Meneladan Maria Dalam Pembaruan Hidup Beriman

Pengantar

Karya keselamatan Allah, dalam diri Yesus Kristus, tidak dapat dilepaskan dari peran Maria. Kesediaan Maria menerima panggilan Allah menjadi bunda Yesus, baik dalam hati, pikiran, maupun tubuhnya menjadi awal terjadinya karya keselamatan-Nya. Maria mengandung Putera tunggalnya dari kuasa Roh Kudus sebagai wujud kesediaannya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah bagi semua orang. Maka, sudah sepantasnya kalau Maria dihormati oleh Gereja dengan kebaktian yang khas dan istimewa sambil mencontoh keteladanan hidupnya (LG 66) karena dia sendiri yang mengarahkan Gereja kepada Yesus.

a. Maria tumbuh dalam bimbingan orangtuanya

Menurut tradisi, Maria adalah anak Yoakim dan Anna. Mereka tinggal di daerah Sepforis (tidak disebut dalam Perjanjian Baru). Ketika Maria dilahirkan sekitar tahun 18 SM, bangsa Romawi menduduki wilayah utara Palestina yang dikenal sebagai Galilea. Ketika kota Sepforis habis terbakar, Yoakim, Anna, dan Maria mengungsi ke desa kecil bernama Nasaret, kira-kira 6,5 km sebelah tenggara Sepforis. Ketika Maria lahir, Yoakim dan Anna mempersembahkan dia kepada Allah melalui imam Zakaria di Bait Allah. Maria tumbuh di bawah asuhan imam Zakaria dalam adat dan tradisi Yahudi yang kuat. Ketika Maria berumur 14 tahun, dia sudah dianggap dewasa dan dipertunangkan dengan Yusuf.

Kitab Suci kita tidak banyak bercerita tentang kehidupan Maria sebelum menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel. Kita hanya dapat membayangkan bagaimana kehidupan dan pendidikan yang diterima Maria dalam keluarganya. Aneka keutamaan hidup Maria, misalnya kesederhanaan, kesetiaan, ketekunan, pasti tidak muncul begitu saja dari dirinya tetapi hasil dari pendidikan orangtuanya. Maria dididik sedemikian rupa sehingga aneka keutamaan hidup tersebut sungguh tumbuh dan berkembang dalam diri dan hidupnya sebagai bekal hidup ketika berhadapan dengan panggilan Allah.

Salah satu keutamaan hidup yang paling menonjol adalah kesederhanaan. Kesederhanaan Maria tampak dalam kehidupannya sehari-hari, baik dalam kata maupun perbuatan. Kesederhanaan ini menjadikan Maria tidak sombong, tetapi yang tampak berkembang justru kerendahan hatinya berhadapan dengan kenyataan hidup yang harus dijalani, misalnya keterbukaan hati menerima panggilan Allah untuk mengandung dan melahirkan Yesus (Luk 1:26-38), ketulusan hati untuk memperhatikan dan membantu orang lain (Luk 1:39-56; Yoh 2:111), ketaatan terhadap hukum Taurat (Luk 2:21-40.41-52), ketabahan hati untuk mendampingi Puteranya yang menderita sampai di bawah kayu salib (Yoh 19:25-27), kesetiaan untuk mendampingi para murid Yesus yang menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis 1:12-14). Maria menerima dan melaksanakan semua peristiwa itu tanpa berulah, tetapi dengan gembira, senyum, ketulusan, dan penuh kepasrahan. Inilah bentuk kesederhanaan Maria.

b. Fiat Voluntas Tua (jadilah padaku menurut perkataan-Mu)

Jawaban Maria atas panggilan Allah “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38) mengakhiri percakapan antara Maria dan malaikat Gabriel yang sangat menentukan sejarah keselamatan manusia. Maria menjawab dengan mantap dan penuh kebebasan, bukan keterpaksaan. Jawaban Maria menjadi jawaban dan keputusan yang membuka babak baru dalam karya keselamatan Allah, meski ia sadar akan konsekuensi atas jawaban tersebut. Konsekuensi yang diterima tidaklah ringan karena ia harus memasuki lorong-lorong yang gelap dalam hidupnya. Ia harus berjalan melaksanakan kehendak Allah tanpa mengetahui apa yang sebenarnya akan terjadi. Ia berhadapan dengan banyak hal yang tidak diketahuinya karena kehendak Allah sungguh misteri.

Jawaban Maria dapat dipahami sebagai satu keutamaan bahwa ia berani meninggalkan kepentingan pribadi dan menomorsatukan kehendak Allah. Jawaban ini dapat menjadi contoh sikap orang beriman, yaitu berani meninggalkan kepentingan dirinya dengan penuh kesadaran. Hal ini tentu berbeda dengan kecenderungan orang pada umumnya, yang selalu menghitung untung rugi dalam segala hal. Orang lebih suka menjawab “tidak” terhadap hal-hal yang merugikan kepentingan pribadi dan menjawab “ya” terhadap hal-hal yang menguntungkan.

c. Per Mariam ad Jesum (melalui Maria sampai kepada Yesus)

Karya keselamatan Allah memuncak pada diri Yesus Kristus, yang dikandung dan dilahirkan dari seorang perawan dan diberi nama Imanuel (Mat 1:23 lih. Yes 7:14). Perawan itu adalah Maria. Keberadaan dan peranan Maria dalam karya keselamatan Allah dan keterkaitan Maria dengan Puteranya Yesus tidaklah diragukan. Maka sudah sepantasnya kalau Maria ditetapkan menjadi Bunda Allah yang mengantar umat beriman sampai kepada Yesus Puteranya sepanjang masa. Itulah sebabnya Bunda Maria juga disebut Bunda Gereja.

Keberadaan dan peran Bunda Maria yang penting ini diakui oleh Gereja Katolik, sehingga Gereja memberikan penghormatan yang khusus dan istimewa dalam liturgi Gereja sebanyak 15 kali, baik hari raya, pesta, maupun peringatan. Selain itu, ada kebiasaan umat beriman untuk berdoa rosario setiap hari pada Mei dan Oktober. Penghormatan kepada Bunda Maria tidak hanya berhenti pada hal-hal yang berkaitan dengan liturgi dan berdoa rosario, tetapi sampai pada pengakuan bahwa Bunda Maria adalah pengantara rahmat bagi umat beriman.

Kepengantaraan Bunda Maria tentu tidak akan mengambil alih kepengantaraan Yesus Kristus, sebagai satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia, seperti dikatakan oleh santo Paulus “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia” (1Tim 2:5-6). Kepengantaraan Bunda Maria adalah mengundang umat beriman agar mendekatkan diri kepada Yesus Kristus, sehingga boleh mengalami rahmat keselamatan-Nya, dengan ungkapan yang khas per Mariam ad Jesum.

Keberadaan Bunda Maria dalam Gereja Katolik tampak dalam rumusan Lumen Gentium 67 “Konsili mendorong putera Gereja, supaya mereka dengan rela hati mendukung kebaktian kepada Santa Perawan, terutama yang bersifat liturgis... selanjutnya hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengaku keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putera-puteranya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.” Rumusan tersebut mengandung tiga hal yang saling terkait, yaitu 1) Gereja menghormati atau berdevosi kepada Bunda Maria, 2) umat beriman diajak berdevosi secara benar, dan 3) umat beriman diajak mencintai dan meneladan Bunda Maria.

Penghormatan atau berdevosi kepada Bunda Maria berbeda ketika Gereja Katolik menghormati dan bersembah sujud kepada Yesus Kristus. Penghormatan kepada Bunda Maria tidak mengganti sembah-sujud kepada Yesus Kristus karena Dia satu-satunya pengantara kepada Allah. Sebagai pengantara, Maria adalah ”sarana rahmat” yang ditempatkan di bawah Yesus Kristus. Itulah sebabnya, Gereja Katolik mengajak umat beriman untuk menghormati Maria secara benar. Ajakan ini bukan berarti bahwa umat beriman mengurangi devosinya kepada Bunda Maria, baik dalam bentuk ziarah ke gua Maria, berdoa rosario, berdoa litani kepada Bunda Maria, maupun novena tiga Salam Maria, tetapi menempatkan Bunda Maria sesuai dengan perannya. Ada banyak contoh sederhana tapi perlu dipikirkan lagi, agar devosi kepada Bunda Maria menjadi benar, antara lain: umat beriman berdoa rosario ketika mengikuti perayaan Ekaristi, umat beriman lebih mengutamakan ziarah ke gua Maria dibanding mengikuti perayaan Ekaristi Minggu (padahal di tempat ziarah tidak ada Ekaristi), umat beriman memperlakukan tempat ziarah untuk maksud tertentu yang bersifat magis, dan sebagainya.

d. Meneladan Maria dalam melaksanakan perutusan sebagai agen pembaru dan saluran berkat Melalui sakramen Baptis dan Penguatan atau Krisma yang telah diterima, umat beriman diajak untuk menyadari diri dan hidupnya akan panggilan dan perutusan untuk mewartakan keselamatan Allah di dunia, seperti sabda Yesus “Pergilah ke seluruh dunia dan beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15). Warta keselamatan Allah yang disampaikan selalu mengandung aspek pembaru dan berkat. Umat beriman yang diutus mewartakan keselamatan Allah berarti diutus untuk menjadi agen pembaru dan saluran berkat bagi siapa pun, tanpa terkecuali, baik dalam kata maupun perbuatan. Menjadi agen pembaru dan saluran berkat bukan hanya teori tetapi penghayatan pribadi yang nyata sebagai bentuk kesaksian hidupnya. Semua ini dapat terjadi kalau umat beriman mau dan berani mengembangsuburkan aneka keutamaan hidup, seperti yang dihayati oleh Bunda Maria. Semoga, dengan aneka keutamaan yang berkembang dalam diri dan hidup Bunda Maria, umat beriman mampu menjadi agen pembaru dan saluran berkat bagi banyak orang.

Berdasarkan semangat Bunda Maria, umat beriman mampu mewartakan keselamatan Allah di tengah masyarakat yang sedang mengalami berbagai krisis karena ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, penderitaan, perusakan lingkungan hidup, perang, dan sebagainya. Semoga kehadiran umat beriman membawa sukacita dan kedamaian sehingga terbentuklah habitus baru yang mendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat.

Sumber: Buku Panduan Adven 2009 Keuskupan Agung Semarang.



Bagikan