Bencana Merapi: Misa Darurat di Pengungsian

Meski mengungsi akibat ancaman bahaya Gunung Merapi, tetapi sekitar 150 umat Katolik, tetap tidak lupa memuja Tuhan. Tetapi yang namanya mengungsi itu semuanya serba darurat. Misa kudus Minggu (31/10), bukan dilaksanakan di sebuah gedung, bernama gereja.

Namun, di sebuah halaman rumah Fransiskus Xaverius, warga Dusun Japunan, Desa Dukun, Kabupaten Magelang. Umat duduk bersila di atas tikar dan sebagian kecil di kursi plastik seperti yang digunakan pada hajatan di desa.

Misa dalam bahasa Jawa itu dipimpin oleh pastor Gereja Paroki Santa Maria Lourdes Desa Sumber, Romo Yohanes Maryono, Pr. Tuan rumah ternyata secara swadaya menampung 50 pengungsi dari Ngargomulyo, tetangga desa, sejak Merapi meletus Selasa (26/10) lalu.

Beberapa umat mengemukakan, pengalaman pribadinya dalam menghadapi tahapan Merapi meletus. Juga pengalamannya di tempat penampungan, layanan logistik serta yang bertahan di desanya untuk menjaga rumah dan ternaknya.

"Pengungsi harus arif. Harus berusaha mencermati perkembangan situasi Merapi, yang dilaporkan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) yang disampaikan melalui pemerintah daerah," pesan Romo Maryono.

Dia mempersonifikasikan Merapi sebagai manusia, yang kadang memerlukan perhatian lebih, tetapi lain waktu biasa saja. Jika aktivitasnya meningkat, disarankan sebaiknya warga menyingkir lebih dulu ke tempat yang aman, untuk memperkecil kemungkinan jatuh korban.

Menurut dia, kehidupan masyarakat Merapi saat ini dalam keadaan darurat. Tetapi situasi itu justru membuat mereka menjadi semakin pandai menyikapi keadaan. "Menjadikan masyarakat semakin pandai menghadapi keadaan apapun," katanya.

Diakui, memang tidak nyaman tinggal di pengungsian. Ada rasa bosan karena situasinya berbeda dengan tinggal di rumah sendiri. Semua kejadian itu bisa direnungkan lebih dalam menjadi pengalaman iman dan hidup yang baik.

MERAPI KRISIS

Sementara itu, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono pada hari Rabu (3/11) angkat tangan terhadap perilaku Gunung Merapi akhir-akhir ini. Tabiat Merapi jauh menyimpang dari perilakunya selama ini. Menurut pantauan Surono, sejak pukul 11.00 WIB Merapi kembali mengeluarkan erupsi berupa awan panas. Semburan dari perut magma berlangsung susul-menyusul rata-rata dua menit.

Namun, sejak pukul 14.27 WIB, semburan berlangsung terus-menerus. Bahkan, kata Surono, sampai pukul 16.09 WIB semburan awan panas baru berhenti. "Ini sangat-sangat istimewa. Ini baru pertama kali satu jam lebih semburan awan panas belum berhenti," kata Surono. Surono menyebut Merapi dalam kondisi krisis. Ia tidak tahu kapan kondisi akan bertahan.

Menurut Surono, seharusnya sejak terjadi letusan eksplosif pada 26 Oktober lalu semburan awan panas semakin menurun. Semburan awan panas akan diiringi pembentukan kubah lava di puncak Merapi. Setelah itu, akan terjadi guguran lava dari kubah. Tapi tabiat Merapi sudah menyimpang dari semua itu. "Kekuatan letusan kali ini tiga kali lebih besar dari letusan 26 Oktober lalu," kata Surono. Karena itu, Surono memperluas daerah rawan bencana dari 10 kilometer menjadi 15 kilometer.

Apa yang akan terjadi berikutnya? Surono angkat tangan. "Saya tidak tahu sama sekali," kata Surono. Ia berharap, wedhus gembel alias awan panas tidak semakin besar. Surono hanya bisa memastikan status awas Merapi tidak akan dicabut segera. Makanya, ia meminta warga sabar di pengungsian masing-masing sembari mengamati perkembangan yang terjadi. "Saya tidak tahu, sekarang (Merapi) sudah krisis seperti ini," kata Surono. Ia akan melihat kembali aktivitas kegempaan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi.

Semburan awan panas ini membuat warga panik. Warga yang tinggal di posko pengungsian berlarian. Warga yang selama ini di luar daerah rawan bencana juga ikut panik. Mereka berbondong-bondong naik motor atau truk untuk menyelamatkan diri. Maklum, selain awan panas, erupsi kali ini disertai semburan debu yang tebal. Semburan awan panas dan debu itu mengarah ke segala arah. (Suara Merdeka/MetroTV)