BIJAKSANA dengan kata-kata "YANG PENTING HATINYA" dalam kehidupan beriman.

Kita seringkali mendengar orang-orang mengungkapkan alasan "yang penting hatinya", penampilan tidak penting..

Dasarnya adalah bahwa dalam Kitab Suci juga disebutkan bahwa "Tuhan tidak memandang rupa, tapi melihat hati"..

Menyedihkan bahwa alasan "yang penting hatinya" mengakar sedemikian kuat dalam pola pikir orang Katolik sehingga muncul tanggapan-tanggapan berikut:

1. ke Gereja pakai sandal jepit, baju kurang bahan, gapapa lah, yang penting hatinya memuji Tuhan..

2. Gereja ga perlu lah dibangun bagus2, biarkan aja rusak dan roboh, yang penting hatinya memuji Tuhan..

3. Ga perlu lah ke gereja, doa-doa, puasa, kalau hatinya kotor, lebih baik ga usah ke gereja, yang penting hatinya bersih..

4. Yang paling memprihatinkan adalah, "jaman sekarang orang ga perlu lagi Tuhan, yg penting hatinya baik, perbuatannya baik"..

Sabda Tuhan dalam Kitab Suci telah dijadikan sebagai pembenaran atas segala tindakan dan perilaku manusia yg kurang baik. Apa yang terlihat baik di luar, memang belum tentu baik di dalam.. Apa yang terlihat buruk di luar, memang belum tentu buruk juga di dalam.. Ini benar, tapi apakah kita pernah memilih opsi ini:

Baik di depan, baik juga di dalam? Kehidupan beriman mendorong kita untuk mencapai pilihan ini, kita menjadi orang yang baik di luar, juga baik di dalam (secara hati).. Apa yang ada di dalam hati, itu lah yg keluar dalam tindakan manusia, apa yg terlihat di luar, itu jg menggambarkan isi hati manusia.. Jadi, maukah kita menjadi orang Katolik yang berhati baik, juga dengan perilaku-perilaku yg baik?

Ibarat kemasan yang baik akan menjaga isinya, kemasan yg rusak semakin lama merusak isinya.. Jadi, utamakanlah isinya, rawat dan jagalah kemasannya, sehingga orang Katolik akan berkata:

1. Persiapkan hati dengan baik dlm mempersiapkan Ekaristi dengan berpakaian yg baik dan sopan, karena kita akan berjumpa dengan Tuhan sendiri.

2. Utamakanlah pengembangan iman umat, rawatlah tempatnya, karena iman yang berkembang juga membutuhkan sarana yg baik utk berjumpa dan mengalami kasih Tuhan.

3. Beribadah, doa, dan puasa dibutuhkan manusia untuk mengolah batinnya menjadi bersih.. karena ketika hati manusia menjadi kotor, dengan apakah itu dibersihkan dan diperbaiki? dengan pengampunan dan rekonsiliasi.

4. Tuhan dibutuhkan manusia, karena perbuatan dan amal manusia akan menjadi hidup dan berarti jika didasari dengan iman, bukan perbuatan-perbuatan kosong dan hampa.
Prinsip “Yang Penting Hati”. Banyak Kaum Tertahbis dan awam senang sekali membenarkan Pelecehan Liturgi dengan kata-kata “yang penting hatinya”. “Gak apa-apa toh, yang penting hatinya.” “Ya sudah, gak usah diributkan, yang penting hatinya. Jangan saklek soal Liturgi.” Prinsip “yang penting hatinya” ini tidak pernah menjadi prinsip Gereja apalagi diajarkan oleh Gereja dan Kitab Suci.  

Apa yang diajarkan oleh Kitab Suci dan Gereja adalah “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu (emosional) dan dengan segenap jiwamu (spiritual) dan dengan segenap akal budimu (rasional) dan dengan segenap kekuatanmu (fisikal).” (Mrk 12:30). Inilah empat pilar pondasi kasih sejati dalam mengasihi Allah: emosional, rasional, spiritual, fisikal. Prinsip “Yang penting hati” mereduksi cinta yang seharusnya utuh diberikan kepada Allah dalam Liturgi. Oleh karena itu, marilah kita dari sekarang menghindari prinsip “yang penting hati” dan berusaha memberikan yang terbaik kepada Allah karena Allah telah lebih dulu memberikan yang terbaik buat kita.


Sumber:
Krisis Liturgi adalah Krisis Utama Gereja Saat Ini | Indonesian Papist http://www.indonesianpapist.com/2012/03/krisis-liturgi-adalah-krisis-utama.html#ixzz2LjBTDkEO dan FB Gereja Katolik, admin: Deo Gratias