MAZMUR TANGGAPAN: Mzm 51:3-4.5-6a.12-13.14.17
BACAAN KEDUA: 2Kor 5:20-21.6:2
INJIL: Mat 6:1-6; 6:16-18
PERAYAAN EKARISTI di GEREJA: 05.30, 06.30, 12.00, 16.30, 18.00
· Berpuasa dan berpantang
“Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6:16-18). Orang yang bermuram mukanya berarti sedang dalam keadaan sedih, frustrasi, takut atau marah, padahal ‘berpuasa atau berpantang’ merupakan upaya untuk semakin dekat atau mesra dengan Allah. Sabda Yesus perihal puasa dan pantang mengajak dan mengingatkan kita bahwa selama berpuasa dan berpantang atau matiraga/lakutapa hendaknya biasa-biasa saja, tidak pamer bahwa sedang bermatiraga atau lakutapa. .
Berpuasa dan berpantang secara negatif berarti mengurangi apa yang biasa dinikmati setiap hari, entah itu makanan, minuman, perilaku/tindakan atau omongan dst.. alias mengendalikan nafsu anggota tubuh atau raga sedemikian rupa dalam rangka memperbaiki atau memperbaharui cara hidup dan cara bertindak yang semakin sesuai dengan kehendak Tuhan. Maka baiklah dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri sesuai dengan situasi dan kondisi kita masing-masing: dalam hal apa saya sebaiknya berpuasa atau berpantang (makanan, minuman, omongan, cara bertindak, seks,dst.)?, hal atau sesuatu yang menyebabkan saya semakin jauh dari Tuhan, semakin hidup tak bermoral atau tak berbudi pekerti luhur? Berpuasa dan berpantang merupakan bentuk penyangkalan diri sendiri atau ‘menyalibkan diri’ agar lebih setia pada panggilan, tugas utama, kewajiban atau janji-janji yang pernah diikrarkan.
· Menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban secara lebih setia.
“Sebagai teman-teman sekerja, kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima” (2Kor 6:1), demikian nasihat atau peringatan Paulus kepada umat di Korintus, kepada kita semua orang beriman. “Kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima”, inilah yang baik kita renungkan atau refleksikan. Hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki atau kuasai sampai saat ini, seperti tubuh, kepandaian/ kecerdasan, bakat, harta benda/uang, pangkat/kedudukan/fungsi, jabatan dst., adalah kasih karunia Allah yang telah kita terima melalui sesama manusia yang telah berbuat baik kepada kita dalam berbagai kesempatan. Semuanya adalah kasih karunia Allah, everything is given, maka selayaknya kita nikmati dan fungsikan sesuai dengan kehendak Allah, yang bagi kita masing-masing berarti lebih setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban kita masing-masing, mengingat dan memperhatikan dalam perjalanan waktu sampai kita mengalami kemunduran atau erosi dalam hal kesetiaan.
“Setia adalah sikap dan perilaku yang menunjukkan keterikatan dan kepedulian atas perjanjian yang telah dibuat” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). Maka baiklah sebagai orang yang telah dibaptis marilah mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang telah kita terima, sedangkan terpanggil untuk hidup berkeluarga hendaknya juga mawas diri perihal rahmat sakramen perkawinan, hidup imamat perihal janji imamat, hidup membiara perihal kaul-kaul dst… Marilah kita mawas diri atas janji-janji tersebut dengan sungguh-sungguh agar di Malam Paskah nanti kita layak memperbaharui janji-janji tersebut, dan secara khusus para imam akan memperbaharui janji di hari Kamis Putih. Mungkin baik secara bersama-sama kita mawas diri perihal rahmat pembaptisan yang mendasari hidup dan panggilan kita sebagai ‘anggota Tubuh Kristus’ atau Gereja.
Tema Aksi Puasa Pembangunan (APP) tahun 2010 adalah ‘Melawan Kemiskinan”, baiklah hal ini tidak hanya difahami atau dimengerti secara phisik atau material saja, tetapi lebih-lebih dan terutama secara spiritual, yang berarti ‘melawan kemiskinan kesetiaan atas penghayatan rahmat pembaptisan’ alias kurang mengabdi Tuhan dan melawan godaan setan. Hemat saya yang menjadi penyebab utama kemiskinan secara material adalah ketidak setiaan orang dalam mengabdi Tuhan dan menolak godaan setan, yang menggejala dalam perilaku tak bermoral seperti “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya”(Gal 5:19-21). Maka melawan kemiskinan berarti memberantas perilaku atau perbuatan yang tak bermoral di atas ini. Perbuatan amoral di atas ini juga membuat orang tidak setia pada panggilan, tugas pengutusan maupun kewajiban. “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya”(Yl 2:13), demikian nasihat atau pesan nabi Yoel.
· Menjalankan ibadat dan karya amalkasih.
Matiraga atau lakutapa kita di masa Prapaskah ini hendaknya juga ditandai lebih giat dalam “menjalankan ibadat dan karya amalkasih”, berdoa dan berbuat baik kepada orang lain dimanapun dan kapanpun, lebih-lebih bagi mereka yang miskin dan berkekurangan. Jumlah mereka yang miskin dan berkekurangan dalam hal harta benda atau uang atau kebutuhan hidup sehari-hari kiranya lebih sedikit daripada yang berkecukupan atau berlebihan, maka jika yang berkecukupan dan berlebihan dengan jiwa besar dan hati rela berkorban mau membantu mereka yang miskin dan berkurangan, dambaan atau harapan ‘melawan kemiskinan’ dapat menjadi kenyataan atau terwujud. Dengan rendah hati kami berharap kepada mereka yang berkecukupan dan berlebihan untuk solider terhadap mereka yang miskin dan berkekurangan. Marilah di masa Prapaskah ini kita tingkatkan penghayatan atas dua prinsip hidup beriman atau menggereja yaitu ‘solidaritas’ dan ‘keberpihakan kepada yang miskin dan berkekurangan’ (preferential option for/with the poor).
“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (Mzm 51:3-6a)
I. Sumarya, SJ
Bagikan