HOMILI: Hari Raya Kenaikan Tuhan (Kis 1:1-11; Mzm 47:2-3.6-9; Ef 1:17-23 atau Ibr 9:24-28; 10:19-23; Luk 24:46-53)

“Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi."

Acara perpisahan sering diadakan bersama di tempat kerja atau tugas atau tinggal kita masing-masing. Di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi acara perpisahan dapat terjadi karena pelepasan lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan atau pergantian pimpinan atau guru/dosen. Di tempat kerja antara lain dalam acara pelepasan pensiunan atau pergantian pimpinan, sedang dalam masyarakat dapat terjadi dengan pergantian pimpinan. Dalam perpisahan ini pada umumnya yang akan pergi memberi evaluasi, refleksi atau pesan kepada yang ditinggalkan dan apa yang disampaikan pada umumnya didengarkan dan diusahakan untuk ditindak-lanjuti dalam program kegiatan yang akan datang. Hari ini kita kenangkan Yesus naik ke sorga, meninggalkan para murid serta memberi pesan kepada para murid, kepada kita semua yang beriman kepadaNya. Maka marilah pesan tersebut kita renungkan atau refleksikan.

”Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi." (Luk 24:49).

Mulai besok diselenggarkan Novena Roh Kudus sampai dengan Hari Raya Pentakosta, kenangan akan anugerah atau kedatangan Roh Kudus kepada umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Novena Roh Kudus ini kiranya merupakan perwujudan iman akan sabda Yesus :”Kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi”. Maka dengan ini kami berharap kepada segenap umat yang percaya kepada Yesus Kristus untuk berpartisipasi dalam Novena Roh Kudus yang diselenggarakan di gereja gereja atau kapel-kapel. Dalam berpartisipasi dalam kegiatan Novena Roh Kudus diharapkan ada keterbukaan hati, budi, jiwa kita agar kita siap sedia menerima anugerah-anugerah Roh Kudus. Ada tujuh anugerah atau karunia Roh Kudus, yaitu : Roh Hikmat, Roh Pengertian, Roh Nasihat, Roh Keperkasaan, Roh Pengenalan akan Allah, Roh Kesalehan, Roh Takut akan Tuhan (lih Puji Syukur no 93). Maka sebelum kita menerima karunia tersebut, baiklah kita mempersiapkan diri dengan baik. Salah satu cara mempersiapkan diri agar layak menerima karunia Roh Kudus antara lain adalah hidup dan bertindak tidak dengan semangat materialistis atau duniawi, melainkan senantiasa mengusahakan nilai-nilai atau keutamaan-keutamaan hidup yang menyelamatkan jiwa. Maka kami berharap sekali lagi kepada para orangtua untuk dengan tekun dan setia mendidik dan membina anak-anaknya tidak bersikap mental materialistis, dan tentu saja anda sebagai orangtua dapat menjadi teladan atau inspirator. Sekiranya anda tidak mungkin berpartisipasi dalam Novena Roh Kudus, baiklah entah di dalam keluarga atau pribadi berdoa kepada Roh Kudus, dan doa itu kiranya dapat ditemukan di dalam Puji Syukur atau Madah Bakti atau buku-buku doa lainnya. Perkenankan dari tujuh karunia Roh Kudus di atas secara sederhana saya mencoba menjelaskan dua karunia yang hemat saya penting masa kini, yaitu Kesalehan dan Takut akan Allah, yang hemat saya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan. Saleh dalam bahasa Jawa adalah sumeleh, yang berarti orang sungguh pasrah pada situasi dan kondisi atau Penyelenggaraan Ilahi, sehingga berusaha dengan rendah hati untuk menemukan dan mengimani kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari dalam dan melalui ciptaan-ciptaan-Nya, entah dalam diri manusia, binatang maupun tanaman atau tumbuh-tumbuhan. “Allah tinggal dalam ciptaan-ciptaan-Nya, dalam unsur-unsur, memberi ‘ada’nya, dalam tumbuh-tumbuhan, memberi daya tumbuh, dalam binatang-binatang, daya rasa, dalam manusia, memberi pikiran, jadi Allah juga tinggal dalam aku, memberi aku ada, hidup, berdaya rasa dan berpikiran” (St Ignatius Loyola, LR no 235).
Memang pertama-tama dan terutama marilah kita imani dan hayati kehadiran dan karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh ini, sehingga kita juga akan menjadi orang yang takut akan Allah. Dengan kata lain marilah kita senantiasa hidup dan bertindak sesuai dengan kehendak dan perintah Allah kapan pun dan dimana pun serta dalam kondisi dan situasi apapun. Kita semua diharapkan dapat menemukan Allah dalam segala sesuatu atau menghayati segala sesuatu dalam Allah.

“Supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang. Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu” (Ef 1:18-23).

Kutipan di atas ini cukup panjang dan memang sulit untuk diputus, maka saya kutip apa adanya. Paulus mengingatkan umat di Efesus agar mereka mengimani dan menghayati bahwa Allah hidup dan berkarya di dalam diri mereka. Efesus adalah kota pelabuhan masa itu, sebagaimana kita dapat lihat dan perhatikan bahwa kehidupan warga di daerah pelabuhan pada umumnya diwaranai persaingan demi keberhasilan usaha bisnis dan pendapatan/hasil, dengan kata lain suasana bisnis dan mencari keuntungan pribadi alias sikap mental materialistis dan egois sungguh mendominasi kehidupan bersama. Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk mengimani dan menghayati bahwa Allah hadir dan berkarya dalam segala sesuatu agar segala sesuatu, dan tentu saja terutama manusia ‘takluk’ kepada-Nya, sehingga terciptalah persaudaraan atau persahabatan sejati. Di sekitar pelabuhan pada umumnya juga tumbuh dan berkembang tindakan amoral, misalnya pelacuran. Maklum para awak kapal atau pelaut telah sekian lama terapung-apung dalam perahu di tengah lautan luas, yang pada umumnya adalah laki-laki semuanya. Begitu perahu merapat di pelabuhan mereka langsung berusaha mencari hiburan, entah minum-minum atau ke pelacuran guna memenuhi kehausan kenikmatan seksualnya. Dengan kata lain terjadi komersialisasi manusia, manusia bagaikan binatang saja. Kenangan akan Kenaikan Yesus ke sorga mengajak dan mengingatkan kita semua agar hidup dan bertindak tidak sekedar mencari pemuasan nafsu saja, entah nafsu makan dan minum maupun seksual. Manusia adalah gambar atau citra Allah, maka hendaknya relasi antar manusia saling menghormati dan menghargai, tidak melecehkan atau merendahkan harkat martabat manusia. Kepada mereka yang memiliki tugas pelayanan di daerah pelabuhan maupun bagi para pelaut, kami harapkan bekerja giat dan kerja keras mengingatkan bahwa manusia adalah gambar atau citra Allah, jangan ada seorangpun melecehkan harkat martabat manusia. Marilah kita ingat, sadari dan hayati bahwa kita harus hidup dan bertindak saling mengasihi satu sama lain, kapan pun dan dimana pun.

“Allah telah naik dengan diiringi sorak-sorai, ya TUHAN itu, dengan diiringi bunyi sangkakala. Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah bagi Raja kita, bermazmurlah! Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi, bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! Allah memerintah sebagai raja atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas takhta-Nya yang kudus”(Mzm 47:6-9)

Kamis, 9 Mei 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ