“Ya Allah kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Hos 6:1-6; Mzm 51:3-4; Luk 18:9-14)

 
“ Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 18:9-14), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Orang-orang Farisi memang dikenal sebagai orang-orang sombong, sehingga ketika sedang berdoa pun menyombongkan diri serta melecehkan orang lain, padahal berdoa berarti berada di ‘hadirat Allah’, dan segala sesuatu yang dimiliki maupun dikuasai dan dinikmati sampai saat ini merupakan anugerah Allah. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak segenap umat beriman atau beragama untuk tidak hidup dan bertindak sombong, melainkan rendah hati, menghayati doa pemungut cukai yang berdoa “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini”. Kiranya kita semua semakin tambah usia dan pengalaman berarti juga bertambah dosa-dosanya, mengingat dan memperhatikan kerapuhan dan kelemahan kita. Kita sadari dan hayati bahwa hidup kita serta segala sesuatu yang kita miliki dan kuasai sampai saat ini merupakan anugerah Allah yang kita terima melalui sekian banyak orang yang telah mengasihi dan memperhatikan kita, dan tanpa perhatian dan kasih orang lain terhadap diri kita maka kita tak mungkin berada sebagaimana adanya saat ini. Kebenaran sejati adalah bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang diampuni dan dikasihi Allah serta dipanggil-Nya untuk berpartisipasi dalam karya penyelamatan-Nya, yaitu menjadi saksi rendah hati dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak dimana pun dan kapan pun. Memang pertama-tama kami harapkan ketika berdoa sungguh menyadari dan menghayati kedosaan dan kerapuhan diri, yang selanjutnya dihayati juga dalam pergaulan dengan siapapun. Dengan kata lain marilah kita saling rendah hati satu sama lain, dan kita berantas aneka bentuk kesombongan yang mengganggu dan merusak hidup bersama. Jauhkan sikap mental orang Farisi dalam cara hidup dan cara bertindak kita.

· “Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran” (Hos 6:6). Kutipan ini hendaknya menjadi permenungan atau refleksi kita, dan selanjutnya kita hayati dalam cara hidup dan cara bertindak kita dimana pun dan kapan pun. Sebagai orang beriman atau beragama kita semua dipanggil untuk memperdalam ‘kasih setia’ dan ‘pengenalan akan Allah’. Kita juga sedang berada dalam ‘Tahun Iman’, dimana kita diajak untuk memperdalam dan memperkembangkan iman kita kepada Allah. Kiranya Allah dapat kita indrai dan imani dalam wujud kasih setia yang hidup dalam diri kita maupun saudara-saudari kita. Marilah kita lihat saudara-saudari kita yang hidup dengan kasih setia, yang memang dapat diartikan senantiasa hidup dengan saling mengasihi terus-menerus. Allah adalah kasih maka siapapun yang beriman kepada Allah berarti hidup saling mengasihi, dan sebaliknya kita dapat menemukan Allah dalam diri saudara-saudari kita yang hidup dalam dan oleh kasih. Kutipan di atas juga mengingatkan kita semua bahwa dalam hidup beriman atau beragama hendaknya lebih mengutamakan penghayatan, perilaku atau tindakan, bukan wacana atau omongan . Semoga kita semua unggul dan handal dalam penghayatan iman, harapan dan cintakasih, sehingga kita layak disebut sebagai orang beriman atau anak-anak Allah. Dalam hidup beragama pada masa kini memang ada kecenderungan untuk pamer cara beribadat dan bernyanyi maupun aneka hiasan di tempat ibadat. Kami ingatkan hendaknya dalam berdoa atau beribadat sungguh konsekwen, artinya apa yang kita doakan juga kita hayati menjadi tindakan atau perilaku, dan jika tidak demikian adanya marilah kita mengakui dan menghayati diri sebagai orang berdosa yang dikasihi Allah.

“Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!” (Mzm 51:3-4)

Sabtu, 9 Maret 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ