Minggu, 25 Juli 2010 : Hari Minggu Biasa XVII
Kej. 18:20-32; Mzm. 138:1-2a,26c-3,6-7ab,7c-8; Kol. 2:12-14; Luk. 11:1-13
“Apa gunanya berdoa? Berdoa tidak ada gunanya sama sekali, maka tak usah berdoa lagi tidak apa-apa. Saya sudah mengikuti novena tanpa henti, berdoa di gereja, di tempat ziarah dll, tetapi semua permohonan saya tiada satupun yang dikabulkan”, demikian keluh kesah seseorang yang pernah saya dengar sendiri. Jika mendengarkan ujud-ujud doa permohonan dalam novena-novena memang sering menimbulkan pertanyaan pada diri saya atau membuat saya tertawa, maklum ada permohonan kepada Allah agar segera menjadi kaya, naik pangkat, ada juga yang mohon agar teman atau tetangganya yang menjengkelkan atau merepotkan segera dipanggil Allah alias meninggal dunia, dst…Mereka kiranya salah dalam berdoa atau mengajukan permohonan kepada Allah, mereka memproyeksikan keinginan atau nafsunya kepada Allah alias Allah dipaksa memenuhi keinginan atau nafsu mereka. Allah akan mengabulkan doa atau permohonan kita yang baik dan benar, yaitu demi keselamatan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa sesama atau saudara-saudari kita. Allah, Bapa yang baik tahu apa yang kita butuhkan, maka marilah kita berdoa antara lain sebagaimana diajarkan oleh Yesus ini:
Di dalam berdoa hendaknya pertama-tama dan terutama mohon kedatangan atau kehadiran Allah dalam diri kita maupun lingkungan hidup kita; namun sebenarnya Allah senantiasa telah hadir dan berkarya dalam diri kita masing-masing maupun lingkungan hidup kita. Maka awal doa hendaknya menjadari dan menghayati kehadiran dan karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh maupun lingkungan hidup kita. Agar kita dapat menyadari dan menghayati kehadiran dan karya Allah maka kita harus bersikap rendah hati, dengan rendah hati kita melihat dan mendengarkan kehadiran dan karya Allah, yang antara lain “dalam tumbuh-tumbuhan, memberi daya tumbuh, dalam binatang-binatang, memberi daya rasa, dalam manusia, memberi pikiraan; jadi Allah juga tinggal dalam aku, memberi aku ada, hidup, berdaya rasa dan berpikiran. Bahkan dijadikan olehNya aku bait-Nya, karena aku telah diciptakan serupa dan menurut citra yang Mahaagung” (St. Ignatius Loyola: Latihan Rohani no 235). Setelah melihat dan mendengarkan kehadiran dan karya Allah di dalam ciptaan-ciptaanNya termasuk dalam diri kita sendiri, marilah kita laksanakan ajakan, sentuhan atau sapaanNya.
Di dalam doa kita hendaknya juga mohon agar dapat menguduskan nama Allah di dalam hidup kita sehari-hari, yang berarti menghormati, mengabdi, memuji dan memuliakan Allah dalam dan melalui ciptaan-ciptaanNya. Kita harus melakukan hal itu “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib” (Kol 2:12-14). Hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada atau mengasihi kita, maka selayaknya di dalam hidup sehari-hari kita senantiasa mengutamakan peran, kehadiran dan karya Allah di dalam ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah.
Permohonan agara kita setiap hari dapat makan secukupnya, sesuai norma atau aturan hidup sehat kiranya menjadi harapan dan dambaan kita semua. Makanan secukupnya bukan sebanyak-banyaknya dan apa yang dimaksudkan dengan makanan disini kiranya semua kebutuhan hidup sehat seperti sandang/pakaian, papan/tempat tinggal dan pangan/makanan. Maka kami mengingatkan kita semua: hendaknya menjauhkan diri dari aneka bentuk keserakahan atau yang berlebihan, dengan kata lain menjadi orang yang bersikap mental ‘pengumpul’. Marilah kita mohon agar kita dapat hidup sederhana, dan ketika kita semua dapat hidup sederhana kiranya tidak ada orang yang kelaparan atau kehausan, kurang gizi alias menderita karena tidak dapat menikmati ‘sandang, papan dan pangan’ selayaknya.
Dalam hal makan dan minum hendaknya berpedoman pada hidup sehat, bukan suka atau tidak suka, nikmat atau tidak nikmat. Marilah kita berpedoman pada ‘empat sehat lima sempurna’ (nasi/jagung/ubi dst, sayur, daging, buah-buahan dan susu). Jika hendak melakukan diet hendaknya berpedoman pada norma kesehatan sebagaimana disarankan oleh para dokter, bukan berpedoman pada keinginan sendiri, sehingga kurang gizi. Kami berharap kepada para orangtua untuk memperhatikan anak-anaknya, lebih-lebih pada usia balita, agar makan dan minum yang bergizi. Kepada para ibu kami harapkan untuk memberi ASI alias menyusui anaknya sedapat mungkin sampai satu tahun atau lebih, jangan hanya satu sampai tiga bulan saja, sebagaimana dilakukan oleh sebagian ibu muda pada masa kini.
Dalam bacaan pertama dari Kitab Kejadian hari ini dikisahkan dialog antara Abraham dengan Allah, doa permohonan kasih pengampunan Allah kepada umatNya. Demi sedikit orang baik dan benar, yang sungguh beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, Allah tidak akan memusnahkan sebagian besar umatNya yang berdosa., Allah mengampuni mereka melalui orang-orang benar dan baik atau berbudi pekerti luhur. Di dalam doa Bapa Kami, yang diajarkan oleh Yesus dan kiranya setiap hari kita doakan, kita berdoa dan mohon “ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”. Hendaknya doa ini tidak hanya manis di mulut tetapi juga manis di dalam tindakan kita, dengan kata lain marilah kita saling mengampuni satu sama lain di dalam hidup sehari-hari.
Para ibu kiranya memiliki pengalaman banyak dan mendalam perihal “mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”, antara lain pengampunan yang diberikan kepada anak-anaknya, lebih-lebih ketika mereka masih bayi atau selama usia balita. Anaknya di tengah malam rewel, mengganggu tidur atau istirahat, sang ibu pasti mengampuninya dengan penuh kasih dan kelemah-lembutan. Maka kami berharap para ibu untuk terus memperdalam dan memperkuat keutamaan mengampuni orang yang bersalah tersebut, dan dengan rendah hati menyebarluaskan kepada sesamanya. Memang itu jati diri para ibu/perempuan, yang memiliki rahim, dimana di dalam rahim tumbuh berkembang ‘buah kasih/anak’ dalam kasih pengampunan atau kerahiman, maka hendaknya para ibu/perempuan sungguh dapat menjadi saksi ‘kerahiman’ bagi sesamanya. Refleksikan pengalaman anda ketika sedang mengandung, keutamaan-keutamaan macam apa yang anda hayati ketika sedang mengandung? Hendaknya pengalaman tersebut terus dihayati, diperdalam dan disebarluaskan.
Di dalam doa kita juga mohon kasih pengampunan Allah. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah melalui saudara-saudari kita, terutama melalui ibu kita masing-masing yang telah mengandung dan melahirkan kita.
“Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.” (Mzm 138:1-3)
Kej. 18:20-32; Mzm. 138:1-2a,26c-3,6-7ab,7c-8; Kol. 2:12-14; Luk. 11:1-13
“Apa gunanya berdoa? Berdoa tidak ada gunanya sama sekali, maka tak usah berdoa lagi tidak apa-apa. Saya sudah mengikuti novena tanpa henti, berdoa di gereja, di tempat ziarah dll, tetapi semua permohonan saya tiada satupun yang dikabulkan”, demikian keluh kesah seseorang yang pernah saya dengar sendiri. Jika mendengarkan ujud-ujud doa permohonan dalam novena-novena memang sering menimbulkan pertanyaan pada diri saya atau membuat saya tertawa, maklum ada permohonan kepada Allah agar segera menjadi kaya, naik pangkat, ada juga yang mohon agar teman atau tetangganya yang menjengkelkan atau merepotkan segera dipanggil Allah alias meninggal dunia, dst…Mereka kiranya salah dalam berdoa atau mengajukan permohonan kepada Allah, mereka memproyeksikan keinginan atau nafsunya kepada Allah alias Allah dipaksa memenuhi keinginan atau nafsu mereka. Allah akan mengabulkan doa atau permohonan kita yang baik dan benar, yaitu demi keselamatan jiwa manusia, entah jiwa kita sendiri maupun jiwa sesama atau saudara-saudari kita. Allah, Bapa yang baik tahu apa yang kita butuhkan, maka marilah kita berdoa antara lain sebagaimana diajarkan oleh Yesus ini:
“Dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu” (Luk 11:2).
Di dalam berdoa hendaknya pertama-tama dan terutama mohon kedatangan atau kehadiran Allah dalam diri kita maupun lingkungan hidup kita; namun sebenarnya Allah senantiasa telah hadir dan berkarya dalam diri kita masing-masing maupun lingkungan hidup kita. Maka awal doa hendaknya menjadari dan menghayati kehadiran dan karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh maupun lingkungan hidup kita. Agar kita dapat menyadari dan menghayati kehadiran dan karya Allah maka kita harus bersikap rendah hati, dengan rendah hati kita melihat dan mendengarkan kehadiran dan karya Allah, yang antara lain “dalam tumbuh-tumbuhan, memberi daya tumbuh, dalam binatang-binatang, memberi daya rasa, dalam manusia, memberi pikiraan; jadi Allah juga tinggal dalam aku, memberi aku ada, hidup, berdaya rasa dan berpikiran. Bahkan dijadikan olehNya aku bait-Nya, karena aku telah diciptakan serupa dan menurut citra yang Mahaagung” (St. Ignatius Loyola: Latihan Rohani no 235). Setelah melihat dan mendengarkan kehadiran dan karya Allah di dalam ciptaan-ciptaanNya termasuk dalam diri kita sendiri, marilah kita laksanakan ajakan, sentuhan atau sapaanNya.
Di dalam doa kita hendaknya juga mohon agar dapat menguduskan nama Allah di dalam hidup kita sehari-hari, yang berarti menghormati, mengabdi, memuji dan memuliakan Allah dalam dan melalui ciptaan-ciptaanNya. Kita harus melakukan hal itu “karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati. Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib” (Kol 2:12-14). Hidup dan segala sesuatu yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai saat ini adalah anugerah Allah, yang kita terima melalui mereka yang telah berbuat baik kepada atau mengasihi kita, maka selayaknya di dalam hidup sehari-hari kita senantiasa mengutamakan peran, kehadiran dan karya Allah di dalam ciptaan-ciptaanNya, terutama dalam diri manusia yang diciptakan sebagai gambar atau citra Allah.
“Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya” (Luk 11:3)
Permohonan agara kita setiap hari dapat makan secukupnya, sesuai norma atau aturan hidup sehat kiranya menjadi harapan dan dambaan kita semua. Makanan secukupnya bukan sebanyak-banyaknya dan apa yang dimaksudkan dengan makanan disini kiranya semua kebutuhan hidup sehat seperti sandang/pakaian, papan/tempat tinggal dan pangan/makanan. Maka kami mengingatkan kita semua: hendaknya menjauhkan diri dari aneka bentuk keserakahan atau yang berlebihan, dengan kata lain menjadi orang yang bersikap mental ‘pengumpul’. Marilah kita mohon agar kita dapat hidup sederhana, dan ketika kita semua dapat hidup sederhana kiranya tidak ada orang yang kelaparan atau kehausan, kurang gizi alias menderita karena tidak dapat menikmati ‘sandang, papan dan pangan’ selayaknya.
Dalam hal makan dan minum hendaknya berpedoman pada hidup sehat, bukan suka atau tidak suka, nikmat atau tidak nikmat. Marilah kita berpedoman pada ‘empat sehat lima sempurna’ (nasi/jagung/ubi dst, sayur, daging, buah-buahan dan susu). Jika hendak melakukan diet hendaknya berpedoman pada norma kesehatan sebagaimana disarankan oleh para dokter, bukan berpedoman pada keinginan sendiri, sehingga kurang gizi. Kami berharap kepada para orangtua untuk memperhatikan anak-anaknya, lebih-lebih pada usia balita, agar makan dan minum yang bergizi. Kepada para ibu kami harapkan untuk memberi ASI alias menyusui anaknya sedapat mungkin sampai satu tahun atau lebih, jangan hanya satu sampai tiga bulan saja, sebagaimana dilakukan oleh sebagian ibu muda pada masa kini.
“Ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami” (Luk 11:4)
Dalam bacaan pertama dari Kitab Kejadian hari ini dikisahkan dialog antara Abraham dengan Allah, doa permohonan kasih pengampunan Allah kepada umatNya. Demi sedikit orang baik dan benar, yang sungguh beriman atau mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, Allah tidak akan memusnahkan sebagian besar umatNya yang berdosa., Allah mengampuni mereka melalui orang-orang benar dan baik atau berbudi pekerti luhur. Di dalam doa Bapa Kami, yang diajarkan oleh Yesus dan kiranya setiap hari kita doakan, kita berdoa dan mohon “ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”. Hendaknya doa ini tidak hanya manis di mulut tetapi juga manis di dalam tindakan kita, dengan kata lain marilah kita saling mengampuni satu sama lain di dalam hidup sehari-hari.
Para ibu kiranya memiliki pengalaman banyak dan mendalam perihal “mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami”, antara lain pengampunan yang diberikan kepada anak-anaknya, lebih-lebih ketika mereka masih bayi atau selama usia balita. Anaknya di tengah malam rewel, mengganggu tidur atau istirahat, sang ibu pasti mengampuninya dengan penuh kasih dan kelemah-lembutan. Maka kami berharap para ibu untuk terus memperdalam dan memperkuat keutamaan mengampuni orang yang bersalah tersebut, dan dengan rendah hati menyebarluaskan kepada sesamanya. Memang itu jati diri para ibu/perempuan, yang memiliki rahim, dimana di dalam rahim tumbuh berkembang ‘buah kasih/anak’ dalam kasih pengampunan atau kerahiman, maka hendaknya para ibu/perempuan sungguh dapat menjadi saksi ‘kerahiman’ bagi sesamanya. Refleksikan pengalaman anda ketika sedang mengandung, keutamaan-keutamaan macam apa yang anda hayati ketika sedang mengandung? Hendaknya pengalaman tersebut terus dihayati, diperdalam dan disebarluaskan.
Di dalam doa kita juga mohon kasih pengampunan Allah. Marilah kita sadari dan hayati bahwa kita telah menerima kasih pengampunan Allah secara melimpah melalui saudara-saudari kita, terutama melalui ibu kita masing-masing yang telah mengandung dan melahirkan kita.
“Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kaubuat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.” (Mzm 138:1-3)
(Ign Sumarya SJ )