“Tuhan mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya” (Tim 1:1-18; Mzm 96:1-3; Luk 10:1-9)


“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan.Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah.Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu,dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.” (Luk 10:1-9), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefelksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta St. Timotius dan St.Titus, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Timotius dan Titus adalah pembantu Paulus yang setia mengikutinya dalam rangka mewartakan Kabar Baik, dan hari ini kita rayakan bersama-sama. Dalam Warta Gembira hari ini Yesus mengutus murid-muridNya untuk pergi berdua-dua mendahului perjalanan-Nya, ke tempat-tempat yang akan dikunjungi-Nya. Kiranya perintah ini juga terarah bagi kita semua yang beriman kepadaNya, maka marilah kita hayati. Dalam rangka melaksanakan tugas pengutusan untuk mewartakan Kabar Gembira kita dipanggil untuk bekerjasama, tidak sendiri-sendiri, saling membantu dan masing-masing berfungsi sesuai dengan tugas dan pekerjaannya. Maka kami harapkan terjadi kolegialitas antar kita: antar para uskup, antar para pastor, antar anggota dewan paroki, yang tidak kalah pentingnya adalah antar hirarki dan lembaga hidup bakti. Segala sesuatu dikerjakan bersama-sama dalam gotong-royong pasti akan berhasil dengan baik, sebagaimana dilakukan oleh Tim Sepak Bola Portugal yang menjadi juara dunia sepak bola terakhir ini. Kami percaya anda sebagai suami-isteri senantiasa bekerjasama, maka hendaknya kerjasama anda berdua terus diperdalam dan diperkembangkan serta kemudian disharingkan dan dididikkan kepada anak-anak yang dianugerahkan oleh Allah bagi anda berdua. Pengalaman kerjasama dalam keluarga akan menjadi modal atau kekuatan untuk selanjutnya diperkembangkan dan diperdalam dalam komunitas yang lebih luas, di tempat kerja atau di tempat tugas masing-masing. Maka kami harapkan di antara kita tidak ada orang yang bersikap mental egois, hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kurang memperhatikan orang lain atau sesamanya.

· “Benarlah perkataan ini: "Jika kita mati dengan Dia, kita pun akan hidup dengan Dia; jika kita bertekun, kita pun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita; jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya." Ingatkanlah dan pesankanlah semuanya itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka di hadapan Allah, agar jangan mereka bersilat kata, karena hal itu sama sekali tidak berguna, malah mengacaukan orang yang mendengarnya.” (2Tim 2:11-14). Dari kutipan ini kiranya yang baik kita renungkan adalah peringatan agar kita tidak bersilat kata alias berdebat yang tidak ada gunanya. Memang sering kita saksikan para wakil rakyat yang duduk di dewan perwakilan rakyat entah tingkat nasional maupun daerah hanya bersilat lidah tanpa memperhatikan kepetingan rakyat yang diwakilinya. Kami harapkan kita tidak meniru mereka itu, karena hanya bersilat lidah, dan memang begitulah cirikhas orang pandai atau cerdas otaknya tetapi tumpul hatinya atau suara hatinya. Sebagai orang beriman hendaknya menjadi pendengar dan pelaksana sabda atau perintah Allah, serta kemudian menyebarluaskannya lebih-lebih atau terutama dalam dan melalui cara hidup dan cara bertindak, dalam perilaku bukan dengan wacana atau omongan, apalagi bersilat lidah atau berdebat yang melelahkan tidak berguna. Orang yang suka bersilat lidah pada umumnya juga kurang saling mengasihi, sedangkan orang yang saling mengasihi pada umumya sedikit bicara dan banyak tindakan. Yang lebih berkenan pada Allah adalah perilaku atau tindakan, bukan wacana atau omongan.

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.” (Mzm 96:1-3)

Sabtu, 26 Januari 2013

Romo Ignatius Sumarya, SJ