HOMILI: Hari Raya SP Maria Bunda Allah (Bil 6:22-27; Mzm 67:2-3.5-6; Gal 4:4-7; Luk 2:16-21)

“Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.”

Pertama-tama kami ucapkan ‘SELAMAT TAHUN BARU 2012’, Selamat menelusuri tahun baru dan semoga dengan semangat baru juga kita mengarungi tahun 2012 ini. Hari ini tepat delapan hari setelah kelahiran Penyelamat Dunia, dan menurut tradisi pada hari ke delapan ini Sang Bayi Penyelamat Dunia harus diberi nama, “ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya”. Hari ini selain Hari raya SP Maria Bunda Allah juga merupakan Hari Perdamaian Sedunia, dan bagi anggota Serikat Yesus juga merupakan hari Pesta Nama Serikat. Bunda Maria juga sering disebut sebagai Ratu Perdamaian, maka baiklah di awal tahun ini kami mengajak anda sekalian untuk mawas diri perihal perdamaian yang menjadi dambaan semua orang di dunia ini, dan untuk itu pertama-tama marilah kita bercermin pada Bunda Maria.

Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19)

Di dalam masyarakat kita masa kini dalam hidup dan kerja bersama kiranya cukup banyak perkara yang muncul, ada perkara yang ringan , sedang dan berat. Di dalam pergaulan sehari-hari kita sering menghadapi hal-hal yang tidak enak, tidak sesuai dengan selera atau keinginan pribadi, yang pada umumnya membuat kita akan marah, menggerutu atau mengeluh. Marah, menggerutu atau mengeluh hemat saya merupakan bentuk permusuhan yang lembut alias kebalikan dari damai atau perdamaian. Maka kami berharap kepada anda sekalian untuk meneladan semangat Bunda Maria, ketika menghadapi sesuatu yang kurang jelas baginya atau perkara maka ia “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya”, yang berarti mempersembahkan perkara itu kepada Tuhan untuk mohon penccrahan dan bimbingan dalam menghadapinya.

Kami percaya kita semua menghadapi banyak perkara di dalam hidup sehari-hari, entah besar atau kecil. Meneladan Bunda Maria serta menjadi saksi dan pewarta perdamaian berarti menjadi perkara tersebut bahan doa atau permenungan di hadapan Tuhan. Dalam doa atau permenungan kami yakin bahwa kita akan menerima pencerahan dari Tuhan, yaitu agar kita dengan semangat kasih pengampunan menghadapi atau menyelesaikan perkara tersebut. “There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness” (=Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa pengampunan), demikian tema pesan Perdamaian Sedunia dari Paus Yohanes Paulus II memasuki Millenium ketiga ini, 1 Januari 2000. Kiranya pesan tersebut masih up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan.

Kami percaya para ibu memiliki pengalaman menghayati kasih pengampunan tersebut, yaitu ketika sedang merawat dan mengasuh bayinya atau anak balitanya: bukankah ketika sang bayi rewel atau mengganggu anda sebagai ibunya, anda tidak mengeluh, menggerutu atau marah, melainkan dengan kasih pengampunan menimang, memeluk dan mencium sang bayi? Hendaknya pengalaman tersebut diperdalam dan diteguhkan dalam hidup sehari-hari serta disebarluaskan kepada saudara-saudarinya dalam berbagai kesempatan dan kemungkinan. Ingat akan lagu “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Dengan kata lain kepada rekan-rekan perempuan, khususnya para ibu kami harapkan dapat menjadi teladan perdamaian yang dijiwai oleh kasih pengampunan atau kerahiman. Ingatlah bahwa anda sebagai perempuan memiliki rahim dan di dalam rahimlah tumbuh berkembang yang terkasih dalam kasih pengampunan atau kerahiman. Selanjutnya kepada kita semua kami ajak untuk merenungkan perihal pemberian nama kepada Sang Bayi Penyelamat dunia, nama Yesus, sebagaimana dikatakan oleh malaikat sebelum Ia dikandung dan dilahirkan oleh Bunda Maria.

“Ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya” (Luk 2:21)

Nama Yesus kurang lebih berarti Allah menyelamatkan, maka Sang Bayi yang baru saja lahir diberi nama Yesus karena Ia adalah Penyelamat dunia. Hari ini bagi kami, anggota Serikat Yesus, merayakan pesta nama Serikat Yesus, maka dengan ini kami mengajak rekan-rekan Yesuit untuk menghayati diri sebagai sahabat-sahabat Yesus, yang berarti berpartisipasi dalam Penyelamatan Dunia. Pada masa kini, setelah pembelajaran kurang lebih selama satu tahun, Provinsi Serkat Yesus Indonesia mencanangkan opsi pelayanan dalam tiga bidang atau masalah, yaitu : kemiskinan, lingkungan hidup dan persaudaraan sejati. Jika kita cermati kemiskinan di Indonesia masih menjadi keprihatinan, demikian juga lingkungan hidup yang terus menerus dirusak oleh orang-orang yang serakah, serta persaudaraan sejati yang dirongrong oleh sekelompok ekstrimis di Indonesia ini.

“Karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris, oleh Allah.” (Gal 4:6-7). Kutipan dari surat Paulus kepada umat di Galatia di atas ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi untuk berpartisipasi dalam gerakan-gerakan pemberantasan kemiskinan, pelestarian lingkungan hidup maupun pemba-ngunan dan pemantapan persaudaraan sejati. Kita semua sama-sama ahli waris, dengan kata lain kita sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang sama, meskipun kita berbeda satu sama lain. Kita sama-sama anak, maka selayaknya kita hidup saling mengasihi, memperhatikan dan menghormati, sehingga ketika ada saudara kita yang miskin kita entaskan, ketika ada yang merusak lingkungan hidup kita tegor dan ingatkan dengan rendah hati, dan ketika ada yang merongrong persaudaraan atau persahabatan sejati kita dekat dalam dan dengan kasih serta rendah hati dan lemah lembut.

Sebagai anak atau ahli waris kita memiliki Roh yang sama, semangat yang sama, yang menjadi nyata dalam keutamaan-keutamaan seperti kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Dalam rangka mengatasi kemiskinan, lingkungan hidup yang semakin rusak dan persaudaraan yang dirongrong, hemat saya keutamaan ‘penguasaan diri’ memadai untuk kita hayati dan sebarluaskan. Karena ada orang-orang yang tidak dapat menguasai diri sehingga terjadi kemiskinan, perusakan lingkungan hidup maupun perongrongan persaudaraan sejati. Menguasai diri memang tidak mudah, tetapi siapapun yang dapat menguasai diri pada umumnya tidak serakah serta sikap hidup terhadap orang lain senantiasa melayani, menghormati dan memuliakan. Sebaliknya orang yang tak dapat menguasai diri maka sikap terhadap orang lain akan menindas atau menyengsarakan.

Buah penguasaan diri adalah lembah lembut, sabar dan rendah hati dan dari hatinya bersuara TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.” (Bil 6:24-26). Kami berharap keutamaan penguasaan diri ini sedini mungkin dididikkan dan dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga dengan dan melalui teladan orangtua atau bapak-ibu.

“Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya, supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah, kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.”

(Mzm 67:2-3.5-6)

‘SELAMAT TAHUN BARU 2012, DAN MARILAH HIDUP BARU SESUAI DENGAN KARISMA ATAU VISI-MISI KITA MASING-MASING”

Minggu, 1 Januari 2012

Romo Ignatius Sumarya, SJ