HOMILI: Hari Raya ST YUSUF, suami SP Maria (2Sam 74-5a.12-14a.16; Mzm 89:2-5; Rm 4:13.16-18.22; Mat 1:16.18-21.24a)

"Seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum"

Pada masa kini orang yang sungguh tulus hati kiranya jarang sekali, apalagi kebanyakan orang pada umumnya suka ngrumpi atau ngrasani, yang berarti senantiasa melihat dan menceriterakan kekurangan dan kelemahan orang lain. Dalam dunia atau pelayanan pendidikan pun, entah itu dalam pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun informal dalam keluarga dan masyarakat ada kecenderungan juga para pendidik atau pendamping lebih melihat kekurangan dan kelemahan peserta didik daripada kelebihan dan kebaikannya. Tak ketinggalan juga ada pamong atau pendamping seminaris di Seminari-Seminari yang juga lebih cenderung melihat kelemahan dan kekurangan para seminaris daripada kelebihan atau kebaikannya. Ada kecenderungan banyak orang untuk lebih berpikir nagatif daripada positif terhadap orang lain. Santo Yusuf, suami SP Maria yang kita kenangkan hari ini adalah `seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum', dan kiranya dapat menjadi teladan bagi kita semua yang rangka hidup beragama atau beriman.

"Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam." (Mat 1:19)

Tulus hati berarti hatinya bersih alias suci, tidak pernah melakukan perbuatan dosa sekecil apapun, dan senantiasa melaksanakan kehendak dan perintah Allah, semakin tambah usia dan pengalaman berarti juga semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia. Mereka yang sungguh masih tulus hati pada umumnya ialah anak-anak balita, anak-anak berusia lima tahun kebawah. Maka jika kita berusaha untuk tetap tulus hati marilah kita hidup dan bertindak meneladan anak-anak balita.

Pertama-tama dan terutama kami mengajak dan mengingatkan para suami-isteri untuk tidak saling mencemarkan nama baik pasangan hidupnya di muka umum sedikitpun, apalagi menceriterakan kekurangan dan kelemahan pasangan hidupnya kepada rekan kerja di kantor yang lain jenis, seperti sering terjadi seorang boss laki-laki ceritera kepada sekretaris pribadinya yang cantik perihal kelemahan dan kekurangan isterinya yang pada umumnya berlanjut dengan perselingkuhan. Hal senada juga dapat terjadi seorang isteri mengeluh perihal pasangannya kepada boss-nya di kantor, yang lain jenis. Jika antar suami-isteri dapat menjaga nama baik masing-masing di muka umum, maka anak-anaknya akan melakukan yang demikian juga.

Para pendidik atau guru kami harapkan berpartisipasi dalam karya Penciptaan Allah dalam melaksanakan tugas pengutusannya, yang berarti senantiasa berpikir positif terhadap para peserta didik atau murid-muridnya, memperkembangkan bakat, keterampilan alias apa-apa yang baik yang telah dimiliki oleh para peserta didik atau murid. Ketika apa yang baik atau kekuatan yang ada dalam diri para peserta didik/murid diperkembangkan dan diperdalam, maka segala kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri peserta didik/murid akan terhapus pelan-pelan dan akhirnya hilang sama sekali. Guru berarti `digugu lan ditiru' (=ditaati dan diikuti), maka dengan ini kami berharap kepada para guru untuk memiliki hati yang tulus, bersih dan suci, sehingga para murid atau peserta dididik tergerak untuk mengikutinya. Para guru atau pendidik kami harapkan menghayati motto bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantoro "ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani" ( = keteladanan, pemberdayaan dan motivasi).

Kepada rekan muda-mudi atau remaja kami harapkan juga menjaga diri untuk tetap memiliki ketulusan hati, hidup suci, lebih-lebih tidak tergoda dengan rayuan kenikmatan seksual yang merebak pada masa kini. Gara-gara HP atau Facebook di internet cukup banyak orang, entah dewasa, muda-mudi atau remaja jatuh ke pergaulan seks bebas, bahkan ada juga seorang pastor yang terjebak juga, sehingga harus mengundurkan diri dari imamatnya. Rekan-rekan putri atau perempuan kami harapkan juga menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak merangsang laki-laki hidung belang berpikiran jahat terhadap anda, dan ada kemungkinan anda terancam untuk diperkosanya. Dan tentu saja rekan-rekan laki-laki atau putra kami harapkan meneladan St.Yusuf, yang sungguh tulus hatinya, dengan kata lain tidak salah anda terpesona kepada gadis cantik, tetapi hendaknya tidak ada hasrat untuk memiliki atau menguasai, melainkan anda sendiri memang sungguh diteguhkan sebagai laki-laki wajar, dan dalam kewajaran juga memperlakukan lain jenis, yaitu memberi kebebasan kepada mereka.

"Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia, sehingga janji itu berlaku bagi semua keturunan Abraham, bukan hanya bagi mereka yang hidup dari hukum Taurat, tetapi juga bagi mereka yang hidup dari iman Abraham. Sebab Abraham adalah bapa kita semua, -- seperti ada tertulis: "Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa" -- di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada. Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." (Rm 4:16-18)

Dalam ketulusan hati dan sesuai dengan kata malaikat, utusan Allah, akhirnya Yusuf menjadikan Maria sebagai isterinya, meskipun Maria telah mengandung (karena Roh Kudus). Ikatan keluarga, suami-isteri, Yusuf dan Maria karena dan oleh Roh Kudus. Hidup terpanggil, entah menjadi imam, bruder, suster maupun suami-isteri hemat saya juga karena Roh Kudus, maka orang akan setia pada panggilannya sampai mati jika yang bersangkutan setia pada dorongan dan kehendak Roh Kudus, bukan menurut keinginan atau selera pribadi.

Kehendak Roh Kudus antara lain menggejala dalam kehendak dan perbuatan baik, dan ada kemungkinan menjadi nyata dalam tata tertib atau aturan, visi dan misi lembaga, misalnya berupa Konstitusi, Pedoman Hidup, Anggaran Dasar dst.. Marilah kita hadapi dan sikapi aneka tata tertib dan aturan yang terkait dengan panggilan dan tugas pengutusan kita dalam dan oleh iman. Kami percaya bahwa aneka tata tertib dan aturan bertujuan baik, dan siapapun yang melaksanakan dengan jujur, disiplin, setia dan tekun pasti akan memiliki ketulusan hati. Maka kami harap kita semua sungguh membaktikan diri sepenuhnya pada tata tertib atau aturan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusan kita masing-masing.

Sebagai orang beriman kita diharapkan untuk meneladan bapa Abraham, bapa umat beriman, yang dikatakan oleh dalam kutipan surat di atas bahwa "sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap dan percaya". Berharap dan beriman memang mengandalkan diri pada sesuatu yang belum atau tidak jelas alias tak mungkin difahami oleh akal sehat sepenuhnya, namun sesuatu tersebut sungguh menggairahkan hidup, penghayatan panggilan dan pelaksanaan tugas pengutusan. Semoga kita semua memiliki harapan dan iman kuat, handal dan tangguh sehingga tabah dalam menghadapi aneka tantangan, godaan dan rayuan untuk berbuat jahat. Kepada para orangtua kami harapkan membina dan mendidik anak-anaknya agar memiliki harapan dan iman yang kuat, handal dan mendalam.

"Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun.Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit. Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku:Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mzm 89:2-5)



Selasa, 19 Maret 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ