"Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga"
Kutipan Warta Gembira ini adalah 'Sabda Bahagia', dan bagi kita yang percaya kepada Tuhan alias beriman bagaikan 'garis besar haluan beriman'. Maka baiklah dengan sederhana saya mencoba merefleksikan Sabda Bahagia tsb:
"Miskin di hadapan Allah" berarti menyadari diri sebagai yang berdosa dan dengan demikian terbuka terhadap segala kasih karunia Allah atau aneka macam kesempatan dan kemungkinan untuk terus bertumbuh dan berkembang menuju ke kesempurnaan. Keterbukaan ini dijiwai oleh kerendahan hati. "Miskin di hadapan Allah" juga berarti mengimani bahwa Allah maha segalanya dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya, antara lain dalam diri manusia Allah menganugerahkan keutamaan merasakan, berpikir dan bersikap secara logis dan bebas, sehingga manusia memiliki kreativitas. Kami harapkan anak-anak sedini mungkin dibina dan dididik dalam hal 'sikap terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang'
"Siap sedia untuk terus tumbuh dan berkembang" tak akan terlepas dari aneka macam dukacita, tantangan, hambatan dan masalah. Hendaknya aneka macam tantangan, hambatan dan masalah disikapi dan dihayati sebagai wahana atau sarana untuk mendewasakan kepribadian dan iman kita, sehingga kita juga semakin terampil menghadapi dan mengatasi aneka macam masalah, tantangan dan hambatan. Tumbuh berkembang memang butuh perjuangan dan pengorbanan; tak rela dan tak sedia berjuang dan berkorban akan menjadi manusia kerdil dalam segala hal. Hendaknya dengan ceria dan gembira serta bergairah dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, karena dengan demikian kemungkinan untuk sukses lebih besar dan ketika sukses akan menikmati penghiburan besar.
Orang yang terbiasa berkorban dan berjuang tanpa mengeluh pada umumnya akan menjadi orang yang lemah lembut. Pengalaman yang demikian ini pada umumnya terjadi atau dialami oleh rekan-rekan perempuan, terutama mereka yang telah menjadi ibu alias memiliki pengalaman mengandung dan melahirkan anak, buah kasih, dimana mereka sungguh berkorban dan berjuang ketika dalam proses melahirkan anaknya. Orang-orang yang lemah lembut pada umumnya juga 'membumi', artinya hidup dan bertindak sesuai dengan realitas atau kenyataan konkret; mereka sungguh kenal akan seluk-beluk atau hal ihkwal duniawi atau kebutuhan hidup sehari-hari, dan dengan demikian mereka sungguh 'memiliki bumi' atau menguasai apa yang terjadi di bumi.
"Lapar dan haus akan kebenaran" berarti sikap mental atau kesadaran dan penghayatan diri bagaikan 'sebutir pasir di padang pasir'; kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang kecil, dan sendirian tak berarti apa-apa. Dengan kata lain orang yang 'lapar dan haus akan kebenaran' senantiasa siap sedia dan terbuka untuk bekerja sama, hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun dan dimanapun. Masing-masing dari kita adalah buah kerjasama, kerjasama antara bapak dan ibu kita yang saling memuaskan diri dalam cinta kasih, maka dalam kebersamaan atau kerjasama juga kita akan terpuaskan alias damai sejahtera dan selamat.
"Murah hati" berarti hatinya dijual murah kepada siapapun alias senantiasa memberi perhatian kepada siapapun, tanpa pandang bulu atau SARA. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita telah menerima perhatian secara melimpah ruah dari Allah melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita atau hidup dan bekerja bersama dengan kita. Perhatian mereka dapat berupa sentuhan/tindakan atau kata-kata, entah bersifat mendidik, membenarkan, menegor, meneguhkan, mengritik, dst.. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling bermurah hati: saling mendidik, menegor, meneguhkan, mengritik dst.. sebagai tanda kita adalah saudara atau sahabat dalam Tuhan.
"Suci hati" berarti hidup baik dan berbudi pekerti luhur, senantiasa melaksanakan kehendak atau perintah Allah dimanapun dan kapanpun. Orang yang suci hatinya berarti setia pada panggilan dan tugas pengutusannya, melaksanakan janji yang pernah diikrarkan seperti janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul dst.. Ia tidak pernah menyeleweng atau berselingkuh, mencemari panggilannya. Orang yang suci hatinya memiliki cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak yang jernih alias putih, tidak hitam atau abu-abu. Dalam bahasa Jawa 'suci hati' sama dengan 'ati sing wening/bening". Orang suci hatinya menghayati nasihat Paulus ini, yaitu :"Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."(1Kor 1:31)
"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Mat 5:9)
"Anak Allah", Yesus yang kedatanganNya belum lama ini kita kenangkan atau rayakan adalah Pembawa Damai, maka beriman kepadaNya berarti dipanggil untuk menjadi 'pembawa damai'. "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan, demikian pesan perdamaian Paus Yohanes Paulus II, memasuki Millennium Ketiga yang sudah kita telusuri. Menjadi pembawa damai memang senantiasa harus bersikap dan bertindak adil, hormat terhadap harkat martabat manusia serta menjadi saksi kasih pengampunan dalam hidup sahari-hari.
"Menjadi pejuang atau pembela kebenaran" mau tak mau pasti akan menghadapi aneka bentuk aniaya, mengingat dan memperhatikan aneka macam bentuk kebohongan, pemalsuan serta permainan sandiwara kehidupan masih marak disana-sini dalam kehidupan sehari-hari. Cukup banyak orang berusaha menutupi kebenaran, antara lain dengan membelokkan masalah atau perkara dst.. Mereka yang berusaha menyampaikan kebenaran sering diteror melalui aneka macam cara. Kami berharap para pejuang dan pembela kebenaran tetap setia dan percayalah bahwa berada di dalam kebenaran berarti dirajai atau dikuasai oleh Allah, sehingga dalam memperjuangkan dan membela kebenaran senantiasa bersama dan bersatu dengan Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah pasti berhasil dalam memperjuangkan atau membela kebenaran.
Bersama dan bersatu dengan Allah juga akan mengalami aniaya atau difitnah oleh mereka yang kurang atau tidak beriman. Kita berbuat benar ada kemungkinan diberitakan berbuat salah, berbuat baik ada kemungkinan diberikan berbuat jahat dst.. Segala macam bentuk fitnah hendaknya tidak perlu ditanggapi, melainkan biarkan saja, sehingga mereka yang memfitnah akan merasa lelah dan kemudian berhenti memfitnah. Jika kita dalam kebenaran atau dalam kesatuan dengan Allah ketika difitnah hendaknya tetap berbahagia dan tegar, karena kita boleh mengalami apa yang pernah dialami oleh Yesus . Sang Pembawa kebenaran.
Jakarta, 30 Januari 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3)
"Miskin di hadapan Allah" berarti menyadari diri sebagai yang berdosa dan dengan demikian terbuka terhadap segala kasih karunia Allah atau aneka macam kesempatan dan kemungkinan untuk terus bertumbuh dan berkembang menuju ke kesempurnaan. Keterbukaan ini dijiwai oleh kerendahan hati. "Miskin di hadapan Allah" juga berarti mengimani bahwa Allah maha segalanya dan berkarya dalam seluruh ciptaanNya, antara lain dalam diri manusia Allah menganugerahkan keutamaan merasakan, berpikir dan bersikap secara logis dan bebas, sehingga manusia memiliki kreativitas. Kami harapkan anak-anak sedini mungkin dibina dan dididik dalam hal 'sikap terbuka terhadap aneka macam kemungkinan dan kesempatan untuk terus tumbuh dan berkembang'
"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur."(Mat 5:4)
"Siap sedia untuk terus tumbuh dan berkembang" tak akan terlepas dari aneka macam dukacita, tantangan, hambatan dan masalah. Hendaknya aneka macam tantangan, hambatan dan masalah disikapi dan dihayati sebagai wahana atau sarana untuk mendewasakan kepribadian dan iman kita, sehingga kita juga semakin terampil menghadapi dan mengatasi aneka macam masalah, tantangan dan hambatan. Tumbuh berkembang memang butuh perjuangan dan pengorbanan; tak rela dan tak sedia berjuang dan berkorban akan menjadi manusia kerdil dalam segala hal. Hendaknya dengan ceria dan gembira serta bergairah dalam menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan, karena dengan demikian kemungkinan untuk sukses lebih besar dan ketika sukses akan menikmati penghiburan besar.
"Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi." (Mat 5:5)
Orang yang terbiasa berkorban dan berjuang tanpa mengeluh pada umumnya akan menjadi orang yang lemah lembut. Pengalaman yang demikian ini pada umumnya terjadi atau dialami oleh rekan-rekan perempuan, terutama mereka yang telah menjadi ibu alias memiliki pengalaman mengandung dan melahirkan anak, buah kasih, dimana mereka sungguh berkorban dan berjuang ketika dalam proses melahirkan anaknya. Orang-orang yang lemah lembut pada umumnya juga 'membumi', artinya hidup dan bertindak sesuai dengan realitas atau kenyataan konkret; mereka sungguh kenal akan seluk-beluk atau hal ihkwal duniawi atau kebutuhan hidup sehari-hari, dan dengan demikian mereka sungguh 'memiliki bumi' atau menguasai apa yang terjadi di bumi.
"Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan." (Mat 5:6)
"Lapar dan haus akan kebenaran" berarti sikap mental atau kesadaran dan penghayatan diri bagaikan 'sebutir pasir di padang pasir'; kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang kecil, dan sendirian tak berarti apa-apa. Dengan kata lain orang yang 'lapar dan haus akan kebenaran' senantiasa siap sedia dan terbuka untuk bekerja sama, hidup bersaudara atau bersahabat dengan siapapun dan dimanapun. Masing-masing dari kita adalah buah kerjasama, kerjasama antara bapak dan ibu kita yang saling memuaskan diri dalam cinta kasih, maka dalam kebersamaan atau kerjasama juga kita akan terpuaskan alias damai sejahtera dan selamat.
"Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan."(Mat 5:7)
"Murah hati" berarti hatinya dijual murah kepada siapapun alias senantiasa memberi perhatian kepada siapapun, tanpa pandang bulu atau SARA. Ingat dan hayati bahwa masing-masing dari kita telah menerima perhatian secara melimpah ruah dari Allah melalui siapapun yang telah berbuat baik kepada kita atau hidup dan bekerja bersama dengan kita. Perhatian mereka dapat berupa sentuhan/tindakan atau kata-kata, entah bersifat mendidik, membenarkan, menegor, meneguhkan, mengritik, dst.. Dengan kata lain kita dipanggil untuk saling bermurah hati: saling mendidik, menegor, meneguhkan, mengritik dst.. sebagai tanda kita adalah saudara atau sahabat dalam Tuhan.
"Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah." (Mat 5:8)
"Suci hati" berarti hidup baik dan berbudi pekerti luhur, senantiasa melaksanakan kehendak atau perintah Allah dimanapun dan kapanpun. Orang yang suci hatinya berarti setia pada panggilan dan tugas pengutusannya, melaksanakan janji yang pernah diikrarkan seperti janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul dst.. Ia tidak pernah menyeleweng atau berselingkuh, mencemari panggilannya. Orang yang suci hatinya memiliki cara melihat, cara merasa, cara berpikir, cara bersikap dan cara bertindak yang jernih alias putih, tidak hitam atau abu-abu. Dalam bahasa Jawa 'suci hati' sama dengan 'ati sing wening/bening". Orang suci hatinya menghayati nasihat Paulus ini, yaitu :"Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."(1Kor 1:31)
"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." (Mat 5:9)
"Anak Allah", Yesus yang kedatanganNya belum lama ini kita kenangkan atau rayakan adalah Pembawa Damai, maka beriman kepadaNya berarti dipanggil untuk menjadi 'pembawa damai'. "There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness" = Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan, demikian pesan perdamaian Paus Yohanes Paulus II, memasuki Millennium Ketiga yang sudah kita telusuri. Menjadi pembawa damai memang senantiasa harus bersikap dan bertindak adil, hormat terhadap harkat martabat manusia serta menjadi saksi kasih pengampunan dalam hidup sahari-hari.
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:10)
"Menjadi pejuang atau pembela kebenaran" mau tak mau pasti akan menghadapi aneka bentuk aniaya, mengingat dan memperhatikan aneka macam bentuk kebohongan, pemalsuan serta permainan sandiwara kehidupan masih marak disana-sini dalam kehidupan sehari-hari. Cukup banyak orang berusaha menutupi kebenaran, antara lain dengan membelokkan masalah atau perkara dst.. Mereka yang berusaha menyampaikan kebenaran sering diteror melalui aneka macam cara. Kami berharap para pejuang dan pembela kebenaran tetap setia dan percayalah bahwa berada di dalam kebenaran berarti dirajai atau dikuasai oleh Allah, sehingga dalam memperjuangkan dan membela kebenaran senantiasa bersama dan bersatu dengan Allah. Bersama dan bersatu dengan Allah pasti berhasil dalam memperjuangkan atau membela kebenaran.
"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat" (Mat 5:11).
Bersama dan bersatu dengan Allah juga akan mengalami aniaya atau difitnah oleh mereka yang kurang atau tidak beriman. Kita berbuat benar ada kemungkinan diberitakan berbuat salah, berbuat baik ada kemungkinan diberikan berbuat jahat dst.. Segala macam bentuk fitnah hendaknya tidak perlu ditanggapi, melainkan biarkan saja, sehingga mereka yang memfitnah akan merasa lelah dan kemudian berhenti memfitnah. Jika kita dalam kebenaran atau dalam kesatuan dengan Allah ketika difitnah hendaknya tetap berbahagia dan tegar, karena kita boleh mengalami apa yang pernah dialami oleh Yesus . Sang Pembawa kebenaran.
"Haleluya! Pujilah TUHAN, hai jiwaku! yang menegakkan keadilan untuk orang-orang yang diperas, yang memberi roti kepada orang-orang yang lapar. TUHAN membebaskan orang-orang yang terkurung, TUHAN membuka mata orang-orang buta, TUHAN menegakkan orang yang tertunduk, TUHAN mengasihi orang-orang benar. TUHAN menjaga orang-orang asing, anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali, tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya. TUHAN itu Raja untuk selama-lamanya, Allahmu, ya Sion, turun-temurun! Haleluya"
(Mzm 146:1.7-10)
(Mzm 146:1.7-10)
Jakarta, 30 Januari 2011
Romo Ignatius Sumarya, SJ