“Murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus ” (1Yoh 1:1-4; Mzm 97:1-2.5-6; Yoh 20:2-8)

“Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya.” (Yoh 20:2-8), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St. Yohanes, rasul dan pengarang Injil, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Setelah St.S tefanus, martir pertama, hari ini kita diajak untuk mengenangkan St. Yohanes, rasul dan pengarang Injil serta juga dikenal sebagai murid terkasih Yesus. Sebagai murid terkasih berarti telah menerima kasih lebih besar daripada para rasul/murid lainnya, dengan kata lain Yohanes sungguh berlimpah akan kasih. Kasih merupakan kekuatan luar biasa dalam perjalanan hidup dan panggilan kita. Orang yang sungguh merasa dikasihi pada umumnya akan hidup dengan penuh syukur dan terima kasih, serta kemudian akan lebih tanggap dan cekatan dalam menghadapi aneka masalah atau tantangan, seperti Yohanes yang berlari lebih cepat daripada Petrus menuju ke kubur, tempat dimana Yesus dimakamkan, ketika mereka mendengar bahwa Yesus tidak ada lagi di tempat/makam. Maka dengan ini kami mengajak kita semua untuk mawas diri: bukankah kita telah menerima kasih dari Allah secara melimpah ruah melalui saudara-saudari kita, entah itu berupa perhatian, sapaan, sentuhan, saran, nasihat, kritik, harta benda/uang dst..yang kiranya juga masih kita terima sampai kini? Marilah kita menyadari dan menghayati diri sebagai ‘yang terkasih’, agar kita pun juga cekatan dan sigap dalam menanggapi apa yang terjadi di lingkungan hidup kita. Dari Yohanes dan injilnya kita kenal kata-kata yang sering muncul yaitu “melihat dan kemudian percaya”. Marilah kita melihat dengan cermat dan teliti apa yang terjadi di lingkungan hidup kita, dan kemudian menjadi ‘percaya’, artinya membaktikan diri sepenuhnya demi keselamatan dan kebahagiaan lingkungan hidup di sekitar kita.

· “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus.Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna.” (1Yoh 1:3-4). “Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga”, kata-kata inilah yang kiranya baik untuk kita renungkan atau refleksikan. Sebagai yang terkasih kiranya kita tidak akan tutup mulut terhadap apa yang kita lihat dan dengar dalam lingkungan hidup kita masing-masing. Tentu saja ketika kita melihat dan mendengar apa yang baik kemudian memuji atas apa yang terjadi, sedangkan ketika melihat dan mendengar apa yang tidak baik segera tergerak untuk memperbaiki dan ketika tak mampu memperbaiki sendiri kemudian minta bantuan orang lain. Dengan kata lain apa yang kita lihat dan dengar merupakan wahana untuk membangun dan memperdalam persekutuan hidup bersama yang dijiwai oleh cintakasih. Kami berharap keutamaan melihat dan mendengarkan serta kemudian mewartakan kepada orang lain apa yang dilihat dan didengar tersebut sedini mungkin dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan teladan para orangtua. Semoga segenap anggota keluarga membangun dan memperdalam persekutuan sejati, mengingat dan memperhatikan bahwa keluarga dibentuk dan dibangun oleh dan berdasarkan cintakasih. Demikian juga kami berharap kepada komunitas imam, bruder dan suster agar dapat menjadi teladan persekutuan sejati bagi komunitas-komunitas lainnya. Persekutuan atau persahabatan sejati pada masa kini mendesak dan up to date untuk dihayati dan disebarluaskan, lebih-lebih di kota-kota besar seperti Jakarta yang masih marak dengan tawuran antar pelajar, yang menandakan kegagalan orangtua dalam mendidik dan mendampingi anak-anaknya.

“TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan Tuhan seluruh bumi. Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.” (Mzm 97:1-2.5-6)

Selasa, 27 Desember 2011

Romo Ignatius Sumarya, SJ