguh dan kembangkan persaudaraan atau persabatan sejati antar kelompo, suku atau bangsa. Aneka perbedaan yang ada di antara kita hendaknya menjadi daya tarik dan daya pikat untuk saling mengenal dan mendekat, serta kemudian bersahabat. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan dan menumbuh-kembangkan kebencian, iri hati, permusuhan hendaknya disingkirkan. Kami secara khusus mengingatkan mereka yang berpandangan fanatik sempit, yang senantiasa memutlakkan diri sebagai yang benar serta memperlakukan orang lain sebagai yang salah dan jahat, bahkan merasa dirinya benar kemudian menyakiti yang dianggap salah dengan aneka macam bentuk kekerasan.
“Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya. Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba! Kiranya ia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari! Biarlah namanya tetap selama-lamanya, kiranya namanya semakin dikenal selama ada matahari. Kiranya segala bangsa saling memberkati dengan namanya, dan menyebut dia berbahagia.” (Mzm 72:14-15.17)
Jakarta, 6 Januari 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ
· Orang yang hidup dan dijiwai oleh Roh Kudus pada umumnya tanggap dan cepat bertindak untuk melakukan sesuatu yang membuat lingkungan hidup lebih baik, nyaman, indah, menarik dan memikat. Ketika ia melihat apa yang tidak baik atau tidak beres maka dengan segera ia memperbaiki atau membereskannya, tanpa menunggu perintah orang lain serta tidak mencari muka. Demikianlah yang terjadi dengan Yesus di Nazaret, tempat ia dibesarkan, ketika membacakan kutipan dari Kitab nabi Yesaya dan mengakhirinya dengan bersabda “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya”. Nas yang dibacakan oleh Yesus adalah kabar gembira atau kabar baik: kabar baik bagi yang miskin, pembebasan bagi yang tertawan, penglihatan bagi yang buta, pembebasan yang tertindas dan berita perihal tahun rahmat Tuhan. Sebagai orang-orang yang percaya kepada-Nya kita dipanggil untuk berbuat yang sama, meneladan cara hidup dan cara bertindakNya. Maka marilah kita lihat dengan cermat, teliti dan tekun lingkungan hidup kita masing-masing serta ketika ada sesuatu yang tidak baik atau tidak beres segera kita perbaiki atau bereskan: yang kotor kita bersihkan, yang amburadul kita atur, yang tidak tertib kita tertibkan, yang tertekan kita bebaskan, yang sakit kita sembuhkan, dst… Dengan kata lain hendaknya cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun serta kehadiran dan sepak terjang kita senantiasa membuat lingkungan hidup semakin baik, menarik dan memikat. Kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada hendaknya tidak menjadi beban bagi orang lain, melainkan pembamtu bagi orang lain. Maka pertanyaan refleksi secara sederhana adalah “Kita mau membantu atau mengganggu”.
· “Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1Yoh 4:20-21), demikian peringatan Yohanes kepada kita semua. Mengasihi Allah memang tak dapat dipisahkan dengan mengasihi sesama atau saudara, atau mengasihi Allah harus menjadi nyata dalam mengasihi sesamanya. Maka jika kita mengakui diri sebagai orang beriman, orang yang membaktikan diri sepenuhnya kepada Allah berarti kita bersahabat dengan siapapun dan apapun, dengan semua ciptaan Allah di bumi ini, terutama dan pertama-tama dengan sesama manusia, yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah. Dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri: apakah saya masih membenci seseorang, baiklah kita dengan rendah hati berdamai dengannya. Selain secara pribadi hendaknya juga mawas diri sebagai kelompok, suku atau bangsa: marilah kita galang, perteguh dan kembangkan persaudaraan atau persabatan sejati antar kelompo, suku atau bangsa. Aneka perbedaan yang ada di antara kita hendaknya menjadi daya tarik dan daya pikat untuk saling mengenal dan mendekat, serta kemudian bersahabat. Segala sesuatu yang dapat menimbulkan dan menumbuh-kembangkan kebencian, iri hati, permusuhan hendaknya disingkirkan. Kami secara khusus mengingatkan mereka yang berpandangan fanatik sempit, yang senantiasa memutlakkan diri sebagai yang benar serta memperlakukan orang lain sebagai yang salah dan jahat, bahkan merasa dirinya benar kemudian menyakiti yang dianggap salah dengan aneka macam bentuk kekerasan.
“Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan, darah mereka mahal di matanya. Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba! Kiranya ia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari! Biarlah namanya tetap selama-lamanya, kiranya namanya semakin dikenal selama ada matahari. Kiranya segala bangsa saling memberkati dengan namanya, dan menyebut dia berbahagia.” (Mzm 72:14-15.17)
Jakarta, 6 Januari 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ