BACAAN PERTAMA: Kel. 3:1-8a,13-15
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm. 103:1-2,3-4,6-7,8,11
BACAAN KEDUA: 1Kor. 10:1-6,10-12
INJIL: Luk. 13:1-9
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi!"
Toni (nama samaran) adalah seorang pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan. Ia telah bekerja di perusahaan tersebut kurang lebih sepuluh tahun dan selama ini ia bekerja dengan baik-baik saja alias ber-konduite baik. Karena merasa baik-baik saja dan jarang memperoleh tegoran dari atasan, maka pada suatu saat dapat lalai juga, ia terjebak atau ikut dalam tindakan yang tak bermoral di kantornya. Beberapa atasan yang melihat hal itu mengusulkan kepada Bagian Personalia atau HRD agar Toni dipecat atau dikeluarkan dari perusahaan. Namun Kepala Bagian Personalia atau HRD merasa tidak benar atau tidak baik memecat Toni begitu saja dan kepada rekan-rekan atasan yang mengusulkannya ia berkata sebagaimana dikatakan oleh pekerja yang dikisahkan dalam Injil hari ini: “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9). Memang banyak orang dengan mudah memiliki kecenderungan untuk ‘memecat atau mengeluarkan, entah pegawai di kantor atau perusahaan yang bersalah atau anak didik/murid di sekolah yang kurang dapat mengikuti proses pembelajaran atau pendidikan di sekolah’. Mengeluarkan orang sakit dari kebersamaan kita tanpa mengobatinya lebih dahulu berarti menyebar-luaskan penyakit; demikian juga menyingkirkan atau mengeluarkan orang bermasalah begitu saja berarti menyebar-luaskan masalah. Maka kami berharap agar kita semua berusaha seoptimal belajar dan menghayati kemurahan hati dan kasih pengampunan Allah, antara lain dengan memberi kesempatan dan kemungkinan sesama kita untuk bertobat atau memperbaharui diri, sebagaimana kita juga diberi kesempatan dan kemungkinan oleh Allah, Yang Ilahi.
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9).
Mungkin dalam hidup dan bekerja ini kita harus menghadapi rekan yang bermasalah dan kita cenderung untuk menghindari atau menyingkirkannya, tetapi jangan-jangan kita sendiri juga orang yang bermasalah. Maka marilah kita dengan rendah hati mawas diri: (1) sekiranya kita sendiri adalah orang bermasalah marilah bertobat dan memperbaharui diri dan (2) jika ada rekan kita yang bermasalah marilah kita bantu untuk bertobat atau memperbaharui diri.
(1) Siapakah aku ini? Menanggapi pertanyaan ini perkenankan saya mengutip pernyataan para Yesuit yang berkumpul dalam suatu pertemuan khusus, Konggregasi Jendral, sebagai berikut : “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu; Ignatius minta kepada Santa Perawan Maria,’agar menempatkan dia di samping Puteranya’, dan kemudian Ignatius melihat Bapa sendiri minta kepada Yesus yang memanggul Salib, agar menerima si musafir ini dalam kalangan sahabatnya” (Kong Jeng 32 no 2.1). Kita adalah musafir-musafir, orang-orang yang berada di dalam perjalanan, penuh kekurangan dan kelemahan, namun demikian karena kemurahan hati dan kasih pengampunan Tuhan boleh menjadi sahabat atau saudara Yesus serta berpartisipasi untuk memanggul SalibNya dengan memanggul salib kehidupan kita masing-masing. Bertobat dan memperbaharui diri merupakan salib kehidupan, demikian juga membantu atau memberi kesempatan orang lain untuk bertobat dan memperbaharui diri. Sekali lagi ingatlah bahwa salib adalah jalan kehidupan dan keselamatan sejati.
(2) Pada umumnya kita semua memiliki kecenderungan untuk lebih melihat kekurangan dan kelemahan daripada kelebihan dan kekuatan sesama kita. Jika kita memang melihat kekurangan dan kelemahan sesama kita marilah kita, dengan semangat petani yang merawat tanamannya yang terserang hama penyakit, membantu pertobatan dan pembaharuan hidup mereka dengan memberi kesempatan dan kemungkinan. Apa yang dikerjakan oleh para petani terhadap tanaman yang terserang hama penyakit tidak lain adalah merawatnya, entah dengan menggemburkan tanah, menyiram, memupuk atau mengobati. Keutamaan-keutamaan yang dibutuhkan dalam merawat tanaman rasanya senada dengan merawat bayi, orang tua atau mereka yang sedang sakit. Untuk merawat dengan baik rasanya perlu dijiwai oleh kasih dan kasih itu tidak lain adalah “ sabar; murah hati; tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran., menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (lihat 1Kor 13:4-7)
“Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut” (1Kor 10:10)
Menghadapi tantangan atau hambatan atau yang tidak berkenan di hati pada umumnya orang dengan mudah atau cenderung menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut dst..sampai marah-marah. Cara bertindak macam itu hemat saya sungguh tiada gunanya, pemborosan, buang tenaga yang tidak perlu. Orang marah misalnya membutuhkan tenaga 200 kalori dan untuk mengembalikan seperti semula butuh tenaga yang sama 200 kalori, maka begitu banyak buang tenaga dengan sia-sia. Bahkan mereka yang suka menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut …sampai marah pada umumnya sudah terhukum dengan sendirinya antara lain ia akan terisolir atau dijauhi oleh sesamanya, bertambah kenalan berarti bertambah musuh yang siap untuk ‘membinasakannya’.
“Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut….Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,” (1Kor 10:1; 1Kor 10:5-6). Sebagian besar dari nenek moyang memiliki kecenderungan akan hal-hal yang jahat antara lain menggeutu, menguimpat dan marah-marah, dan kita semua diingatkan agar tidak menirunya jika menghendaki untuk selamat, damai dan sejahtera. Sebagai orang yang telah dibaptis kita hidup dari dan oleh Roh dan dengan demikian diharapkan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh, misalnya : “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Penguasaan diri mungkin merupakan keutamaan yang harus kita hayati secara mendalam dan kita sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari. Menguasai diri kiranya lebih sulit daripada orang lain; orang yang tidak dapat menguasai diri ketika memperoleh kesempatan untuk menguasai orang lain pada umumya lalu menindas oranglain, sementara itu jika orang dapat menguasai diri maka ketika memperoleh kesempatan menguasai orang lain menjadi melayani bukan memiliki apalagi menguasai yang lain. Marilah kita saling melayani dan mengasihi agar kita tidak ‘dibinasakan oleh malaikat maut’ . Melengkapi keutamaan penguasaan diri adalah kesabaran. Jika kita cermati rasanya banyak orang kurang sabar, misalnya muda-mudi saling mengasihi, belum menikah, berhubungan seks di luar nikah, ingin cepat kaya melalui korupsi, di jalanan ngebut dan melanggar rambu-rambu lalu lintas seenaknya, tidak bisa antri dst.. Sabar antara lain berarti menghargai dan menghormati serta mendahulukan yang lain, tidak egois atau menang sendiri.
MAZMUR TANGGAPAN: Mzm. 103:1-2,3-4,6-7,8,11
BACAAN KEDUA: 1Kor. 10:1-6,10-12
INJIL: Luk. 13:1-9
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi!"
Toni (nama samaran) adalah seorang pegawai yang bekerja di sebuah perusahaan. Ia telah bekerja di perusahaan tersebut kurang lebih sepuluh tahun dan selama ini ia bekerja dengan baik-baik saja alias ber-konduite baik. Karena merasa baik-baik saja dan jarang memperoleh tegoran dari atasan, maka pada suatu saat dapat lalai juga, ia terjebak atau ikut dalam tindakan yang tak bermoral di kantornya. Beberapa atasan yang melihat hal itu mengusulkan kepada Bagian Personalia atau HRD agar Toni dipecat atau dikeluarkan dari perusahaan. Namun Kepala Bagian Personalia atau HRD merasa tidak benar atau tidak baik memecat Toni begitu saja dan kepada rekan-rekan atasan yang mengusulkannya ia berkata sebagaimana dikatakan oleh pekerja yang dikisahkan dalam Injil hari ini: “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9). Memang banyak orang dengan mudah memiliki kecenderungan untuk ‘memecat atau mengeluarkan, entah pegawai di kantor atau perusahaan yang bersalah atau anak didik/murid di sekolah yang kurang dapat mengikuti proses pembelajaran atau pendidikan di sekolah’. Mengeluarkan orang sakit dari kebersamaan kita tanpa mengobatinya lebih dahulu berarti menyebar-luaskan penyakit; demikian juga menyingkirkan atau mengeluarkan orang bermasalah begitu saja berarti menyebar-luaskan masalah. Maka kami berharap agar kita semua berusaha seoptimal belajar dan menghayati kemurahan hati dan kasih pengampunan Allah, antara lain dengan memberi kesempatan dan kemungkinan sesama kita untuk bertobat atau memperbaharui diri, sebagaimana kita juga diberi kesempatan dan kemungkinan oleh Allah, Yang Ilahi.
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8-9).
Mungkin dalam hidup dan bekerja ini kita harus menghadapi rekan yang bermasalah dan kita cenderung untuk menghindari atau menyingkirkannya, tetapi jangan-jangan kita sendiri juga orang yang bermasalah. Maka marilah kita dengan rendah hati mawas diri: (1) sekiranya kita sendiri adalah orang bermasalah marilah bertobat dan memperbaharui diri dan (2) jika ada rekan kita yang bermasalah marilah kita bantu untuk bertobat atau memperbaharui diri.
(1) Siapakah aku ini? Menanggapi pertanyaan ini perkenankan saya mengutip pernyataan para Yesuit yang berkumpul dalam suatu pertemuan khusus, Konggregasi Jendral, sebagai berikut : “Yesuit ialah orang yang mengakui dirinya pendosa, tetapi tahu bahwa dipanggil menjadi sahabat Yesus seperti Ignatius dahulu; Ignatius minta kepada Santa Perawan Maria,’agar menempatkan dia di samping Puteranya’, dan kemudian Ignatius melihat Bapa sendiri minta kepada Yesus yang memanggul Salib, agar menerima si musafir ini dalam kalangan sahabatnya” (Kong Jeng 32 no 2.1). Kita adalah musafir-musafir, orang-orang yang berada di dalam perjalanan, penuh kekurangan dan kelemahan, namun demikian karena kemurahan hati dan kasih pengampunan Tuhan boleh menjadi sahabat atau saudara Yesus serta berpartisipasi untuk memanggul SalibNya dengan memanggul salib kehidupan kita masing-masing. Bertobat dan memperbaharui diri merupakan salib kehidupan, demikian juga membantu atau memberi kesempatan orang lain untuk bertobat dan memperbaharui diri. Sekali lagi ingatlah bahwa salib adalah jalan kehidupan dan keselamatan sejati.
(2) Pada umumnya kita semua memiliki kecenderungan untuk lebih melihat kekurangan dan kelemahan daripada kelebihan dan kekuatan sesama kita. Jika kita memang melihat kekurangan dan kelemahan sesama kita marilah kita, dengan semangat petani yang merawat tanamannya yang terserang hama penyakit, membantu pertobatan dan pembaharuan hidup mereka dengan memberi kesempatan dan kemungkinan. Apa yang dikerjakan oleh para petani terhadap tanaman yang terserang hama penyakit tidak lain adalah merawatnya, entah dengan menggemburkan tanah, menyiram, memupuk atau mengobati. Keutamaan-keutamaan yang dibutuhkan dalam merawat tanaman rasanya senada dengan merawat bayi, orang tua atau mereka yang sedang sakit. Untuk merawat dengan baik rasanya perlu dijiwai oleh kasih dan kasih itu tidak lain adalah “ sabar; murah hati; tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran., menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” (lihat 1Kor 13:4-7)
“Dan janganlah bersungut-sungut, seperti yang dilakukan oleh beberapa orang dari mereka, sehingga mereka dibinasakan oleh malaikat maut” (1Kor 10:10)
Menghadapi tantangan atau hambatan atau yang tidak berkenan di hati pada umumnya orang dengan mudah atau cenderung menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut dst..sampai marah-marah. Cara bertindak macam itu hemat saya sungguh tiada gunanya, pemborosan, buang tenaga yang tidak perlu. Orang marah misalnya membutuhkan tenaga 200 kalori dan untuk mengembalikan seperti semula butuh tenaga yang sama 200 kalori, maka begitu banyak buang tenaga dengan sia-sia. Bahkan mereka yang suka menggerutu, ngrumpi, bersungut-sungut …sampai marah pada umumnya sudah terhukum dengan sendirinya antara lain ia akan terisolir atau dijauhi oleh sesamanya, bertambah kenalan berarti bertambah musuh yang siap untuk ‘membinasakannya’.
“Aku mau, supaya kamu mengetahui, saudara-saudara, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan dan bahwa mereka semua telah melintasi laut….Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun. Semuanya ini telah terjadi sebagai contoh bagi kita untuk memperingatkan kita, supaya jangan kita menginginkan hal-hal yang jahat seperti yang telah mereka perbuat,” (1Kor 10:1; 1Kor 10:5-6). Sebagian besar dari nenek moyang memiliki kecenderungan akan hal-hal yang jahat antara lain menggeutu, menguimpat dan marah-marah, dan kita semua diingatkan agar tidak menirunya jika menghendaki untuk selamat, damai dan sejahtera. Sebagai orang yang telah dibaptis kita hidup dari dan oleh Roh dan dengan demikian diharapkan cara bertindak kita menghasilkan buah-buah Roh, misalnya : “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal 5:22-23). Penguasaan diri mungkin merupakan keutamaan yang harus kita hayati secara mendalam dan kita sebarluaskan dalam hidup kita sehari-hari. Menguasai diri kiranya lebih sulit daripada orang lain; orang yang tidak dapat menguasai diri ketika memperoleh kesempatan untuk menguasai orang lain pada umumya lalu menindas oranglain, sementara itu jika orang dapat menguasai diri maka ketika memperoleh kesempatan menguasai orang lain menjadi melayani bukan memiliki apalagi menguasai yang lain. Marilah kita saling melayani dan mengasihi agar kita tidak ‘dibinasakan oleh malaikat maut’ . Melengkapi keutamaan penguasaan diri adalah kesabaran. Jika kita cermati rasanya banyak orang kurang sabar, misalnya muda-mudi saling mengasihi, belum menikah, berhubungan seks di luar nikah, ingin cepat kaya melalui korupsi, di jalanan ngebut dan melanggar rambu-rambu lalu lintas seenaknya, tidak bisa antri dst.. Sabar antara lain berarti menghargai dan menghormati serta mendahulukan yang lain, tidak egois atau menang sendiri.
“TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang yang diperas.Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel.TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” (Mzm 103:6-8)