MAZMUR TANGGAPAN: Mzm 110:1.2.3.4; R:4bc
BACAAN II: 1Kor 11:23-26 Setiap kali makan dan minum, kamu mewartakan wafat Tuhan.
I N J I L: Mereka semua makan sampai kenyang.
"Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak.”
“Penghayatan Ekaristi dan sakramen pada umumnya, terutama merupakan suatu pengalaman iman. Dalam iman orang dipersatukan dengan Kristus, dan dengan sesama. Ekaristi berarti suatu pertemuan pribadi – dalam iman – dengan Kristus. St.Paulus menulis, “Bukankah piala ucapan syukur, yang di atasnya kita ucapkan syukur, berarti persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan berarti persekutuan dengan tubuh Kristus?” (1Kor 10:16). Ekaristi berarti ‘persekutuan dengan Kristus’. Dan memang, kita ‘dipanggil kepada persekutuan dengan Anak Allah, Yesus Kristus Tuhan kita’(1Kor 1: 9). Hal itu berarti pertama-tama ‘persekutuan Roh Kudus’(2Kor 13:13), sebab kesatuan kesatuan dengan Kristus berarti ‘persekutuan iman’ (Flm 6). Persekutuan iman berarti persekutuan jemaat, sebab semua bersama-sama menghayati iman Gereja. Sakramen itu ‘sakramen iman’, dan Ekaristi sebagai pusat dan puncak semua sakramen merupakan perayaan iman bersama. Pusatnya bukanlah roti dan anggur, melainkan Kristus yang – karena iman – hadir dalam seluruh umat” (KWI: IMAN KATOLIK, Buku Informasi dan Referensi, Jakarta 1996, hal 412). Kutipan ini kiranya baik kita renungkan atau refleksikan bersama dengan bacaan-bacaan dalam rangka merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus hari ini.
“Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak” (Luk 9:16)
Kutipan dari Injil Lukas di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dalam rangka menghayati imamat umum kaum beriman. Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus kita memiliki panggilan imamat umum yang harus kita hayati di dalam hidup kita sehari-hari. Cirikhas atau fungsi seorang imam antara lain menjadi penyalur rahmat/berkat Allah kepada umat manusia dan doa/dambaan/kerinduan umat manusia kepada Allah, lebih-lebih dan terutama bagi umat yang miskin dan berkekurangan, lapar dan haus dalam berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.
Apa yang kita miliki, kuasai dan nikmati sampai kini adalah rahmat atau anugerah Allah, yang harus kita bagikan kepada orang banyak, siapapun yang kita jumpai dalam hidup kita sehari-hari, terutama yang miskin dan berkekurangan. Aneka rahmat atau anugerah Allah yang kita terima memang juga merupakan usaha kita dalam rangka ‘menengadah ke langit’ alias buah kerja keras kita, tetapi pertama-tama dan terutama merupakan kemurahan hati Allah., maka selayaknya kita juga bermurah hati kepada saudara-saudari kita. Bermurah hati berarti menjual hati dengan harga murah meriah alias memperhatikan siapapun, tanpa pandang bulu, terutama dan pertama-tama kepada mereka yang miskin dan berkekurangan.
Kami berharap semakin kaya, pandai, cerdas, terampil, tua, berpengalaman dst. (alias semakin ‘berisi’) juga semakin bersyukur dan berterima kasih alias rendah hati, sebagaimana dikatakan dalam pepatah “ batang bulir padi yang berisi semakin menunduk, sedangkan yang tak berisi menengadah ke atas”. Bermurah hati dengan rendah hati sungguh merupakan tindakan atau perilaku yang terpuji, mulia dan mempesona. Kita semua kiranya memiliki pengalaman iman selama berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, puncak iman dan ibadat Gereja, dimana kita semua mengalami kebersamaan hidup yang indah, duduk sama tinggi berdiri sama rendah, bersama-sama berdoa dan bernyanyi, saling menyampaikan damai sejahtera Allah dan sama-sama menerima Tubuh Kristus. Rasanya kemurahan hati dan kerendahan hati hidup dan menjiwai kita semua selama berpartisipasi di dalam Perayaan Ekaristi. Baiklah sebagaimana di akhir Perayaan Ekaristi kita menerima ajakan pengutusan , “Marilah pergi, kita diutus” , marilah dalam kepergian atau sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun kita bermurah hati, menyalurkan rahmat/berkat Allah kepada sesama dengan rendah hati.
“Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor 11:26)
Perayaan Ekaristi adalah kenangan akan wafat dan kebangkitan Yesus, kenangan pemberian Diri Yesus kepada kita semua yang beriman kepada-Nya, yang antara lain kita hayati dengan menerima Tubuh dan Darah Kristus, dalam rupa roti dan anggur yang telah dikonsekrir. Dengan menyantap Tubuh Kristus kita bersatu dan bersama dengan Yesus Kristus, dan dengan demikian dipanggil untuk ‘memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang’.
‘Memberitakan kematian Tuhan’ berarti menyebarluaskan persembahan Diri Yesus di kayu salib, dan untuk itu kita sendiri memang harus meneladan Dia dalam persembahan diri total dalam hidup sehari-hari. Dengan kata lain kita dipanggil untuk bekerja keras dalam melakukan tugas atau menghayati panggilan apapun. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). Maka kami berharap kepada kita semua: hendaknya dengan kerja keras kita belajar atau bekerja:
1). Bagi siapapun yang sedang memiliki tugas belajar hendaknya sungguh belajar. Tujuan utama belajar adalah agar terampil belajar, menjadi pribadi yang senantiasa siap sedia untuk belajar, sehingga senang belajar atau mempelajari apapun, lebih-lebih atau terutama hal-hal yang terkait pada kesejahteraan umum atau kebahagiaan bersama. Dengan ini kami berseru kepada para peserta didik atau mahasiswa untuk mengusahakan dan memperdalam sikap belajar, sehingga terampil belajar; jauhkan budaya instant, yaitu belajar untuk memperoleh nilai akhir semester, tahun atau ujian, yang sering hanya dipersiapkan satu atau dua minggu saja, atau bahkan sehari. Memang agar terampil belajar anda harus memiliki keutamaan kerendahan hati, belajar tanpa rendah hati pasti gagal total.
2). Bagi siapapun yang sedang memiliki tugas bekerja kami harapkan bekerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga terampil bekerja. Secara khusus kami berharap kepada para pekerja muda atau baru: hendaknya lebih mengutamakan agar terampil bekerja bukan jasa atau gaji. Dengan kata lain sikap mental belajar hendaknya menjiwai anda selama bekerja. Orang yang bersikap mental belajar selama bekerja pada umumnya senantiasa siap sedia untuk menerima tugas atau pekerjaan baru, meskipun tugas atau pekerjaan tersebut terasa asing atau baru sama sekali. Dengan kata lain hendaknya senantiasa siap sedia membaktikan atau memberikan diri pada aneka kesempatan dan kemungkinan, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Usahakan untuk menjadi pribadi atau orang ‘otodidak’ (auto didaktos), orang yang terampil serta memiliki aneka macam pengetahuan dan ilmu dengan belajar sendiri melalui aneka pengalaman hidup maupun kerja. Bagikan keterampilan dan kecerdasan serta aneka kekayaan anda kepada orang lain yang sungguh membutuhkan, lebih-lebih dan terutama mereka yang miskin dan berkekurangan.
“Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku: "Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-musuhmu menjadi tumpuan kakimu." Tongkat kekuatanmu akan diulurkan TUHAN dari Sion: memerintahlah di antara musuhmu! Pada hari tentaramu bangsamu merelakan diri untuk maju dengan berhiaskan kekudusan; dari kandungan fajar tampil bagimu keremajaanmu seperti embun. TUHAN telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: "Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek." (Mzm 110:1-4)