Senin, 17 Agustus 2009, Hari Raya Kemerdekaan RI

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah."

Para bapa bangsa Indonesia yang berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia kiranya adalah pribadi-pribadi yang cerdas beriman, terdidik dan beriman. Proklamasi Kemerdekaan telah dinyatakan 64 tahun yang lalu, dengan kata lain secara manusia boleh dikatakan telah dewasa, namun jika dicermati apa yang ada di Indonesia saat ini kiranya masih ada hal-hal yang boleh dikatakan dewasa, yaitu dalam hal pendidikan atau pembinaan manusia, yang nampak masih maraknya aneka macam bentuk kebejatan moral seperti korupsi, tawuran, permusuhan serta kebodohan yang berdampak pada kemiskinan. Panji-panji Negara kita adalah bendera berwarna ‘merah putih’ yang kiranya berarti keberanian dalam berjuang dan berkorban serta hidup dan bertindak dalam kesucian. Maka jika mencermati suasana kehidupan saat ini rasanya ‘perjuangan, pengorbanan dan kesucian’ kurang atau tidak menjiwai kehidupan warganegara pada umumnya maupun para pejabat atau petinggi Negara khsusunya. Mereka yang katanya menjadi wakil rakyat sering juga hanya mencari kesenangan pribadi serta mengusahakan kekayaan atau harta benda demi keluarganya sendiri. Para pejabat ketika bersumpah jabatan dalam rangka mengawali tugas dan jabatannya ketika mulai menjabat mulai melakukan koropsi seenaknya, dst.., Para Era Reformasi dan Desentralisasi saat ini juga terjadi desentralisasi korupsi, bahkan wilayah-wilayah yang konon diwarnai agama tertentu justru korupsi lebih besar daripada wilayah lain. Maka baiklah dalam rangka mengenangkan atau merayakan Hari Raya Kemerdekaan RI ke 64 ini kami mengajak anda sekalian mawas diri dengan bantuan sabda di bawah ini.

“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." (Mat 22:21 )

Sabda Yesus di atas ini kiranya telah dicoba dibahasakan secara lain oleh salah seorang pahlawan Indonesia , yaitu Mgr.A.Soegijapranata SJ, alm. dengan .motto : ”Jadilah 100 % warganegara dan 100% katolik (beragama)”. Maka baiklah kita renungkan kutipan Sabda Yesus di atas bersama dengan motto Mgr. A.Soegijapranata SJ tersebut dalam rangka mengenangkan Kemerdekaan Negara kita.

1) “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”. Di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ada aneka macam aturan dan tatanan hidup bersama yang harus kita hayati atau laksanakan. Jika dicermati rasanya masih cukup banyak orang yang tidak setia atau kurang tertib dalam melaksanakan aneka tatanan atau aturan yang terkait dengan apa yang seharusnya dilakukan di dalam hidup dan tugas sehari-hari, entah dimasyarakat, di tempat kerja atau jalanan. Menjadi warganegara yang baik berarti senantiasa mentaati dan melaksanakan aneka aturan dan tatanan yang terkait, dan kiranya untuk itu para petinggi atau pejabat hendaknya menjadi teladan.

Salah satu masalah yang masih memprihatinkan masa kini adalah korupsi, yang terkait dengan keutamaan jujur, disipilin, tertib dst.. ”Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan” (Prof Dr. Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997,hal 17). Kecurangan masih terjadi di berbagai tingkat atau bidang kehidupan bersama masa kini, dan rasanya hal itu mulai terbiasa selama yang bersangkutan masih belajar di sekolah, yaitu dengan kebiasaan menyontek dalam ulangan maupun ujian. Maka kami berharap kejujuran ditanamkan sedini mungkin bagi anak-anak, sejak di dalam keluarga; dan di sekolah-sekolah diberlakukan ‘dilarang menyontek dalam ulangan maupun ujian’.

2) “Berikanlah kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Sabda ini kiranya terkait dengan kehidupan beragama kita masing-masing. Hidup dan segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai serta nikmati sampai saat ini adalah anegerah Allah, maka selayaknya kita hidup dan bertindak dijiwai oleh syukur dan terima kasih kepada Allah, dan hal itu juga kita wujudkan dalam bersyukur dan berterima kasih kepada saudara-saudari kita. Dengan kata lain sebagai umat beragama hendaknya kita saling bersyukur dan berterimakasih satu sama lain “Bersyukur adalah sikap dan perilaku yang tahu dan mau berterima kasih kepada Tuhan atas hikmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pusataka- Jakarta 1997, hal 13). Sekali lagi hidup bersyukur ini hendaknya sedini mungkin dibinakan dan dibiasakan bagi anak-anak sedini mungkin dan tentu saja dengan teladan dari orangtua atau bapak-ibu.


“Inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh. Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja” (1Ptr 2:15 -17)

Hidup sebagai orang merdeka berarti menjadi “hamba Allah” dan senantiasa berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. Menjadi “hamba Allah” berarti senantiasa taat pada kehendak Allah di dalam hidup sehari-hari: bekerja keras tanpa kenal lelah dalam berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun. “Bekerja keras adalah sikap dan perilaku yang suka berbuat hal-hal yang positif dan tidak suka berpangku tangan serta selalu gigih dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 10). “Sesuatu” yang dimaksudkan disini adalah perbuatan baik atau hal-hal yang positif.

Sebagai orang merdeka kita juga dipanggil untuk tidak menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan. Hemat saya hal ini selayaknya dilakukan dan disebarluaskan oleh para penegak hukum, misalnya polisi dan mereka yang bekerja dalam aneka tugas pengadilan. Polisi kiranya dengan bebas merdeka dapat kemana saja, maka hendaknya jangan menyalahgunakan kebebasan tersebut untuk berbuat jahat atau menutupi aneka kejahatan. Di dalam pengadilan juga sering terjadi usaha untuk menutupi atau menyelubungi kejahatan-kejahatan, yang didukung oleh uang atau orang-orang berduit/kaya. “Homatilah semua orang”, demikian pesan Petrus. Polisi dan penegak hukum hemat saya dapat bertemu dengan semua orang/warganegara, maka kami berharap mereka juga dapat menjadi teladan dalam menghormati sesama manusia, menjunjung tinggi harkat martabat manusia atau hak-hak asasi manusia. Jauhkan aneka macam bentuk kekerasan ketika anda sedang melaksanakan tugas entah di tengah-tengah masyarakat maupun di tempat pengadilan.

“Takutlah akan Allah”. Peringatan atau nasihat ini merupakan ajakan bagi kita untuk beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang kita lakukan. Ketika kita berbuat jahat, mungkin tidak ada satu orangpun yang tahu, tetapi Allah mengetahui. Maka jika kita sungguh beriman, marilah kita tidak berbuat jahat sedikitpun dan senantiasa berbuat baik atau melakukukan hal-hal yang positif di dalam hidup kita sehari-hari. Semoga sila kelima dari Pancasila, Keadilan sosial bagi seluruh bangsa, segera menjadi nyata atau terwujud dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

“Mataku tertuju kepada orang-orang yang setiawan di negeri, supaya mereka diam bersama-sama dengan aku. Orang yang hidup dengan cara yang tak bercela, akan melayani aku. Orang yang melakukan tipu daya tidak akan diam di dalam rumahku, orang yang berbicara dusta tidak akan tegak di depan mataku” (Mzm 101:6-7)

Jakarta , 17 Agustus 2009

Ign Sumarya, SJ