HOMILI: HARI MINGGU PASKAH II (Kis. 2:42-47; Mzm. 118:2-4,13-15,22-24; 1Ptr. 1:3-9; Yoh. 20:19-31)

Rekan-rekan yang baik!

Dalam Injil Yohanes kebangkitan diwartakan guna menjelaskan mengapa Yesus yang baru saja dimakamkan itu tidak lagi diketemukan lagi di makam dan bagaimana para murid tidak lagi merasa kehilangan dia. Bahkan kini mereka merasakan kehadirannya. Agak ada miripnya dengan ingatan mengenai orang-orang yang sudah mendahului tetapi tetap menjadi bagian hidup kita. Tetapi besar bedanya. Bagi para murid, menimang-nimang ingatan akan dia yang pernah berada bersama mereka di dunia bukan hal yang terpenting. Mereka makin merasa menjadi bagian Yesus yang sudah bangkit lebih daripada dia menjadi bagian kenangan mereka. Itulah persepsi mereka akan kebangkitan Yesus. Dan pengalaman ini mengubah hidup mereka dari yang dirundung ketakutan menjadi yang disertai kedamaian. Ini disampaikan dalam Injil Minggu Paskah II tahun A (Yoh 20:19-31). Akan ditambahkan pembicaraan mengenai kehidupan umat yang tumbuh dan berkembang dalam iman akan kebangkitan seperti diperdengarkan dalam bacaan pertama (Kis 2:42-47).

MEMBAWAKAN KEDAMAIAN

Diceritakan dalam Yoh 20:19-23 bagaimana Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya sewaktu mereka sedang mengunci diri karena takut kepada para penguasa Yahudi. Ketika menampakkan diri kepada para murid, Yesus memberi salam damai sejahtera dan kemudian menghembusi mereka dengan Roh (Yoh 20:21-22; lihat juga ay. 26). Ketakutan berubah menjadi kedamaian dan keterkungkungan menjadi penuh daya hidup. Memang penampakan itu belum dialami banyak orang lain. Barulah kelompok kecil itulah yang mengalaminya dan melihat bekas luka paku dan tusukan tombak.

Pembicaraan mengenai bekas luka ini dimaksud untuk menegaskan bahwa yang kini menampakkan diri itu sama dengan dia yang tadi meninggal di salib. Yang kini datang di tengah-tengah mereka itu bukan sekedar ingatan belaka. Orang-orang lain yang tidak hadir dalam peristiwa itu hanya dapat mendengar kesaksian mereka. Dan ini memang bukan perkara yang mudah. Cerita penampakan Yesus kepada Tomas dalam Yoh 20:24-29 mengolah kesulitan ini dengan cara yang khas.Yesus menampakkan diri kepada Tomas dan memintanya meraba bila itu bakal membuatnya percaya. Tomas diminta membuat penilaian sendiri apa dia yang kini datang itu sama dengan yang dulu diikutinya. Kepercayaan yang sedemikian besar dari pihak yang bangkit itu membuat Tomas mengenalinya. Ia berseru, “Tuhanku dan Allahku!” Saat itulah mata batin Tomas terbuka. Melihat Yesus itu berarti melihat Allah Yang Maha Tinggi yang mengutus Yesus ke dunia ini. Itulah sebabnya Tomas menyerukan dua sebutan itu. Yesus sendiri dulu mengatakan kan siapa mengenalnya akan mengenali Bapanya pula (Yoh 8:19; 14:7.9-11). Dan Bapanya itu Allah. Bagi murid-murid dari zaman kemudian, amat besarlah daya kata-kata Yesus kepada Tomas pada akhir peristiwa itu (Yoh 20:29), “Karena engkau melihat aku maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya.” Walaupun kata-kata itu ditujukan kepada Tomas, tapi isinya diperdengarkan kepada siapa saja, baik yang ada di situ waktu itu maupun kepada pembaca kisah tadi sepanjang masa.

Dia yang bangkit itu sedemikian menghormati kemerdekaan Tomas. Sebenarnya inilah yang terjadi bagi banyak orang. Dia yang bangkit itu mempercayakan diri kepada manusia agar dikenali dalam hidup mereka. Dengan demikian percaya kepada dia yang bangkit itu sebenarnya jawaban ya kepada kebesarannya mempercayai bahwa kita bisa mengenalinya kembali.

PENJELASAN YOHANES

Bagaimana penulis Injil Yohanes sendiri mulai mengalami kebangkitan Yesus? Ia sendiri sebetulnya sudah mulai percaya sebelum melihat sendiri. Setelah mendengar berita dari Maria Magdalena, “murid yang dikasihi” bersama Petrus lari ke makam. Murid itu juga mendapati kafan yang barusan ditemukan Petrus di tanah dan penutup muka yang terlipat rapi (Yoh 20:8). Saat itulah murid tadi percaya bahwa Yesus sudah bangkit meski belum melihatnya sendiri. Dapat dibayangkan betapa murid ini kemudian merasa dikuatkan ketika mendengar kata-kata Yesus kepada Tomas tadi.

Tetapi memang “melihat” itu memiliki makna khusus. Yohanes menggarap hubungan antara melihat dan percaya dalam kisah pengalaman orang buta sejak lahir yang disembuhkan Yesus (Yoh 9) dengan cara yang khas. Ketika orang-orang sibuk menanyai siapa yang membuatnya melek, jawabnya (ay. 11), “Orang yang bernama Yesus itu” mengutuhkan penglihatannya dengan lumpur dan menyuruhnya mandi di kolam Siloam. Beberapa waktu kemudian ketika beberapa orang Farisi menanyainya, jawabnya makin tegas (ay. 18), “Ia itu nabi!” Tetapi orang-orang Farisi itu malah berusaha mengintimidasi orang tadi. Ketika bertemu Yesus lagi dan Yesus bertanya apa ia percaya kepadanya - Yesus menyebut diri “Anak Manusia” - orang itu balik bertanya, mana orangnya supaya ia bisa menyatakan diri percaya. Yesus mengatakan bukan saja ia melihat tapi sedang berbicara dengannya. Dan saat itu orang yang tadinya buta itu berseru (ay. 38), “Aku percaya, Tuhan!” Pada awalnya orang itu hanya mengenali Yesus sebagai orang yang menyembuhkannya, kemudian menegaskannya sebagai nabi, dan akhirnya bersujud dan percaya kepadanya. Kisah penampakan Yesus kepada para murid dan kepada Tomas menunjukkan proses yang amat mirip. Melihat bisa berkembang menjadi persepsi batin dan membuat orang mengenali kebenaran. Tapi bila melihat tidak berkembang, bisa jadi orang malah tidak dapat mempercayai apapun. Orang Farisi dalam kisah penyembuhan orang buta itu melihat tapi tak percaya. Mengapa? Karena mereka tidak terbuka untuk mengakuinya, apalagi mempercayainya.

Mereka sebenarnya bukan menolak untuk percaya, bukan itu yang diminta. Mereka tidak bisa menerima mereka dipercaya agar dapat mengenali apa yang sedang terjadi. Tragis. Memang “melihat” cenderung membangun jarak, sedangkan “mendengar” membongkarnya. Namun demikian, melihat maupun mendengar sama pentingnya. Bagaimanapun juga, dalam pertumbuhan iman masih perlu bantuan dari yang dipercaya atau dari orang yang bisa membantu mempersaksikan kebenaran iman. Hal ini dapat disimak lewat kisah penampakan Yesus kepada Maria Magdalena (Yoh 20:11-18). Dikatakan dalam ay. 16 bahwa perempuan itu melihat Yesus tapi tidak segera mengenalinya. Baru setelah mendengar sapaan “Maria!”, ia bisa mengenali Yesus. Maria Magdalena seperti domba yang mengenal suara gembalanya (Yoh 10:4). Tapi seandainya Maria Magdalena tidak melihat orang yang disangkanya sebagai tukang kebun itu, boleh jadi panggilan “Maria!” tadi tak segera berarti. Kita ingat dahulu kala Samuel muda berulang kali mendengar dirinya disapa oleh Tuhan, tapi hanya mengira sedang dibangunkan oleh Eli dan baru setelah Eli menjelaskan apa yang terjadi maka Samuel mulai mengerti dan mendengar betul.

NAFAS KEHIDUPAN

Seperti dalam penciptaan manusia dulu (Kej 2:7), kini para murid menerima nafas kehidupan dari Yesus yang telah bangkit (Yoh 20:22). Roh yang dihembuskan kepada para murid itu menggambarkan bagaimana Yesus kini berbagi kehidupan dengan para murid. Dalam perjamuan terakhir disebutkan bahwa ia sadar betul bahwa berasal dari Bapa dan akan kembali kepadaNya. Ini telah terjadi. Dan kini ia yang telah kembali bersatu dengan Bapa itu berbagi nafas dengan para murid. Artinya, kini mereka sungguh dapat menjadi anak-anak Bapa. Dalam bagian pembukaan Injil Yohanes disebutkan bahwa sang Sabda datang kepada miliknya tetapi orang-orang miliknya itu tidak menerimanya (Yoh 1:11) Dalam ayat berikutnya dikatakan, semua orang yang menerimanya diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu orang-orang yang percaya dalam namanya (ay. 12). Mereka ini orang-orang yang menerima Yesus, menerima sang Sabda dan mereka telah sering mendengar bahwa Yang Mahakuasa itu boleh dan ingin dipanggil Bapa. Mereka ini kumpulan kecil yang bisa menerima kekuatan menjadi anak-anak Allah. Dan apa kekuatan yang sesungguhnya itu? Ialah nafas yang dihembuskan Yesus ketika ia menampakkan diri kepada mereka di situ. Apa itu anak-anak Allah? Yohanes sendiri memberi penjelasan dalam Yoh 1:13, yaitu orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani...melainkan dari Allah. Inilah yang berpadanan dengan hembusan nafas kehidupan dalam Kej 2:7. Dalam peristiwa penampakan kepada para murid itulah lahirlah kemanusiaan baru.

MAKNA KEBANGKITAN

Apa makna kebangkitan buat orang zaman sekarang? Pada dasarnya, percaya bahwa Yesus telah bangkit itu sama bagi murid-murid yang pertama dan bagi orang sekarang. Mengenali dia akhirnya sama bagi semua orang. Setelah mendapat kekuatan Rohnya, murid-murid diutus untuk mengujudkan kepercayaannya kepada Bapanya. Hal ini diungkapkan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami dalam keadaan zaman itu, yaitu tentang mengampuni dosa atau menyatakan dosa tetap ada (Yoh 20:23). Yang dimaksud dengan dosa ialah penolakan terhadap dia yang hadir di tengah-tengah manusia dan membawakan kehadiran ilahi tadi. Murid-murid dulu ditugasi untuk hidup sesuai dengan semangat kebangkitan, menegakkan nilai-nilai yang sejalan dengan kemerdekaan hidup sebagai anak-anak Allah sendiri. Dalam perspektif ini kebangkitan membangun sebuah keadaban yang memberi tempat seluas-luasnya bagi manusia untuk menjadi dirinya sendiri: menjadi makhluk yang bisa mengalami Yang Mahakuasa sebagai yang penuh kerahiman seorang Bapa dan berbagi pengalaman ini dengan sesama. Pengutusan dan perutusan yang sama masih ada hingga kini buat semua orang dan demi semua orang.

KEHIDUPAN UMAT

Teringat sebuah pembicaraan di beranda Wisma Emaus. Dilatari aroma dupa dan sirep Nunc Dimittis (Luk 2:29-32) yang didaraskan cum affectu laetitiae oleh para novis di kapel Domus Patrum yang sayup-sayup terbawa angin ke sini, kami temukan tafsir saksire tentang kehidupan umat awal dahulu.

GUS: Bisakah dikatakan Kis 2:42-47 ditulis untuk memberi gambaran ideal mengenai umat yang muncul dari iman akan kebangkitan? Tolong jelaskan juga mengapa disebutkan waktu itu mereka bertekun “dalam pengajaran para rasul” (ay. 42)!

LUC: Benar. Para rasul itu kan orang-orang yang masih mengenal Yesus sendiri dan kemudian mempersaksikan mengenai siapa dia itu sebenarnya, yakni Kristus yang bangkit dari kematian. Dan semuanya ini ditekuni di dalam kebersamaan, bukan sendiri-sendiri, itulah arti “dalam persekutuan”.

GUS: Dan dalam kesempatan “berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa” - apa yang dimaksud ialah ibadat ekaristi?

LUC: Persis. Tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari umat itu sudah saling menunjang secara material (ay. 44-45) Coba lihat Kis 4:32-35 yang serupa isinya.Integritas mereka amat dihargai orang di masyarakat. Mereka juga memelihara hubungan baik dengan orang Yahudi dengan tetap berkumpul tiap hari dalam Bait Allah (ay. 46). Kita ingat, generasi pertama pengikut para rasul di Yerusalem kan kebanyakan orang Yahudi, seperti para murid pertama sendiri.

Terpikir pertanyaan, bagaimana menerapkan warta bacaan pertama itu bagi keadaan sekarang? Rasa-rasanya terlalu sederhana bila diharapkan komunitas ideal seperti itu mesti diprogramkan di mana-mana. Penerapan harfiah mungkin malah akan menimbulkan ketegangan dan perpecahan. Sudah ada pengaturan selama berabad-abad bagaimana mengujudkan kenyataan itu. Kerap pula cara-cara hidup sebagai umat perlu menyesuaikan diri dengan keadaan yang selalu berkembang. Bagaimanapun juga, bacaan pertama itu kiranya menekankan dua pokok yang sama, yakni pertama, kesaksian para rasul yang dituruntemurunkan dalam suasana ibadat, dan yang kedua, kepekaan sosial, termasuk di sini kemampuan untuk hidup damai bersama dengan orang-orang yang mempunyai kepercayaan serta cara hidup yang lain. Kedua-duanya membangun identitas umat yang ingin terus menimba kesegaran dari sumber asal dalam menghadapi tuntutan-tuntutan zaman.

Salam hangat,

A. Gianto