“Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Gal 2:19-20; Mzm 126:1-3; Mat 28:16-20)

 “Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Mat 28:16-20), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan St.Paulus Miki dan teman-teman, martir, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Martir adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya demi kesaksian imannya, tidak takut mati demi menghayati iman dalam cara hidup dan bertindak setiap hari dimana pun dan kapan pun. Menghayati rahmat kemartiran masa kini antara lain dapat kita wujudkan dengan mengintegrasikan dambaan, kerinduan, cita-cita dan harapan kita pada kehendak dan perintah Tuhan, sehingga mau tak mau dalam kondisi dan situasi macam apapun orang senantiasa melaksanakan kehendak Tuhan, meskipun ada resiko kematian pada dirinya. Pada masa kini juga dapat kita wujudkan dengan senantiasa bertindak benar maupun memperjuangkan kebenaran-kebenaran. Memang dengan memperhatikan dan mengingat kebohongan masih marak disana-sini, maka menjadi pejuang kebenaran pasti akan menghadapi aneka tantangan, masalah dan hambatan. Ada kemungkinan pejuang kebenaran akan tersingkirkan dari pekerjaan di tempat kerja dimana korupsi, manipulasi dan kebohongan masih merajalela. Semangat kemartiran hemat saya sejak dini dapat dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak di dalam keluarga serta kemudian dilanjutkan, diperdalam dan diperkembangkan di sekolah-sekolah, dengan mengajak anak-anak hidup jujur: jujur terhadap diri sendiri, terhadap sesamanya maupun lingkungan hidupnya. Sekali lagi kami serukan dan angkat: hendaknya di sekolah-sekolah diberlakukan peraturan ‘dilarang menyontek baik dalam ulangan maupun ujian’. Sasaran atau tujuan utama pendidikan adalah agar peserta didik atau anak-anak tumbuh berkembang menjadi pribadi yang baik, jujur, bermoral dan berbudi pekerti luhur. Kepada mereka yang bertugas untuk menegakkan dan memperjuangkan kebenaran dan kejujuran, para hakim maupun polisi, kami harapkan dapat menjadi saksi dalam hidup benar dan jujur serta tidak takut memperjuangkan kebenaran dan kejujuran. Ingatlah dan hayati bahwa Allah senantiasa menyertai siapapun yang memperjuangkan kebenaran dan kejujuran alias menjadi saksi iman yang handal.

· “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Gal 2:19-20). Kutipan di atas ini mengajak dan mengingatkan kita semua agar tidak hidup dan bertindak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi alias seenaknya sendiri. Hal ini antara lain sedini mungkin dapat dididikkan atau dibiasakan pada anak-anak , yaitu dengan mengajak dan membimbing anak-anak agar dalam hal makan dan minum tidak mengikuti selera pribadi, melainkan berpedoman pada aturan kesehatan. Jika dalam hal makan dan minum orang tidak hanya mengikuti selera atau keinginan pribadi, maka yang bersangkutan dalam hidup bersama pada umumnya juga setia dalam melaksanakan aneka aturan dan tata tertib, yang kemudian yang bersangkutan memiliki kemudahan dan jalan untuk hidup sesuai dengan perintah dan kehendak Tuhan. Sebaliknya jika dalam hal makan dan minum orang mengalami kesulitan dalam mengkuti pedoman kesehatan, maka yang bersangkutan akan mengalami kesulitan lebih besar dalam menghadapi aneka tata tertib dan aturan, dan akhirnya yang bersangkutan senantiasa melawan kehendak Tuhan serta kemudian mengikuti kehendak dan bisikan setan. Semoga segenap umat beriman sungguh menghayati hidup sebagai anugerah Tuhan, dan dengan demikian hanya akan hidup dan bertindak sesuai kehendak yang menganugerahi, Tuhan. Tuhan hadir dan berkarya dimana saja dan kapan saja, maka marilah kita dengarkan kehendak dan bisikanNya serta dengan penuh pengorbanan kita hayati.

“Ketika TUHAN memulihkan keadaan Sion, keadaan kita seperti orang-orang yang bermimpi.Pada waktu itu mulut kita penuh dengan tertawa, dan lidah kita dengan sorak-sorai. Pada waktu itu berkatalah orang di antara bangsa-bangsa: "TUHAN telah melakukan perkara besar kepada orang-orang ini!" TUHAN telah melakukan perkara besar kepada kita, maka kita bersukacita.” (Mzm 126:1-3)

Rabu, 6 Februari 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ